Haneul kembali ke kursinya. Langsung saja Yura memberondonginya dengan macam-macam pertanyaan. "Kau membicarakan apa saja tadi dengan Areum?"
"Ahhh, kau ini mengejutkanku saja. Kukira kau tertidur. Aku hanya bertanya-tanya soal kehidupannya. Makanya ikutan, dong, jangan malah diam sendiri," ucap Haneul.
"Aisshh, untuk apa berbicara dengan dia? Bertemu saja aku tidak mau apalagi berbicara dengannya," tukas Yura. Sifat dongkolnya pada Areum memang tidak bisa dihilangkan.
"Hmm, kau itu masih saja benci dengannya, ya? Tapi kulihat, dia berubah. Sikap dia padaku tidak seperti apa yang kau bicarakan," jawab Haneul. Nyatanya dia tidak setuju dengan sikap Yura terhadap Areum. Dia merasa gadis pindahan itu anak baik-baik, jauh dari kata nakal. Ya.. walaupun baru kenal, tapi dia yakin dengan apa yang ia rasakan.
"Ahh, memberi taumu pun tak ada gunanya, kau pasti akan terus teguh pendirian dengan pendapatmu sendiri. Ingat ya, Haneul-ah, kau itu baru mengenalnya.. jelas sekali kalau kau tidak akan percaya dengan kata-kataku dan malah langsung menyimpulkan sendiri." Yura terus berkeyakinan bahwa apa yang Haneul katakan salah. Daripada terus berdebat dia lebih memilih diam.
~*~
Di suatu ruangan terlihat seorang lelaki tengah sibuk dengan ponselnya. Earphone yang menempel pada telinganya memutar lagu yang tersambung dengan ponselnya. Terkadang ikut melantunkan lirik lagu tersebut yang mungkin ia hapal. Senyum yang terlukis diwajahnya menandakan bahwa ia tengah senang atau mungkin bahagia.
TOK! TOK! TOK!
"Siapa?" teriaknya. Dia tidak langsung membuka pintunya karena malas. Bila sudah dengan ponselnya pasti begini.
"Yuraaa."
Setelah tau siapa orang dibalik pintu kamarnya itu, ia pun berdiri dan berjalan menuju pintu. Dia buka pintu kamarnya, dan menampilkan wajah saudara kembarnya.
"Ada apa??" tanya lelaki tersebut.
"Yaampun, kau terlihat seperti orang gila saja. Rambut berantakan, baju berantakan, tapi kau lucuuu." Yura cubit kedua pipi lelaki itu hingga memerah.
"Yakk, sakitt.. lepaskan!" Ia melepaskan cubitan Yura dari pipinya. Benar saja kini pipinya dan juga mukanya merah sebab rasa sakit.
"Kau itu lucu sekali, Jiminie. Kenapa aku baru menyadarinya ya? Pantas saja banyak yang suka padamu."
"Hmmm.. lebay." Jimin pun menutup pintu kamarnya meninggalkan Yura yang memandang heran.
"Yakk kenapa ditutup, eoh?? Buka, Jiminie!!" Yura kembali mengetuk-ngetuk pintu kamar saudaranya. Mungkin ia baru tersadar jika tujuannya menghampiri lelaki itu terlupakan.
"Sebenarnya ada apa kau ke kamarku, nona cantikkk???" ucapnya setengah kesal karena sudah kesekian kalinya ia menanyakan ini.
"Kumpul kursus tidak? 'Kan kemarin kita tidak kumpul karena kau sakit. Masa hari ini tidak lagi?" Childish Yura kumat, haha. Ia pun menampilkan aegyo-nya sampai-sampai Jimin memandangnya dengan tatapan jijik.
"Yakk, hentikan! Aegyo-mu itu sangat buruk. Ya, aku akan ikut, aku tidak mau tertinggal lagi."
"Yes! Yasudahh nanti berangkat bersama, ya? Sekarang bersiap-siap duluu, bye Jiminie kecil." Yura pun pergi menuju kamarnya.
"Yakk! Aku sudah besar!!" Jimin berteriak tak setuju dengan panggilannya itu. Dia pun masuk ke kamarnya.
"Neul-ah, kau kursus 'kan hari ini?"
"Iyaa."
"Yasudah, byee, sampai bertemu nanti, jangan lupa siapkan dirimu bila nanti bertemu Jimin, hehe."
"Hmm, baiklahh."
Begitulah isi percakapan Haneul dan Yura melalui telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Love
FanfictionPark Jimin dan Kim Haneul Dua insan yang mengalami rasa cinta yang tepat, tetapi pada waktu yang salah. Park Jimin, termakan penyesalan. Kim Haneul, termakan kesedihan. Cinta yang terlambat menjadi buah dari rasa sesal seorang Park Jimin.