⁰⁴

2.4K 269 1
                                    

Jeno baru saja menyelesaikan tugas kuliahnya. Ah, kenapa tugas harus semenumpuk ini? belum lagi dia harus belajar bagaimana cara mengurus perusahaan ayahnya yang suatu saat nanti akan diwariskan padanya.

Sumpah demi apapun, mengurus perusahaan seperti ini bukanlah cita-citanya. Dia tertarik dengan ilmu kedokteran, tapi apa daya dia yang anak tunggal harus meneruskan bisnis keluarga.

Menyebalkan.

Seberapa keraspun dia menolak tentu tidak bisa, termasuk menolak untuk kuliah di luar negeri.

Jeno mengetuk layar ponselnya, mencari nama seseorang yang ia kenal. Ah, sudah lama sekali tidak menelepon Taeyong. Orang yang menjadi kakak sekaligus temannya itu.

"Halo kak Taeyong, apa kabar?" Suara Jeno terdengar agak serak, seingatnya ia jarang sekali minum air mineral.

"Oit, jen kukira kau melupakanku" tawa dari sebrang sana mengudara, membuat Jeno ikut tersenyum.

"Kakak tau tugas-tugas sialan itu membuatku kehilangan waktu bersantai" keluhnya.

Taeyong terkekeh "itu sudah menjadi kewajiban calon penerus Loonaria company"

Loonaria adalah perusahaan milik ayahnya, bergerak di bidang perhotelan dan kini sudah ada cabang di Paris oleh karena itu Jeno diharuskan untuk ikut berkuliah di sana.

"Aku ingin kabur saja kak, tidak kuat lama-lama" Jeno memijat pelipisnya.

"Hei, Lee Jeno yang ku tau tidak selemah ini. Apa-apaan itu, kabur?"

Jeno menarik nafas, "kakak tau, aku ingin kembali ke Korea"

Penelepon di seberang sana berdehem, "merindukannya?"

Jeno mengangguk, yang sudah jelas kalau Taeyong tidak akan bisa melihat itu. "Ya" jawabnya seadanya "aku sudah jadi seorang pengecut, pergi darinya tanpa ada kabar beberapa bulan ini. Aku seperti seseorang yang sedang melarikan diri kak, aku bahkan tak bisa  menjaga kata-kataku untuk selalu ada di sampingnya."

Taeyong ikut prihatin, dia sangat mengerti bagaimana perasaan Jeno saat ini. Pergi ke Paris bukan keinginannya, pun termasuk meninggalkan renjun itu bukan kehendaknya.

Tapi jika ia memberitahu pun, dia tidak ingin menyakiti renjun. Jeno pergi agar ia terlihat seperti seorang bajingan, dengan begitu renjun dengan mudah membencinya lalu melupakannya.

Pikirannya sebuntu itu, dia tidak mau memahami hal-hal lain yang berbeda dari pikirannya. Harusnya dia sadar, kalau renjun tidaklah seperti apa yang dia kira.

Renjun masih mengingatnya, masih menunggunya dengan perasaan yang sama walau hatinya sudah terlampau sakit selama ini.

"Kalau rindu bilang, hubungi dia" titah yang lebih tua "jangan biarkan pikiran-pikiran bodoh menguasaimu"

Jeno tertawa remeh untuk dirinya sendiri "aku takut, aku yang gagal melupakannya kak– dia pantas berbahagia dengan orang lain"

"Kau terus-terusan membohongi hatimu, mau sampai kapan? Apa kau akan terus-menerus seperti ini?"

"Kak, aku sadar aku tidak bisa memberikannya kebahagiaan" Jeno menjeda kalimatnya "ibuku tidak bisa dengan mudah menerimanya jika kami bersama, kakak tau status sosial sepenting itu untuknya" Jeno berujar prustasi, dia ingin bersama renjun— sangat. Tapi di satu sisi, dia tidak bisa membantah ibunya.

Jeno sudah pernah menceritakan renjun pada Yoona— ibunya, lalu tanpa berpikir panjang wanita itu langsung menentang hubungan mereka.

"Kak, tolong bisakah kau menjaga renjun untukku?"

hєllσ ραρα° [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang