"Amethyst nama dunia kami. Dunia yang dihuni para peri. Tapi kami lebih sering disebut Himmel daripada peri."
Lamia mengernyit bingung dengan penjelasan Bertha.
"Peri?" Lamia langsung menyentuh pipi Bertha, mencibutnya sampai Bertha mengaduh. Lalu memutar tubuh Bertha untuk meneliti dari atas sampai bawah, samping kiri-kanan juga.
"Nggak usah ngibulin, kamu manusia sama kayak aku. Kakinya dua, tangannya dua, badannya gede juga. Peri mah kecil."
Bertha langsung merentangkan sayapnya. Lamia sampai membelalak saat melihat sayap bening itu muncul dari balik punggung Bertha. Kalau Lamia mendeskripsikan sayapnya terlihat seperti sayap capung yang bening dan sedikit bersinar.
"Dimana kamu dapat sayap capung raksasa ini?" Tanya Lamia sambil menyentuh sayap itu memastikan asli atau tidak.
"Aku lahir dengan sayap ini, Lady."
Lamia masih bingung.
"Karena kami Himmel, peri yang suci. Berbeda dengan manusia."
Bertha kembali menyimpan sayapnya sampai membuat Lamia takjub.
"Apa aku sedang mimpi?" Lamia mengucek matanya sendiri.
"Selamat datang ke Amethyst, Lady. Tempat yang penuh keajaiban nyata."
"Ini masih satu dari jutaan keajaiban di Amethyst, bersiaplah untuk hal menakjubkan lainnya."
"Apa semua orang disini punya sayap?"
Bertha mengangguk, "Tapi bentuknya beda-beda."
"Sayap Emy gimana?"
"Menurut cerita yang beredar, sayap milik Lady Emy termasuk tercantik di Amethyst. Sayapnya berbentuk kupu-kupu dan berwarna hijau seperti iris matanya."
Lamia berpikir beberapa saat. Sayap yang di deskripsikan Lamia itu sangat mirip dengan sayap yang pernah dia miliki dalam mimpinya. Apa ini kebetulan?
Bertha membalik tubuh Lamia supaya berhadapan dengan cermin besar di depan. Lalu memakaikan lapisan gaun mewah untuk membalut tubuh gadis itu.
Awalnya Lamia menurut saja, tapi bukan Lamia namanya kalau tidak banyak tanya.
"Ini pakaian mau buat cantik atau buat nyiksa, sih?" Keluh Lamia saat Bertha memasang lapisan ketiga untuk gaun Lamia.
"Seorang Lady harus berpakaian seperti ini." Kata Bertha dan mata Lamia tertuju pada lukisan sosok Emy di sudut ruangan.
Gadis cantik itu memang terlihat memakai gaun kembang di dalam lukisan.
"Lagi?" Tanya Lamia sambil melotot saat Bertha memasangkan satu lapisan lagi. "Sampai berapa lapi lagi?"
"Semuanya lima lapis."
"Oh, Tuhan aku bisa mati."
"Belum pernah ada yang mati karena gaun, Lady."
"Mungkin aku bisa jadi yang pertama, auwww!" Pekik Lamia saat Bertha berusaha mengencangkan gaunnya. Sampai dia merasa sesak untuk bernapas.
"Beauty is pain ternyata benar."
Tapi Lamia langsung takjub dengan sosok yang dia lihat di kaca. Perempuan dengan rambut tertata rapi dan gaun indah yang mewah. Selama ini dia terbiasa memakai piyama rumah sakit. Ini pertama kalinya dia memakai gaun.
"Cantik," puji Lamia pada diri sendiri.
"Lady memang cantik," puji Bertha lagi yang meyakinkan Lamia kalau dia benar-benar cantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity Heart
FantasyLamia berada di ambang kematian. Tapi Tuhan berbaik hati untuk memberinya pendonor jantung misterius. Lolos dari maut, jantung yang diterimanya memberikan kehidupan baru bagi Lamia. Kehidupan yang membawanya dalam malapetaka. Lamia bertemu dengan l...