5. Breach

12 2 0
                                    

"I was foolish, couldn't see the real you"


"Do you live here?"

Sara mendongak dari buku bacaannya dan mendapati Garraseta menarik kursi untuk duduk tepat di sampingnya. Ia mengalihkan pandang pada 2 kursi kosong di hadapannya. Pertanyaan Garraseta dan tatap matanya mengingatkan Sara pada sosok gadis kecil yang melontarkan pertanyaan serupa. Gayatri, adik Garraseta yang tempo lalu bertemu dengannya.

"Why? Lo lebih suka gue duduk di depan?"

Sara mengedik acuh kemudian menjawab, "Terserah." Ia lantas kembali menekuni buku anatomi di hadapannya. Meski sesekali, fokusnya buyar oleh gerakan tangan Garra atau semerbak aroma tubuhnya yang terbawa oleh hembus udara di ruangan itu dan terhidu olehnya.

"Nggak ada kelas?" Tanya Garra sembari menyalakan laptop dan membuka sebuah buku Hukum Tata Negara yang tadi diambilnya di salah satu rak Hukum.

"Masih nanti sore. Lo?"

"Baru aja selesai. You haven't answered me yet. Do you live here?"

"Basi."

"Siapa tau. Gue sering banget ketemu lo di perpustakaan."

"It just I like it to be here. Alone would be better sih."

Garra menyunggingkan senyum tipis, "It doesn't work on me, Sarasvati. Kalo-kalo lo bertujuan untuk mengusir, nope. I like it here too."

"Ya, siapa gue bisa ngusir lo dari sini kan. Ini public space tho and I knew it."

"Gue cuman harus meriksa proposal, then I will leave."

Kali ini Sara menoleh, setelah meletakkan penanda di halaman yang ia tinggalkan. Ia menatap Garra dan berucap, "Proposal acara lo?"

Garra mengangguk, "The one that I gave you yang gue yakin belum juga lo baca sampai sekarang. Am I right or I am right?"

Sara berdeham karena tebakan Garra benar. Ia kemudian berkata, "Gue cuman belum sempat."

"Take your time but know the limit. Kita butuh bergerak secepat mungkin, in case you join us it would be us kan."

"Kenapa lo pilih gue?"

Kali ini Garra meninggalkan layar laptop dan menatap Sara. Laki-laki itu bahkan mengubah posisi duduk hingga salah satu lengannya berada di sandaran kursi Sara.

"Simply because I know we will make it."

Sara memutar matanya kemudian tersenyum sinis, "Template banget jawaban lo."

"Seriously, I just know that you are the right person. We gonna make it. Gue dan anak-anak mengamati arus politik kampus dengan cermat, Sarasvati. Kami tau benar siapa yang potensial. Eventho lo berusaha menutup diri dan talenta yang lo punya dengan berdiri di belakang Nanta yang ternyata malah cheats on you, gue masih tetap tau. Lo punya potensi and I would love to have you join me for Pemira. Lo dan talenta lo itu nggak boleh cuma stuck di kursi BEM FK, you really need to fly higher."

Terbang lebih tinggi katanya? Ananta justru membuangnya karena ia tak cukup piawai untuk membawanya terbang. Sara mendengkus lalu berucap, "Kata Nanta gue nggak cukup dan nggak akan pernah cukup untuk bikin dia ada di atas. Apa yang bikin lo mikir sebaliknya?"

Garra mengedik lalu menjawab, "Your purity. Beberapa tahun ke belakang politik kampus bisa dibeli. Priska dan pendahulunya terang-terangan beli suara, anak-anak juga masih belum gitu paham apa pentingnya untuk kenal seluk-beluk manusia yang ngisi kursi organisasi mahasiswa. Semua orang tau kecurangan itu tapi mereka yang kalah suara juga udah males buat speak up. This is the right time to bring it back on track. Orang-orang udah sejak lama nunggu leader yang orientasinya bukan duit dan fame. Tapi bener-bener bisa bikin organisasi yang produktif dan akan gain the spotlight itself." Laki-laki itu bicara fakta, Sara sudah mendengar banyak dari kakak tingkat yang dikenalnya. Cara bicara Garraseta entah mengapa tidak terlihat sombong atau berlebihan. Bahkan ketika ia melanjutkan, "I'm not saying I'm the best but I know for sure that I can be better than them. I can fix something."

AscendancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang