4

928 217 17
                                    

"Mas? Boleh papa masuk? Buka pintu nya."

Jendra sebenarnya masih bingung apa yang harus dia katakan, mulai darimana dia harus bicara? Sesaat kemudian pintu kamar Leean terbuka. Mata anak itu sembab, ia bahkan tidak jadi ke sekolah.

Jendra melangkah masuk ke dalam kamar anak nya. Kemudian duduk di pinggir tempat tidur.

"Mas? Hidup itu harus fleksibel ya?"

"Kita gak bisa selalu keras hati, kedengarannya memang jahat, tapi dunia tidak berpusat pada mas aja. Jadi mas lah yang harus fleksibel mengikuti alur."

Leean masih terdiam, enggan menjawab kata kata papa nya.

"Mas? Maaf ya? Hubungan papa dan mama memang dari awal gak pernah baik, maaf karena itu mas jadi trust issue ke kak Kayna. Kak Kayna beda mas, dari awal papa kenal kak Kayna baik, apa mas mau liat papa sendiri selamanya? Nanti mas sama adek bakal punya kehidupan masing masing papa cuma punya kak Kayna."

"Mas bisa sama papa!"

Jendra lagi lagi menghela nafas, susah sekali bicara dengan kepala batu ini.

"Mas jangan keras kepala kenapa sih?"

"Mas juga anak papa kan? Kenapa mas gak di perhatiin kayak adek? Papa bertiga terus apa pernah inget mas? Mas anak yang gak diinginkan kan? Mas kan anak married by accident iya kan pa?"

"Mas? Mas ngomong apa?"

"Tinggalin Leean sendiri pa, give me space."

"Okay kalo mas Leean mau sendiri, tapi mas harus tau, no matter what i still really love you mas."

....

Jendra bingung harus melakukan apa lagi. Anak nya bahkan sudah memberikan nya silent treatment satu Minggu terakhir. Mas Leean benar benar jadi pendiam.

Sampai telepon Jendra berdering, ia mengernyitkan alis nya. Nomer telepon sekolah nya Leean.

"Kenapa pak?"

"Baik saya segera kesana pak, terimakasih."

Jendra tanpa pikir panjang melangkah keluar dari ruangan nya, setelah mendapatkan kabar Leean tak sadarkan diri.

Jendra menyusul Leean yang dikabarkan gurunya sudah berada di Neo Hospital. Dalam hati dia merutuki diri nya sendiri, harus nya dia tetap memastikan Leean makan setiap hari. Bisa bisa nya ia menganggap Leean sudah cukup besar sampai sampai bisa mengurusi dirinua sendiri.

Sesampainya di rumah sakit ia langsung disambut Kayna yang seperti nya menangani Leean.

"Na? Mas Leean gimana?"

"Mas tenang dulu, duduk aja dulu."

"Na, mas Leean gimana?"

"Mas Leean tipes mas, kurang istirahat, kurang makan ditambah dehidrasi, Mas Jen masuk aja. Tapi Leean nya masih tidur."

Dengan langkah pelan Jendra masuk ke ruangan takut sang buah hati terganggu.

"Nak papa dateng, maaf ya? Papa terlalu sibuk sendiri sampe lupain Leean. Na? Mas gagal ya?"

"Engga, gak ada yang gagal disini. Mas orang tua terbaik buat mas Leean. Mas Leean bakal sembuh, jangan khawatir, kita rawat mas Leean nya sama sama ya?"

Jendra menghela nafas, berat sekali rasanya melihat anak sulung nya kini tertidur tidak berdaya.

"Vian dititip ke mama ty aja ya mas? Udah tadi aku telpon mama."

"Makasi ya sayang."

Mereka saling mendekap, saling memberi kekuatan untuk kedua nya. Kedua nya sama sama menitihkan air mata. Sama sama merasa tak tenang. Sama sama berharap bisa melewati semua ini dan sama sama berharap bahwa nanti pasti akan ada saat bahagia yang mereka tunggu sejak lama.

....

"Kak Kay belum pulang?"

"Mas bangun? Mau minum? Susah nafas ya?"

Leean menggeleng, ia perhatikan papa nya yang tengah tidur di sofa, kemudian ia kembali memandang Kayna yang dua hari ini hampir selalu berdiam di ruangan nya.

"Engga."

"Tidur lagi ya mas gak boleh begadang loh masih sakit, biar cepet bisa pulang. Adek nya kangen."

Leean hanya termenung diam

"Mas kenapa?"

Leean menggeleng.

"Leean anak haram ya kak?"

"ya?"

"Leaan, anak yang gak diharapkan?"

"Mas, denger ini darimana mas?"

"Leean gak berani nanya papa kak."

"Engga ada anak haram di dunia ini, mungkin bener Leean hadir atas ketidak sengajaan, tapi, gak ada anak yang gak diharapkan mas. Bukti nya papa nya mas yang ngerawat mas dari mas kecil. Papa yang ambil hak asuh mas sama adek. Nanti mas pasti ngerti betapa besar nya sayang papa ke mas. Kalo papa denger pasti sedih mas. Jangan mikir mas gak diharapkan ya?"

"Bener?"

"Iya dong. Papa mas itu orang yang baik. Kak Kay percaya papa nya mas itu orang baik."

Leean kembali termenung, mungkin meresapi apa yang dikatakan Kayna tadi.

"Mas minta maaf kak Kay, mas berprasangka buruk sama kak Kay." Dengan tiba tiba kalimat itu muncul setelah beberapa keheningan diantara kedua nya.

"Mas?"

"Maafin mas ya?"

"Mas? Are you serious?"

"Enggak dimaafin ya?"

"Engga gitu mas, yaampun kak Kay gak nyangka aja nak."

Kayna spontan memeluk Leean.

"Kak Kay tau mas anak baik, mas gitu kan karna takut papa sama orang yang salah, maaf ya? Kak Kayna perlu waktu lama buat yakinin mas? Kak Kay mungkin kurang juga usaha nya."

"Engga kak, mas aja yang keras kepala. Maafin mas kak Kay," Pelukan ini, Leean rindu dipeluk seperti ini. Ia bahkan nyaris lupa rasa nya dipeluk oleh ibu kandung nya.

Kayna masih setia membiarkan Leean menangis di pelukan nya. Ia juga tak dapat membohongi perasaan nya ia menangis, namun sangat bahagia.

"Udah ya nak nangis nya, nanti sesek. Kak Kay bantu bobo lagi."

"Mas bukan adek."

Kayna tersenyum.

"Mau mas mau adek, sayang nya kak Kay sama."

Kayna menyelimuti tubuh Leean sebatas dada.

"Tidur ya? Kak Kay ngisi piket bentar?"

"Hm Kak Kay?"

"Ya?"

"Makasih ya udah jagain papa, udah sayang sama mas sama adek."

Kayna lagi lagi tak bisa menahan senyumnya.

"Mas ga perlu berterimakasih buat semua itu. Mas berhak di sayangi, karna mas anak baik Oke? Mas janji ya nanti kedepannya pasti bakal ada banyak masalah, mas harus bicarain baik baik, kalo ga sanggup bilang papa, ada kak Kay. Inget mas gak sendiri oke?"

"Iya kak kay thankyou, mas sayang kak Kay."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Asli aku lupa punya cerita ini

Has to be YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang