7. Seenggaknya kalau bukan jodoh

107 14 0
                                    

Aubri masih mengingat dengan jelas tawaran yang diberikan oleh anak Bu Dara beberapa waktu kemarin. Ya, benar. Sewaktu lelaki bernama Nevan itu berkata jika ia berniat mengantar Aubri untuk mengisi daya ponsel miliknya itu.

Sudah begitu, Aubri pikir, Nevan hanya bercanda saja dengan maksud balas dendam karena ucapannya beberapa menit lalu. Ternyata salah. Lelaki itu benar-benar hanya mengantarnya untuk mengisi daya ponsel, tetapi bukan di masjid seperti yang Aubri katakan sebelumnya.

Gadis 22 tahun itu juga tidak mengerti, mengapa Nevan malah mengajaknya ke sebuah gerai makanan dan minuman kekinian. Lagi-lagi sempat dibuat sedikit percaya diri seperti, mungkin saja lelaki itu ingin mentraktirnya sesuatu, begitu? Ternyata benar-benar hanya untuk merealisasikan tujuan Aubri sebelumnya.

Nevan bahkan sampai meminjamkan charger milik salah satu karyawan gerai tersebut karena demi apa pun, Aubri yang bodoh baru saja menyadari kalau dirinya tidak membawa charger di dalam tas selempang yang ia gunakan.

Sumpah, deh. Padahal, Aubri sudah berangan-angan kalau lelaki yang saat itu memakai kemeja biru dongker dan celana bahan hitam tersebut memang berniat mengantarnya pulang.

Kenyataannya memang lebih efisien yang seperti itu, bukan? Daripada harus menunggu proses mengisi daya ponsel butut milik Aubri yang entahlah bakal selemot apa. Lebih baik langsung memberinya tumpangan untuk pulang saja, tidak, sih? Atau kalau memang tidak mau, apa sesulit itu, kah, membantunya untuk memesan ojek online lewat ponsel milik lelaki itu sendiri? Jujur saja, kalau sudah seperti ini, Aubri merasa kalau 'Mas Nevan' memang benar-benar aneh dan menyebalkan.

"Untung aja ganteng mirip salah satu ex-member Nuest, jadinya bisa termaafkan." Aubri mendadak bergumam pelan saat mengingat-ingat kembali kebersamaannya dengan Nevan saat itu.

Aubri tidak berbohong, kok. Nevan memang bisa dibilang sangat tampan dengan tubuhnya yang tinggi menjulang—walaupun dirinya sendiri tak kalah tinggi, sih. Mungkin perbedaan di antara keduanya hanya kira-kira sepuluh sampai sebelas sentimeter saja karena saat berdiri berdampingan, tingginya sebatas telinga lelaki itu.

Karena kemarin Aubri sempat memperhatikan wajah lelaki itu, ia bisa menyimpulkan kalau Nevan memiliki bentuk hidung mancung, bibir tipis yang menawan, sampai pipinya yang agak berisi, tetapi tidak meninggalkan kesan tegas dari wajahnya itu.

Sebenarnya, Aubri agak kesulitan untuk mendeskripsikan bagaimana rupa milik anak Bu Dara itu. Pokoknya benar-benar definisi yang enak dipandang, begitu. Duh, tetapi memang pada dasarnya Aubri senang melihat orang-orang tampan, sih, makanya jadi seperti ini.

Asyik mengenang kisah absurdnya bersama dengan Nevan, membuat Aubri sampai tidak sadar kalau sejak tadi ia diperhatikan oleh seorang bocah perempuan yang berdiri di balik etalase kaca toko kue tempatnya bekerja sekarang.

Ya, omong-omong, tidak terasa ini sudah Minggu ke dua ia bekerja di toko kue bernama Chocola-sweet itu. Aubri juga mendapatkan indekos yang sesuai dengan isi dompetnya kurang lebih seminggu lalu. Walaupun semula, ibu dari Destia memintanya untuk tidak terburu-buru meninggalkan kediamannya, tetap saja Aubri merasa tidak enak.

Memang, sih, selama beberapa waktu ia menginap di kediaman Destia, Aubri merasa jika Bu Nana, ibu dari temannya itu begitu baik dan perhatian. Mungkin karena dirinya hanya memiliki satu orang anak sebab Destia terlahir sebagai anak tunggal. Namun, ya sudahlah. Aubri berpikir, semakin lama ia tinggal di rumah keluarga Destia, maka semakin lama juga ia merepotkan keluarga itu.

Bukankah tujuannya 'kabur' dari kampung halamannya karena ingin hidup mandiri dan tidak menyusahkan orang lain, kan?

Kembali ke masa sekarang, bocah perempuan yang sejak tadi mendongak memperhatikannya itu kini mengerjap polos. "Tante," panggilnya dengan suara pelan.

Terpaksa Menjadi Selingkuhan Fangirl ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang