¹⁶

3.6K 224 23
                                    

bugh

Jeno jatuh tersungkur, pukulan ayahnya tidak main-main. Wajahnya sudah memar akibat hantaman dari kepalan tangan sang ayah yang entah sudah berapa kali.

"Papa tidak menyangka kau akan melakukan hal seperti ini" tuan Lee berseru, beliau memijat pelan keningnya, prustasi.

Sementara di sebelah sana park xiyeon terisak keras dengan nyonya Lee yang terus memeluk sembari mengelus punggungnya berusaha menenangkan.

Jeno berani bersumpah, ia tidak menyentuh park xiyeon. Tapi entah kenapa gadis itu terus bersikeras mengatakan kalau Jeno telah menodainya.

"Kau terus menolak perjodohan ini, tapi sekarang apa, ha?" Tuan Lee meraih kerah kemeja putra kesayangannya untuk dipaksa berdiri "APA YANG KAU LAKUKAN, BRENGSEK?!"

Jeno terkatup, ia berdecih dalam hati. Sepatah kata yang ia keluarkan untuk membela diri sendiri pun tidak akan di dengar oleh orang tuanya, mereka tidak pernah memiliki kepercayaan padanya yang padahal anak kandungnya sendiri.

"Paman, a-aku tidak apa-apa— hiks" suaranya dibuat selirih mungkin, hingga tuan dan nyonya Lee berhasil merasa iba padanya "i-ini kecelakaan"

Jeno mendengus jijik, licik sekali. Kalau memang xiyeon menerima ini adalah sebuah kecelakaan, kenapa ia harus datang kerumahnya lalu meraung-raung seperti ini.

"Tidak nak, Jeno akan tetap bertanggung jawab atas perbuatannya padamu" sang ibu mengusap pipi tirus gadis bermarga park tersebut.

"Bahkan kalian lebih mempercayai wanita itu" Jeno tersenyum miris, lalu mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah.

"DIAM KAU BAJINGAN" teriakan sang ayah kembali memenuhi ruang keluarga.

"Ya pa, aku ini bajingan" Jeno melangkah ke depan sang ayah. "Apa papa masih aku mengakui ku? Kenapa papa tidak membiarkan aku pergi saja?"

Orang yang memiliki tugas sebagai kepala rumah tangga tersebut nyaris kehabisan kesabaran, beliau sudah mengepalkan kembali tangan kanannya tapi tidak sampai melayang.

"Tidak, karena setelah ini kau akan tetap menikahi xiyeon sebagai bukti tanggung jawab!"

Setelah mengutarakan kalimat tersebut tuan Lee beranjak dari dana, dadanya agak sesak karena semakin lama memandang laki-laki satu-satunya itu.

"Ayo nak, ikut mama. Kamu tidak usah memikirkan masalah ini, Jeno pasti bertanggung jawab"

Suara sang ibu memang pelan, tapi Jeno masih bisa mendengar dengan begitu jelas. Ayolah, ruangan luas ini sepi hanya diisi dengan isakan buaya oleh wanita bermarga park itu.

Jeno melirik melalui ekor matanya, ia menatap lurus ke depan tanpa menoleh hingga mereka semua pergi meninggalkannya sendirian.

Ia berteriak, menjambak surai gelapnya yang mulai memanjang karena belum sempai dicukur.

Keputusan kedua orang tuanya selalu bersifat mutlak, tidak ada yang bisa ia lakukan.

Tidak, karena Jeno selalu menganggap bahwa dirinya adalah pecundang yang tidak bisa pergi dari penjara kedua orang tuanya.

•••

Renjun meringkuk di sebelah ranjang. Setelah membaca pesan lumayan panjang yang ia yakini itu dari Jeno— karena nomor tersebut tidak ada dalam kontaknya.

Ia menangis, hingga tersedu-sedu.

Huang renjun, bunga matahariku yang indah. Maaf, aku masih berani mengirimi mu pesan seperti ini. Aku merasa terlalu lemah karena tidak bisa membawamu dalam kehidupan yang membahagiakan.

hєllσ ραρα° [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang