⁰⁰

6K 345 4
                                    

Original story by pachyseong



"kamu manis banget sih"

"Renjun, enggak mau suka sama aku?"

"Tenang aja, aku bakalan tanggung jawab kalau terjadi apa-apa sama kamu"

Renjun menggeleng kuat, penyesalan bahkan udah enggak berguna samasekali sekarang. Seharusnya dia enggak setolol itu, kasih sesuatu yang seharusnya dia jaga ke seseorang yang belum tentu sepenuhnya baik.

Tapi, apa gunanya kalau pun dia nyalahin diri sendiri? Udah terlanjur. dia udah nyebur di kubangan lumpur, kotor.

"Jeno harus tau ini"

Renjun bahkan enggak bisa nangis, dia ngeluarin air mata pun enggak akan ngerubah apa-apa. Janinnya bakalan tetep tumbuh di dalam sana, kecuali kalau dia niat mau jadi pembunuh. Tapi enggak, renjun bukan orang jahat, dia akan jaga bayinya.

Tanpa pikir panjang, renjun segera menghubungi nomor jeno yang memang sudah tersimpan di kontaknya.

"Jeno pasti mau tanggung jawab"

Dia masih terus berpikiran positif, semuanya akan baik-baik aja. Jeno lelaki baik, selama ini dia di perlakukan dengan manis.

Jeno pasti mau menerima kabar ini kan? Jeno pasti mau tanggung jawab buat jadi ayah kan?

Mendadak kepalanya pusing, nomor jeno tidak bisa dihubungi cukup menjadi alasan tangannya yang kini terasa kaku.

Memang akhir-akhir ini mereka jarang berhubungan lagi, tapi itu karena masing-masing dari mereka sibuk. bukan karena ada masalah besar.

Lelah, renjun memilih menghubungi Taeyong, kakak tingkat yang memang dekat dengannya.

"Halo kak Taeyong" renjun mengatur nafasnya yang agak memburu, karena tiba-tiba banyak spekulasi buruk yang menghantam otaknya.

"Iya renjun, ada apa?"

"Em anu—apa kakak lagi sama jeno?" Renjun menggigit bibir bawahnya "aku telfon dia tapi enggak aktif"

"Loh, kamu enggak tau?" Renjun mulai ketar-ketir, apa yang dia enggak tau. "Jeno ke Paris, kuliah disana. Baru tadi pagi berangkat, mungkin sekarang belum sampe mangkanya hpnya enggak aktif"

Bahu renjun turun, kepalanya benar-benar akan pecah. Tubuhnya lemas, bahkan kalau dia tidak sedang duduk mungkin saja dia sudah terjatuh.

"Oh" renjun mengatur ulang nafasnya yang tercekat. Pikirannya semakin keruh, tadinya dia bisa membohongi diri sendiri untuk tetap tenang, tapi sekarang tidak.

Pikiran buruk tentang apa yang terjadi kedepannya membuatnya semakin takut. Apa dia bisa berjuang sendirian?

"Kamu enggak dikasih tau emang?"

"Hm, enggak kak. Yaudah kalau gitu makasih ya kak"

Telepon ditutup, dan renjun sudah tidak bisa lagi untuk membendung air matanya yang terkumpul semakin banyak.

Orang-orang pasti akan menjauhinya. menganggapnya buruk, lalu banyak dari mereka yang akan melemparinya dengan tatapan sinis dan kalimat-kalimat cemoohan.

Renjun tidak bisa menghindari itu, tapi dia juga tidak bisa mengelak dari takdir yang sudah terjadi.

Akan ada hukuman untuk setiap kesalahan, dan dia akan tetap menjalani hukuman yang diberikan Tuhan.

Renjun mengelap air yang membasahi pipi putihnya, "kita akan berjuang, kamu jadi satu-satunya alasan kenapa aku harus bertahan"

Mengelus perut ratanya, dia tidak akan membenci anaknya. Kalaupun ada yang bisa disalahkan, maka orang itu adalah dirinya sendiri.







tbc

hєllσ ραρα° [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang