Tujuh Belas Minggu.
Berdiri di depan flat Suzy, Joo Hyuk mengulurkan tangan...
" Apa kau siap?"
Ketika beban kasus Suzy di tempat kerja tiba- tiba meningkat tiga kali lipat, Joo Hyuk memimpin perencanaan makan siang dengan ibunya untuk menyampaikan berita.
Suzy mendekati Joo Hyuk dengan hati- hati, menatap gaun dan sepatu haknya untuk kelima belas kalinya sejak pagi. Sepatu lama dan tidak terasa nyaman di bagian depan, apa karena kakinya semakin bengkak? Namun gaunnya baru, diikat lebih tinggi di pinggang dengan halter sutra dan rok longgar untuk menyembunyikan tonjolan kecil yang tumbuh pesat setiap minggu. Gaun itu memeluk indah tubuh Suzy dengan warna merah tua yang membuat kulitnya terlihat semakin bersinar.
Joo Hyuk tampaknya yakin ibunya tidak akan peduli dengan identitas maupun status sosialnya, tetapi Suzy belum terlalu yakin.
" Kalau kau ribut terus kita akan terlambat..." Ucap Joo Hyuk bersama tatapan tegas dari sorot matanya. Dia berpakaian setajam biasanya. Menggunakan setelan tiga potong yang lebih cocok untuk acara bisnis dan makan malam formal daripada makan siang hari minggu dengan ibunya.
" Bisakah setidaknya aku tahu kemana kita akan pergi sekarang?"
Ketika Suzy sudah duduk di sampingnya, Joo Hyuk telah siap menyalakan kemudi. Memutar kepalanya menghadap Suzy, bibirnya sedikit terangkat.
" Kau bilang tidak di mansionku, takut kau merasa terintimidasi atau apalah, tapi kau tidak melarang bila pertemuan terjadi di salah satu hotel kami, restoran Perancis di sana cukup terkenal..." Seringai itu, yang dikenal Suzy sebagai bentuk arogansi darah birunya. Suzy membenci setengah mati pria ini.
" Kenapa kau tidak bilang? Seharusnya aku menyiapkan diri lebih baik, gaunku apakah cocok, tatanan rambut? Dan buah tangan apa yang harus aku bawa... Astaga... ini buruk bukan? Bagaimana ibumu akan berkomentar tentangku? Tiba- tiba muncul dan menganggu makan siangnya, siapa aku?!" Suzy mulai mengoceh sendiri. Joo Hyuk mengibaskan tangannya untuk menghentikan wanita ini menghabiskan oksigen sampai megap- megap.
" Kau baik- baik saja sekarang." Dia mengangkat bahu, sambil memalingkan muka seolah- olah itu adalah sesuatu yang tidak mengesankan, " Sejak beberapa hari yang lalu aku mencoba menghubungimu, tapi kau mengacuhkan semua panggilanku. Jadi jangan salahkan aku bila hari ini kutetapkan kita harus menemui omma..."
" Aku sibuk Joo Hyuk sshi..."
Joo Hyuk berdecak, seperti dia tidak tahu saja Suzy berusaha keras untuk menghindarinya. Selalu menyalahkan pekerjaan dan hormon, wanita ini terus menolaknya menunjukkan perhatian, berpura- pura dia baik- baik saja padahal tidak. Sungguh wanita dengan ego yang terlalu tinggi.
Perjalanan berlangsung hening, Suzy bahkan tidak mendengar gerutuan Joo Hyuk sebab terlalu tenggelam dalam pikirannya. Hingga dia terkejut telah berdiri di depan lift yang akan membawanya ke lantai berapapun restoran yang dimaksud Joo Hyuk. Suzy merasa tangannya gemetar di balik gaunnya, dia tak bisa merasa lebih terintimidasi daripada ini. Dia tidak mengenal baik nyonya Nam, hanya dari kabar burung yang selalu dia dengar bagaimana perempuan anggun berdarah bangsawan itu sangat berpengaruh di kalangan elit dan sangat tegas tentang aturan. Tiba- tiba tangan Joo Hyuk meraih tangannya, menghilangkan sedikit gemetar dan rasa gugup yang hampir membuat wanita ini pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope And Other Punch Line
RomanceTangan melayang turun ke perutnya, Suzy tahu. Sejak remaja dia tahu dia terlalu perasa dan peka melebihi kebanyakan gadis lain. Dia bahkan memiliki firasat sebelum ayahnya pergi untuk selama- lamanya. Dia tahu sekarang ada sesuatu yang berbeda dalam...