"Ingatan membawa seseorang pada kenyataan sesuai dengan apa yang mereka pikirkan, lalu saat itu datang, yang terjadi hanyalah diantara penyesalan atau kesenangan."
...
Seakan berada di dalam mimpi, Aletta terus mengusir pikiran-pikiran yang seharusnya sudah tak pernah lagi bersarang di kepala perempuan itu. Ya, beberapa jam lalu itu sudah hilang, sayangnya kini bayangan Aletta tentang seseorang yang sangat ingin dia lupakan kembali menyerang dirinya.
Di ujung sana, diantara banyaknya orang yang berada di lapangan basket ini, entah mengapa fokus Aletta tertuju pada orang itu. Aletta tidak mengenalnya, tidak juga tahu siapa nama laki-laki yang menjadi fokus Aletta saat ini, hanya saja satu-satunya hal yang membuat Aletta terkejut adalah seseorang di seberang sana sangat mirip dengan Hazel.
Laki-laki dengan kaos biru itu tampak tengah berbincang bersama teman-temannya, sesekali juga tertawa sebab sepertinya salah satu dari mereka tengah bercerita hal konyol yang membuat tawa tercipta.
Berbeda dengan laki-laki yang tengah tertawa di sana, Aletta justru diam di tempatnya. Dia tidak tahu harus apa, rasanya sia-sia dirinya pindah sejauh ini jika yang dia temukan justru seseorang yang mirip dengan masa lalunya. Apa gunanya dia mengorbankan segala hal yang harusnya sudah Aletta dapatkan di Jakarta kalau Bandung ternyata sama saja.
Teriknya matahari siang itu tidak membuat Aletta menyingkir barang sejenak untuk mencari tempat duduk yang lebih teduh. Tidak, pikirannya hanya terfokus pada penyesalan dan umpatan-umpatan yang dia lontarkan dalam hati. Tentang bagaimana skenario semesta yang tak pernah dia mengerti, tentang jalan hidupnya yang sulit sekali untuk ditebak apa yang besok akan terjadi.
Aletta sudah pergi jauh dari hidup Hazel, bahkan kalaupun dia mau, Aletta tak akan pernah kembali ke Jakarta sebelum semua tentangnya sirna. Ya, itu tujuan awalnya. Seperti yang sudah dia katakan. Akan tetapi, bagaimana itu akan terjadi kalau yang akan Aletta lihat tiap harinya adalah laki-laki yang mirip sekali dengan Hazel.
"Liatin siapa hayo loh!" Aletta sedikit tersentak karena perkataan Grissel yang tiba-tiba hadir di sebelahnya. Grissel tidak mengejutkan perempuan itu seperti di toilet tadi, namun pikiran Aletta yang tengah melayang jauh membuat perempuan itu tidak fokus sama sekali dengan apa yang ada di hadapannya saat ini.
"Ngeliatin Kak Samudera, ya, lo?" cecar Grissel yang langsung turut melihat ke arah pandang Aletta sejak tadi.
"Kak Samudera?" tanyanya.
"Iya, lo dari tadi liatin Kak Samudera, kan? Tuh yang pake baju biru!" ucapnya sembari menunjuk dengan gerakan bibirnya yang dia majukan.
Aletta hanya diam, tepat sesuai sasaran.
"Kok lo bisa tau kalo gue liatin dia?" Aletta kembali bertanya, sebab dia heran mengapa Grissel bisa langsung menebak dengan tepat begitu saja sedangkan laki-laki—yang katanya—bernama Samudera itu ada di antara kerumunan teman-temannya.
"Nggak heran kalo ada orang yang naksir Kak Samudera, bukan cuma lo doang soalnya," kekeh Grissel.
"Termasuk lo juga dong berarti?" cecar Aletta.
Grissel mengerutkan kening menatap perempuan di hadapannya.
"Gue? Nggak dulu deh!" tukas Grissel, menyisakan tanda tanya dalam kepala Aletta.
"Tapi saran gue jangan deh, lo cari yang lain aja," sambungnya.
Kali ini Aletta yang mengerutkan keningnya. "Emang kenapa?"
"Dia pinter, rajin, baik, sopan, pokoknya semua hal yang baik-baik tuh ada di dia, makanya gue bilang nggak heran kalo ada yang naksir sama dia," tutur Grissel. Aletta masih senantiasa menyimak, belum mendapatkan apa yang Grissel katakan tadi.
"Tapi cueknya minta ampun, kalo lo bukan temen dia, jangan harap dia bakal nyapa lo. Pun kalo lo nyapa dia duluan, dia pasti jawabnya dingin gitu kayak nggak niat. Jadi sebelum lo sakit hati karena dikacangin, mending ga usah ngecrushin dia, oke?" Grissel mengacungkan jempolnya tepat di hadapan Aletta.
Perempuan itu tertawa. " Apa sih! Siapa juga yang naksir sama dia? Lagian gue ngeliatin dia karena mukanya familiar aja."
Mendengar itu, Grissel justru menggoda Aletta lebih jauh.
"Keinget siapa hayo!"
"Apaan si Sel, ah! Rese lo!" cetus Aletta mendorong bahu Grissel agar menjauh darinya sedikit.
Apa yang Grissel katakan tentang Samudera tadi, sangat cukup untuk membuat kenangan yang bersarang di memori Aletta berlayar ke dua tahun lalu dimana dirinya dan Hazel belum saling mengenal.
Sialnya, sifat Hazel dan Samudera tidak jauh berbeda. Keduanya sama-sama cuek dan dingin walaupun Aletta belum sepenuhnya tahu bagaimana sifat Samudera yang sesungguhnya.
Lihat, lihat bagaimana semesta mempermainkan Aletta.
Harusnya saat ini meski perlahan, Aletta sudah bisa—setidaknya—sedikit saja menyingkirkan segala hal yang berhubungan dengan Hazel dalam pikirannya bukan malah semakin dibuat bernostalgia di masa lalunya.
Aletta seperti hidup di dunia baru namun dengan kepingan perjalanan yang sama seperti dulu.
Aletta tidak mengerti, tetapi sejak hari itu Samudera menjadi seseorang yang selalu Aletta cari dimana pun dia berada.
***
Thanks for reading
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever
Teen Fiction"Jadi, cita-cita lo apa?" "Gue mau jadi orang terkaya di dunia. Terus nanti kalo diundang ke acara-acara tv, gue bakal kenalin istri gue. Namanya Aletta." Sebuah harapan yang dimiliki oleh setiap orang tentunya sangat beragam, sama halnya seperti Al...