3. Hogsmeade

1 0 0
                                    

Aku berjalan menuju air mancur Hogwarts dengan hati seperti angin topan yang hendak menerbangkan apapun yang ada didepan. Betapa tidak, hari ini aku harus menerima jawaban darinya suka atau tidak. Sampai disana, dia menatapku dengan mata setajam pisau dan tidak ada senyum sedikitpun. 

"Hello Julie, ada sesuatu yang ingin aku katakan kepadamu. Kamu mungkin sudah tahu apa maksudku memanggilmu kesini. Kamu mungkin masih ingat tentang janjimu yang pernah kamu ucapkan kepadaku waktu itu. Waktu itu aku menolakmu dengan alasan yang tidak perlu aku jelaskan lagi kepadamu saat ini. Kini saatnya aku mengatakannya kepadamu. Berdasarkan dari perfoma kamu yang luar biasa dalam mengikuti semua pelajaran di kelas, maka aku mengizinkanmu untuk ikut dengan yang lainnya ke Hogsmeade. "

"Terima kasih banyak, Prof. Mg Gonagall."

Selepas beliau pergi, Rowan yang entah dari mana menemuiku seakan tidak sabar mendengar apa yang baru saja terjadi. Aku mengatakan yang sebenarnya dan wajahnya langsung seperti kupu-kupu yang berterbangan.

"Aku jadi tidak sabar untuk pergi ke Hogsmeade denganmu Julie. Itu akan menjadi kenangan yang tidak akan aku lupakan. Lagipula, kita belum pernah sekalipun kesana sebelumnya dan aku yakin akan sangat berkesan. Aku sering membaca di buku bahwa Hogsmeade itu sangat terkenal dengan Butterbeernya. Aku hampir bisa merasakan Butterbeernya dari sini. Aku harus berhati-hati saat menulis catatan tentang resepnya. Aku tidak mau menjadi masalah gara-gara itu."

"Aku juga tidak tahan lagi untuk pergi kesana apalagi merasakan Butterbeer yang terkenal itu. Hagrid pernah bercerita tentang Hogsmeade. Dia mengatakan bahwa kakakku tahu Madam Rosmerta, induk semang dari Three Broomsticks. Aku harus bertemu dengannya, dan mencari tahu apa yang dia tahu tentang kakakku."

"Itu tidak akan membuat kita melewatkan Butterbeerkan, Julie?" tanya Rowan seakan tidak ingin 

"Kita akan tetap minum Butterbeer Rowan, tenang saja. "

Raut wajahnya yang semula mendung langsung terik cahaya matahari seakan bertanda tidak jadi hujan. Aku membiarkan Rowan menikmati sensasinya sepanjang perjalanan ke asrama. Sehabis ini, saatnya siap-siap untuk pergi.

#

Hogmeade ternyata tidak seperti yang aku bayangkan. Terlintas teringat suatu kenangan saat Hagrid membawaku kesini. Waktu itu desa ini seperti desa mati dimana tidak ada seorangpun yang tersisa. Semua gara-gara makhluk hitam yang pernah kutemui saat dikereta itu. Itu adalah pengalaman yang sangat mengerikan yang pernah kualami. Aku masih ingat raut wajahnya yang membuat jantungku berlari. Dibalik kenangan itu, di tempat inilah aku berpisah dengan Hagrid. Aku masih ingat kata-katanya yang membuat aku sampai sekarang masih teringat. 

"Julie! Julie!" seru Rowan memotong haluku. "Kamu dari tadi melamun saja. Kamu tidak apa-apa kan? Andre sudah menunggu kita dari tadi. Turnya akan dimulai"

Aku tersentak dari lamunanku dan langsung bergabung dengan yang lainnya. Tidak lama kemudian apa yang seharusnya ada dalam agenda kami langsung dimulai.  Dari sambutan itu aku baru tahu bahwa Andre merupakan salah satu panitia yang ditugaskan oleh Hogwarts untuk membantu kami disana. Aku sering mendengar namanya dari Rowan karena dia pernah sekelas dengannya di kelas Transfigurasi. Kata Rowan dia sangat pandai sekali dalam Quidditch. Dia sendiri konon pernah mengajarkan Charles Weasley untuk bermain Quidditch. Karena itulah dia sering menjadi idola dari fansnya yang ingin berlatih dengannya. Nama aslinya sendiri adalah Andre Egwu. Dia pertama kali menginjakan kaki di Hogswarts pada tahun 1984 dengan asrama Ravenclaw.  Dia memiliki wajah berwarna coklat manis dengan wajah oval dan rambut hitam. Dia mengenakan baju seragam Hogswarts berwarna hitam dengan syal berwarna ungu yang melilit lehernya. 

"Selamat datang ke Hogsmeade. Aku Andre. Kalian pasti rombongan tahun ketiga Hogwarts. Aku bisa membaca apa yang kalian pikirkan saat berada di tempat ini. Antusias, capek, lapar, dan dingin!"

Kami lalu dibawa ke High Street, salah satu jalan yang sangat terkenal dan indah di Hogsmeade. Jalan itu dipenuhi dengan toko-toko dan rumah kecil dengan atap yang dipernuhi salju. Rasanya seperti dalam kartu natal. Yang membuat jalan itu terlihat sangat indah adalah ornamen lilin yang begantungan. Kami melewati banyak toko yang aku sendiri tidak bisa mengingat semuanya. Ada beberapa yang bisa kuingat, seperti toko permen Honeydukes, toko lelucon Zonko's Joke Shop, dan stasiun Hogsmeade. Namun, The Three Broomsticks belum terlihat. Sambil berjalan, aku, Rowan, dan Andre menelan waktu dengan percakapan kecil.    

"Aku tahu kamu dari kelas terbang dengan Madam Hootch. Ini temanku, Rowan. Dia sering bercerita bahwa kamu adalah pemain Quidditch terbaik di sekolah" sapaku membuka teh hangat.

"Charlie Weasley mungkin lebih baik daripadaku, namun aku sangat Quidditch. Itulah mengapa aku tidak pernah pergi kemana saja tanpa syalku Prode of Portree. 'The Prides' merupakan tim terbaik di liga."

"Ngomong-ngomong, apa yang kamu lakukan di Hogsmeade?"

"Belanja untuk diri sendiri dan keluarga yang di rumah. 

"Aku tidak tahu kalau pemain Qudditch sangat perhatikan fesyen sebelumnya."

"Justru itulah yang membuatnya menjadi seorang penyihir. Semakin bagus yang kamu gunakan, semakin bagus yang kamu rasakan, semakin bagus kamu dalam bermain Qudditch. Atau dalam kasusmu, pemecah kutukan."

"Kamu tahu siapa diriku?" seakan tidak percaya apa yang baru saja dia katakan.

"Semua orang tahu siapa dirimu, Julie."

Julie Carter and The Letter from No OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang