Shaka menjatuhkan tubuhnya diatas sofa, matanya langsung menuju album yang tergeletak begitu saja di atas meja. Dia selalu sibuk hingga tak pernah sempat menyapa wajah kedua orang tua nya di dalam sana, menjadi Dokter mesti begitu bukan.
Hingga tanpa sadar pula dia telah lama tak mengunjungi makam keduanya, ah seharusnya hari ini dia menuangkan segelas soju di hadapan abu mereka.
"Shaka...." Hela nya. "Kamu akan mati tapi tidak meminta ijin dulu pada orang tua mu, apa kamu mau di pukul saat bertemu mereka di sana" Monolognya.
Rumah sebesar itu terlalu sepi, Shaka diam-diam berharap agar dirinya bisa berbicara berdua dengan siapapun. Jika ada yang menyahut itu jelas Moni si anjing kecil yang telah terlelap di bantalannya, hidup Shaka terlalu sepi meski dia tidak sendiri.
Ada July dengan Haidar yang selalu menemani, ada juga Jade yang senantiasa mengoceh padanya. Tapi rasanya masih terlalu sunyi, di tambah lagi dirinya kini tengah sakit.
Bukan kah semuanya percuma, rasa percuma itu datang seiring Shaka tau apa maksud dari sakit perut berlebihan nya akhir-akhir ini. Tidak ada harapan.
40%.
Bahkan dirinya seorang Dokter, yang sudah biasa mengucapkan kalimat sabar untuk keluarga pasien, kini malah sudah putus asa.
Tapi—
Apa yang gadis itu alami hingga membuatnya ingin bunuh diri, apa posisi mereka sama.
"Kenapa aku menolongnya?"
"Kenapa tidak mati bersama nya saja"
Shaka tersenyum tiba-tiba, by the way gadis itu sangat cantik. Ah Shaka bisa ingat bagaimana jantungnya berdetak sungguh gila di dalam air tadi, dengan posisi seperti itu gadis itu masih bisa menunjukkan pesonanya.
Shaka pasti sudah gila.
Juga—
Shaka tak sengaja melihat pakaian dalam gadis itu, benar, Shaka pasti sudah gila. Shaka yakin penyakitnya adalah sebab dirinya menjadi lebih bebas berpikir, siapa yang akan menghalangi nya, toh dia juga akan mati.
Dan lagi, berapa umur gadis itu. Tapi dari wajahnya Shaka yakin gadis itu berada di bawahnya 2 tahun, atau 3 tahun?.
"Sudahlah, mari tidur. Urusan jika kamu tidak bangun lagi akan lebih baik, terserah matahari akan menyapa atau malah meremehkan ku. Intinya bulan harus menemani tidur ku sebelum aku mati"
***
Namanya Kim Sunoo, tapi sebutan 'Parish' begitu melekat akibat kecantikan bak diturunkan dari Aphrodite. Siapa sangka hidup gadis itu tak secantik namanya, gelap, suram, penuh luka. Dia bukan bermaksud pamer dengan pahitnya kehidupan yang di jalani, dia hanya muak dengan pujian orang yang tak mengenal dirinya.
Dia berpikir seperti, daripada memuji, bisakah mengubah hidupnya. Sejuta ribu pujian tentang dirinya, Parish tak membutuhkan itu.
Dan entah mengapa kini dirinya berada di kamar yang lebih mirip hotel ini, tapi selang melilit tangannya jadi Parish menebak ini adalah rumah sakit.
Beberapa Dokter masuk dan mengajaknya berbicara, menanyai keadaan apa yang dirasakan. Tapi Parish hanya diam, dia hanya tak mau membuang waktu di tempat ini. Tapi tak ada jalan lain, kini beberapa sisi di perutnya terasa perih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pathetic - Sunsun
Short StoryTerjebak pada ruangan hampa, seakan bila pintunya terbuka sedikit akan memperlihatkan kehancuran yang dapat menanam trauma. "Kenapa kamu datang disaat posisi kita sama, yang saya butuhkan bukanlah orang seperti kamu" Dia yang juga hancur datang mel...