Suara langkah kaki menderu di seluruh penjuru, dengan tergesa Aletta berlari menuju kelasnya. Ini sudah lewat dari jam masuk dan sialnya perempuan itu terlambat bangun hari ini.
Peluh lelah kini mengalir melewati pelipisnya, membuat rambut-rambut halus terlihat sedikit mengkilap. Tak ada lagi waktu untuknya bahkan sekedar mengelap keringat yang mulai berjatuhan, Aletta panik setengah mati.
Masalahnya, pelajaran pertama adalah milih guru yang terkenal lumayan galak, tentu saja Aletta tidak ingin itu menjadi bencana untuk harinya meski dia sendiri tahu bahwa ini adalah kesalahan yang dia buat sendiri.
Dalam hati, Aletta terus bergumam semoga ada keajaiban seperti apapun itu agar dia bisa masuk dengan tenang ke kelasnya saat ini, namun melihat seluruh kelas yang sudah memulai pelajaran dengan tenang, Aletta tidak yakin kalau keajaiban itu akan datang padanya.
Akan tetapi, siapa sangka jika pikiran buruknya justru tidak benar-benar terjadi kali ini? Sebab sang guru belum juga masuk ke kelasnya. Helaan nafas lega dapat Grissel dengar dengan jelas kala perempuan itu menghempaskan tubuhnya di kursi sebelah. Grissel hanya bisa menggelengkan kepala dibuatnya.
"Tumben lo kesiangan," ucapnya.
Aletta tidak menjawab, sibuk mengatur napasnya yang tidak karuan.
"Ta, gue udah kirim fotonya." Kali ini bukan suara Grissel yang terdengar di telinga Aletta, melainkan suara berat seseorang yang semalam baru saja dia temui.
Ical berdiri tepat di depan Aletta begitu dirinya mendongak untuk memastikan, melihatnya Aletta hanya bisa menganggukkan kepala tanpa bertanya.
Laki-laki itu menarik kursi di depan meja Aletta, kemudian duduk di sana sembari menatap perempuan yang senantiasa masih memperbaiki keadaannya yang kacau. "Gue kirim yang lo foto, sih. Soalnya gue liat juga lebih bagus potretan lo."
"Hah? Serius lo?!" Aletta terkejut bukan main, padahal dirinya sudah menentukan foto mana yang akan dikirim ke panitia lomba saat di cafe kemarin, namun Ical malah mengubahnya tanpa memberi tahu Aletta.
"Iya, udah gue konfirmasi ke Kak Sam juga, sih. Dia bilang oke," tuturnya.
"Dia oke, gue nggak oke!" ketus Aletta.
Ical hendak bangkit dari duduknya, laki-laki itu tertawa melihat raut wajah Aletta sekarang. "Udah, lo percaya aja sama gue, oke?" balasnya kemudian pergi dari sana.
"Sejak kapan lo deket sama Ical?" Tatapan Grissel tampak mengintimidasi Aletta setelah Ical menjauh, menaruh curiga pada perempuan itu sebab sebelumnya Aletta jarang mengobrol dengan Ical.
"Sejak gue dipaksa ikut lomba sama kating kebanggaan lo itu, tapi gue ga sedeket itu, ya, sama dia!" pungkasnya. Ya, Aletta sudah menduga hal ini akan terjadi padanya.
Grissel memutar bola matanya tak percaya, lalu menjauhkan badannya dari samping Aletta ketika Pak Deden—guru matematika—masuk beberapa menit setelahnya.
...
Semilir angin menampar halus pipi Aletta, sebelah tangannya memegang sekotak susu rasa coklat kesukaannya, sedangkan tangan lain merapikan anak rambut yang ikut mengudara. Lapangan basket menjadi salah satu tempat yang dia sukai selain taman sejak ada di sekolah ini untuk menikmati waktu istirahatnya. Alasannya karena dulu Aletta bisa dengan leluasa melihat keberadaan Samudera dari arah sini, hingga saat ini pun masih, hanya saja tak seperti dulu lagi.
Perempuan itu sadar kalau akhir-akhir ini Hazel tak pernah muncul dalam pikirannya, entah mengapa. Tidak mungkin karena beberapa hari belakangan dirinya tidak bertemu dengan Samudera, 'kan? Aletta sendiri sudah menyadari bahwa kedua laki-laki itu memang berbeda. Meski sering kali hati dan pikiran selalu tak sejalan.
Tiba-tiba saja pikirannya melayang pada dua hari lalu, dimana Aletta terbangun dengan perasaan yang amat kesal. Mimpi itu datang lagi. Mimpi serupa ketika pertama kali Aletta pindah ke sini, dimana dirinya bertemu Hazel di suatu tempat.
Aletta tidak tahu pasti itu ada dimana, dia hanya ingat sebuah jalan raya besar dan Hazel tiba-tiba muncul menariknya untuk berlari secepat mungkin. Beberapa orang di belakangnya tengah mengejar mereka. Dalam mimpi itu, Aletta senang karena bertemu kembali dengan Hazel, tetapi dia juga bingung dengan keadaannya saat itu.
Dalam pelariannya, Hazel mencari tempat yang aman untuk bersembunyi, apalagi Aletta sudah hampir kehabisan tenaga. Tak lama matanya menatap sebuah ruko di samping kiri, langkah kakinya sontak berubah ke arah sana.
Seperti nyata, Hazel benar-benar ada di depan mata Aletta. Sosok laki-laki yang sudah lama tidak pernah dia jumpai raganya, kini justru bisa dia dekap semaunya. Jujur saja, Aletta masih sering merindukan Hazel.
"Kita diem di sini dulu, sampe orangnya pergi," ucap Hazel.
"Dia siapa?"
Hazel yang semula terus melihat ke arah luar guna mengecek kondisi sekitar, kini berpaling ke arah Aletta. Netra mereka bertemu, binar mata saling rindu itu akhirnya jumpa dalam satu waktu yang tak terduga. Hazel tersenyum, begitu pula dengan Aletta.
"Di sini ga aman, Ta, lo tunggu di sini dulu sampe situasinya aman. Gue bakal cek keluar, nanti gue jemput lagi di sini," titah laki-laki itu.
Namun, Aletta ingat dengan kata-kata yang sama persis diucapkan oleh Hazel beberapa waktu lalu, janji untuk menjemputnya.
"Kapan?" Aletta bertanya seraya menggenggam tangan besar milik Hazel. Pemilik senyum yang indah itu hanya diam, kemudian berlari keluar setelahnya.
Sampai detik ini, Aletta tidak pernah mengerti mengapa mimpi itu selalu berakhir ketika Aletta menanyakan kapan Hazel akan kembali menjemput dirinya. Selalu berulang seperti itu. Sebuah mimpi yang tidak pernah ada jawabnya.
Aletta muak, tetapi sialnya dia tak tahu caranya berhenti. Ada sebagian dari diri Aletta yang menetap di sana, menunggu Hazel kembali lagi seperti yang terakhir kali dirinya katakan. Walau sebagian dari dirinya lagi lebih banyak memutuskan untuk menyerah dan berusaha menerima keadaan bahwa Hazel memang tak pernah ditakdirkan untuknya.
Ya, terkadang memang tak semua perasaan bisa mendapat jawaban, juga tak semua rasa sayang bisa mendapat balasan.
***
Thanks for reading
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever
Teen Fiction"Jadi, cita-cita lo apa?" "Gue mau jadi orang terkaya di dunia. Terus nanti kalo diundang ke acara-acara tv, gue bakal kenalin istri gue. Namanya Aletta." Sebuah harapan yang dimiliki oleh setiap orang tentunya sangat beragam, sama halnya seperti Al...