Pemeran Utama

44 5 0
                                    

"Kau bukan Rumah."


Nadin Azmaira, perempuan yang lahir dengan bakat peran protagonis, Nadin sang pemeran utama.

Lembaran pertama buku usang milikku, aku tersenyum kecil membaca kalimat pertama itu. Aku mengangkat kedua lutut, duduk dengan badan meringkuk, menjadikan kakiku untuk sandaran kedua tangan yang memegang buku.

"Nadin."

"Sayang?"

"Nadin!"

Aku mengerjap, menatap seorang laki-laki di sampingku, wajahku ditangkup oleh kedua tangan hangatnya. Tangan kananku terangkat memegang tangannya yang mengelus pipiku. "Bian..."

"Ya, sayang?"

"Kamu ngapain?"

Bian, pacarku, keningnya berkerut, tak lama setelahnya dia tersenyum kecil. "Kamu melamun lagi, ya?"

Aku menggeleng, menarik pelan kedua tangannya untuk kugenggam.

"Bian, harus berapa kali aku bilang kalau wajah itu nggak boleh dipegang sembarangan," ucapku.

"Iya, iya, maaf." Bian menarik pinggangku mendekat, kedua tangannya memeluk punggungku erat, kepalanya bersandar di bahuku dan wajahnya ia arahkan menyamping ke luar. Aku tidak pernah terbiasa dengan sikap Bian yang seperti ini. Dia selalu memelukku dengan erat, tapi aku menyukainya. Aku menyukai setiap perilaku yang ditunjukkan Bian kepadaku.

"Bian, kepala kamu berat," kataku mengeluh.

Bian tertawa kecil, satu tangannya merayap naik menuju pundakku, dia menepuk-nepuk pelan, lalu bersenandung kecil. Bibirku perlahan tersenyum, kedua tanganku pun terangkat memeluk, kami berpelukan dengan sedikit berayun menyamping.

Orang-orang di sekitar taman terkadang menatap kami sekilas dengan berbagai pandangan. Suasana sore pada hari Minggu dengan pemandangan matahari yang mulai tertutup bangunan-bangunan tinggi di antara jingga langit yang begitu indah. Sapuan angin mengenai wajahku juga menggoyangkan sedikit rambut-rambut kecil yang ada di kepala Bian. Satu tanganku terangkat mengelus rambut Bian dari belakang, kudengar senandung kecil dari laki-laki di pelukanku ini mulai terdengar menjadi sebuah lagu.

Ingin segera kuarungi hatimu.

Habiskan waktu berdua denganmu.

Inilah isi hatiku untukmu cintaku.

Senyum di bibirku rasanya semakin membesar, mataku terpejam, kini kepalaku dengan Bian benar-benar saling bersandar. Aku tidak tahu Bian juga terpejam atau dia hanya akan menatap lalu lalang orang-orang di belakangku sambil mulai bernyanyi dengan suara berat indahnya. Tepukan pelan darinya membuatku nyaman, aku jadi berpikir bisa tertidur kalau aku terlalu larut dalam kenyamanan ini.

Ketika kau bercerita~a~a~a~

Tak bisa kutahan senyuman hoo~

Dunia melambat seperti drama.

Kuhanya terpesona.

Uh-uh-uh-uh-uh, kuingin bersamamu.

Uh-uh-uh-uh-uh, menyelami rasamu.

Uh-uh-uh-uh-uh, apa mungkin untukku?

Bian melepas pelukan, membuatku terpaksa juga untuk melepas kenyamanan yang kurasakan. Mataku menatap heran Bian yang kukira ingin mengajakku pulang karena matahari sudah sepenuhnya terbenam, menyisakan langit berawan dengan siraman jingga yang membentang luas. Ternyata Bian hanya ingin merubah gerak tubuhnya, ia kini sudah merebahkan dirinya di pahaku. Aku baru sadar, ternyata badanku sedikit pegal karena menyamping. Kulihat Bian sudah terpejam.

CapriciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang