Bagian 10 - Rival Baik

73 8 0
                                    

Memasuki kosan bersama, Alexa sibuk mengutak-atik ponsel, apa lagi jika bukan sibuk menyimpan nomor Jefri? Tentu hal itu yang tengah ia lakukan.

"Lo udah makan?" tanya Jefri membaringkan diri ke atas ranjang, membiarkan kedua kakinya menggantung.

"Lo pikir sempet?"

"Ya, siapa tau ada yang nawarin lo makan waktu lo nongkrong depan pintu." Sekarang ia menatap layar ponselnya, mencari makanan enak di aplikasi pesan antar.

Mendengar kalimat Jefri, Alexa mendengus, yang benar saja, dikira dirinya gembel beneran? Hah, masa bodoh, lupakan saja. Setelah selesai menyimpan kontak Jefri, kini Alexa mendudukan diri ke atas lantai, tepatnya di tengah-tengah kamar.

"Btw, lo ada pakek sempak gue ya?" Kembali Jefri bersuara tanya, kini ia bangkit dari posisi berbaring, menatap Alexa yang sedang mengeluarkan pakaian dari dalam tas, apa-apaan ini? Cewek itu mau berapa lama di sini?!

"Iya, pinjem bentar aja. Gue paling risih kalo nggak ganti," jawab Alexa bangkit dari duduk dengan mengangkat pakaian-pakaian yang baru ia keluarkan dari tas. "Dan sekarang gue udah bawa baju sendiri, gue letak lemari lo ya," lanjutnya melangkah menuju lemari Jefri. Bahkan saat si empun lemari belum menjawab untuk memberikan persetujuan, Alexa sudah membuka lemari itu saja, memasukan pakaian miliknya, sungguh tindakan yang sangat tahu diri, maksudnya, tidak tahu diri.

Jefri hela napas dibuatnya, kembali membaringkan tubuh, dan kali ini ia membawa tubuh telungkup di atas ranjang, memeluk bantal guling yang ada. Dalam hati berkata, terserah Alexa saja mau berbuat apa, ia sudah malas berkata ini itu.

"Gue mandi dulu," ujar Alexa melangkah menuju kamar mandi.

Jefri pun hanya memberikan satu ibu jarinya tanpa membuka mulut, Alexa mendengus, masuk ke dalam ruangan bebersih itu. Dan hal hebatnya, selama itu Jefri tak melakukan apapun, ia hanya memesan makanan, lalu, memilih membuka game.

Sekitar tiga sampai lima belas menit Alexa melakukan ritual mandinya.

Cklek.

Tepat saat ia membuka pintu kamar mandi, Jefri juga membuka pintu kosan.

"Makasih ya, Pak," ujar cowok itu menerima bungkusan makanan pesanannya.

Alexa melangkah mendekati cowok itu. "Apaan tuh?"

"Sesajen biar lo menjauh dari Damar."

"Dih si tai, cakap kotor lo?"

Jefri tertawa pelan. "Makanan, laper gue."

Kepala Alexa mengangguk paham, melangkah lah ia mendekati Jefri yang meletakan bungkusan ke atas meja kecil dekat jendela, yang kalau Alexa perhatikan memang spot ternyaman di kamar ini, khususnya untuk bersantai ria.

"Kalo lo mau makan, ambil satu, gue mau mandi dulu," ujar Jefri langsung melangkah menuju kamar mandi.

Alexa memilih tidak menjawab, ia mengalungkan handuk ke leher, lantas mengganti tujuan, dari meja kecil tadi menuju area dapur, ia ambil dua cangkir yang terbuat dari bahan plastik. Mengisi dengan air mineral yang tersedia. Selesai dari itu Alexa melangkah menuju meja, meletakan dua cangkir tersebut, tak lama mendekati tas selempangnya, mengeluarkan minuman dari dalam sana, yang sempat ia beli saat di kampus tadi, memang sudah terminum seperempat sebab ia minum saat menunggu Jefri.

Meletakan botol itu ke atas meja, sekarang Alexa melangkah menuju nakas, meraih sisir milik Jefri. Saat inilah waktu ia bisa duduk di sisi ranjang, menyisir rambut sembari menatap karpet tahu yang menjadi alas tidur si pemiliki kamar.

Kalau dipikir-pikir, Jefri itu ..., baik? Alexa enggan mengakuinya, akan tetapi memang itu pula faktanya. Cowok itu boleh menjadi saingan Alexa dalam kompetisi abal-abal meraih hati Damar, akan tetapi, ia mengenyampingkan perihal tersebut, tetap saja dengan baik hatinya menampung rival. Aneh tapi baik, entahlah. Alexa hanya akan menikmati semua ini, melepas diri dari penjara elit yang selalu membuatnya terlihat bak anak paling mengenaskan, alias rumahnya sendiri.

Heaven and Hell :on EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang