⁰⁹

2.2K 233 1
                                    


Jeno melangkah tergesa. ia tahu ini sudah sangat mepet sekali dari jam besuk, tapi sialnya ia memang baru bisa datang ke rumah sakit sekarang.

Tadinya dia ingin datang setelah mendapat kabar, tapi lagi-lagi dia tertahan hanya karena harus menemani calon tunangannya ke pesta temannya. Tidak penting, tapi dia tidak bisa menolak.

Jeno harap dia bisa bertemu renjun, ia harap pemuda manis yang pernah menjalin hubungan dengannya itu dalam keadaan baik-baik saja. Ia khawatir kalau renjun kenapa-kenapa.

Jeno berdiri tepat di depan ruang rawat renjun. Merasa ragu, karena ia takut renjun sedang tidak sendirian. Ia takut renjun berubah membencinya, ia takut renjun melupakannya. Padahal memang itulah yang ia harapkan dari awal kepergiannya.

Tapi jujur, Jeno tidak siap jika itu benar-benar terjadi. Jeno tidak siap menatap binar mata penuh kasih yang dulu hanya tertuju padanya kini menghilang.

Sikapnya seperti seorang pengecut, bahkan memegang kenop pintu saja ia ragu. Sedikit mengintip dari kaca transparan yang ada di pintu, memastikan, dan untungnya renjun sendiri.

Ah, jantungnya kembali berdebar kencang. Ia mampu melihat pemuda Huang kesayangannya dari sini meski samar-samar, masih terlihat manis.

Dengan sekali tarikan nafas panjang, Jeno mengangguk mantap. Ia berhasil mengalahkan egonya, ia melangkah masuk lalu kembali menutup pintu kamar dengan pelan.

Langkahnya pelan sekali karena ia tidak ingin mengganggu renjun yang terlelap. Jeno belum sepenuhnya sadar kalau di dalam ruangan ini renjun tidak sendirian.

Hingga begitu dia hampir mendekati brankar, pandangannya teralihkan oleh box bayi yang berada di sebelah kanan renjun.

Tubuhnya mendadak dingin, jantungnya belum bekerja normal. Ia dengan refleks memusatkan perhatiannya pada box bayi tersebut.

Anakku?

Jeno melangkah mendekat, namun sedetik kemudian bahunya mendadak melemas.

Jung chenle

Jadi benar, bayi mungil berjenis kelamin laki-laki ini bukan putranya? Tapi kenapa perasaannya seolah mengatakan kalau bayi ini adalah darah dagingnya.

Jeno berani sumpah wajahnya mirip sekali dengannya, perpaduan wajahnya juga wajah renjun.

"Kau siapa?"

Jeno tersentak, suara lirih itu terdengar merdu begitu menyapa indra pendengarannya.

"Temannya Mark hyung?"

Sontak Jeno menoleh membuat pandangan mereka beradu. Bagaimana mungkin Jeno ada di sini, ia yakin ia sedang tidak bermimpi.

"J-jeno?"

Jeno tersenyum, mengangguk kecil lalu beringsut mendekat. Menunda niatnya yang tadinya akan menyapa bayi mungil tersebut.

"Hai renjun, ini aku" Jeno berdiri tepat di sebelah renjun membuat pemuda manis itu mendongak "aku merindukanmu" lirihnya.

Renjun ingin sekali berteriak, ingin memukuli tubuh tegap disebelahnya ini, tapi bisa dia lakukan hanya terisak "mau apa kamu?"

Jeno mengulur tangannya untuk menggenggam jemari lentik renjun, tapi dengan cepat pemuda manis itu menepisnya.

Jeno tersenyum miris, dia tau renjun akan membencinya.

"Ren, maaf aku meninggalkanmu selama ini"

Renjun menggeleng, bulir bening mengalir dari sudut matanya "tidak perlu minta maaf"

"Tapi aku harus"

Renjun diam, mengalihkan pandangannya ke arah langit-langit kamar. Ia benci sekali dengan jantungnya yang masih berdetak kencang saat menatap Jeno, ia benci dengan dirinya sendiri yang belum bisa melupakan Jeno.

"Oh iya, selamat ya atas kelahirannya. Bayimu lucu"

Nafasnya tercekat, ia tidak bisa menyembunyikan bayinya dari Jeno.

Perasaan takut tiba-tiba menyergapnya. Ia takut Jeno melakukan hal buruk pada bayinya, ia takut Jeno menolak anaknya kalau dia tahu.

"Iya"

Singkat, renjun masih membuang pandangannya dari Jeno.

Seharusnya renjun berbicara panjang lebar, menjelaskan kalau bayi yang dia bilang lucu itu adalah anaknya, darah dagingnya. Harusnya renjun mengaku.

Tapi renjun mendadak diam. Tidak bisa, tidak mungkin jeno mengakui anaknya kan?

"Renjun, maaf kalau aku mengatakan ini. Tapi apa benar chenle anakku?"

Renjun menelan salivanya dengan sudah payah.

"Aku merasa kalau aku memiliki ikatan dengannya"

Renjun hendak membantah, tapi belum sempat membuka suara tiba-tiba bayinya menangis. Sial sekali ia kesulitan bergerak karena bekas operasi. Tapi dengan langkah sigap Jeno menoleh, tanpa ragu ia mengangkat tubuh kecil chenle yang menangis dengan nyaring.

"Ssttt... sayang" Jeno menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri sambil mem-puk-puk bayi laki-laki tersebut, hingga akhirnya tangisnya mereda. Renjun tertegun, ia tidak bisa memungkiri kalau ia juga menginginkan anaknya mendapat pengakuan dari ayah kandungnya.

"Kurasa chenle haus, akan ku bantu buatkan susu" Jeno memberikan chenle pada renjun.


Cklek


Mereka sontak menoleh ke arah pintu.

"Hyung?"









tbc

hєllσ ραρα° [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang