Bulan, gadis pendiam yang selalu menenggelamkan diri pada waktu yang terus bergerak tanpa bisa ia cegah.
Di dunia tidak banyak yang dapat dipercaya dengan senang hati, terlebih jika seseorang telah mengalami apa itu ditinggalkan, bagaimana rasanya d...
Silahkan klik bintang, sebagai dukungan. Terimakasih♡
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
'Aku bahkan tidak tahu, apa arti kehadiranku di dunia ini.' - Bulan
{ A N G K A S A & B U L A N }
Bulan sampaikerumah tepat pukul 00:30.
Bulan mengulurkan tangannya untuk membuka pintu yang menjulang tinggi agar ia bisa masuk kedalam ruangan yang orang lain anggap sebagai rumah tempat pulang, berteduh dan beristirahat. Namun, lain halnya dengan Bulan. Ini bukan rumah untuk pulang, melainkan ini adalah tempat dimana mental, dan batinnya digerogoti.
Saat pintu telah terbuka, dengan segera Bulan melangkah masuk ke dalam rumah tersebut, dengan langkah gontai dan malas ia terus melangkah menaiki anak tangga secara bergantian.
Baru beberapa langkah, kaki jenjangnya terhenti dipertengahan anak tangga yang menuju ke lantai atas. Lampu ruang bawah seketika hidup menerangi ruangan yang awalnya gelap gulita.
Bulan tidak bergeming, ia hanya diam ditempat, matanya terpejam menanti hal yang selalu ia lewati setiap kali ia menginjakkan kaki dirumah itu.
"Bagus! Kau baru pulang di waktu yang sudah sangat larut?" bentak seseorang dari bawah, Arsen. Ayah kandung Bulan.
Belum sempat Bulan menjawab, suara Ayah nya kembali terdengar. "Apa kau melacur diluar sana?"
Bulan menarik nafasnya pelan sebelum menghembuskan nafasnya berlahan, tubuhnya berbalik menghadap Arsen yang ada di ujung tangga yang tengah melemparkan tatapan nyalang.
"Apa peduli mu?" tanya Bulan dingin.
"Apa peduliku? Apa kau ingin membantu Ibumu yang menjijikkan itu, untuk mempermalukan ku?"
"Apa aku ini masih anakmu?" Bulan kembali bertanya.
"Jika aku tidak memandang mu sebagai putri ku, bisa aku pastikan. Kau! Tidak berada dirumah ini lagi!" bentak Arsen penuh dengan penekanan.
"Usir Lah aku, jika kau mau. Aku tidak keberatan." ujar Bulan dengan tangan mengepal menahan sesak.
"Kau! Sungguh anak yang tak tahu berterimakasih, tak berguna!" Arsen bersiap mendekati Bulan dengan tangan yang telah terangkat ingin melayangkan tamparan ke wajah putri kandungnya sendiri.
Tepat saat Arsen ingin menginjakkan kakinya dianak tangga pertama, bahunya ditahan oleh seorang wanita paruh baya.
"Bulan. Apa kamu tidak merasa kasihan kepada, Ayahmu?" ujar Regina selaku Ibu Tiri dari Bulan.
Bulan memutar bola matanya malas, dan berbalik membelakangi Arsen dan Regina.
"Aku tidak pernah berfikir, bahwa rasa iba ku diperlukan dirumah ini!" ucap Bulan ringan, dan menjauh dari sepasang suami-isteri itu.