"03". Who?

224 51 7
                                    

HAPPY READING!

Enjoy ✨️


——)//(——




Ketika kembali ke dalam rumah, suara ketukan pintu masih terdengar. Licia mendesah pelan. Berat langkah kakinya menuju pintu. Dengan wajah cemberut dan lesu, Licia membuka pintu. Seseorang dibalik pintu itu nampak antusias untuk bertemu Licia, namun sorot antusias itu redup seketika begitu melihat Licia tidak muncul seorang diri.

"Lice, siapa dia?" Tanyanya, tak lupa memanggil Licia dengan nama pendeknya.

Sejenak Licia tergugup. Bibirnya terbuka hendak menjawab. Tapi, Teon lebih dulu melakukan itu untuknya. "Aku calon suaminya." Ucap Teon, sesuai permintaan Licia.

Sempat terkejut, seseorang itu tidak dapat langsung menerima pernyataan Teon. "Tidak mungkin, Lice. Kau tahu aku tertarik padamu dan berniat untuk melamarmu ketika musim berganti."

"Baru berniat, kan? Aku sudah melakukannya. Kami akan menikah segera. Ada apa tujuanmu datang kemari?" Teon melihat seseorang itu tidak datang seorang diri. Nampak satu orang lainnya yang berada di belakang dengan membawa dua ikat kayu bakar di pundaknya dan tiga ikat sudah tergeletak di dekat kaki mereka.

Teon membaca apa niat seseorang itu.

"Lou, sudah aku katakan tidak perlu selalu membawa kayu bakar untukku." Jadi, namanya adalah Lou. Batin Teon.

"Sebaiknya kau kembali dan bawa semua bawaanmu. Terima kasih, tapi kami sudah memiliki banyak kayu bakar. Benar kan, Sayang?"

Meski tergagap, Licia mencoba menjawab senatural mungkin. "Y..ya, benar."

Lou nampak kesal dan tangannya mengepal tanpa sadar. Tanpa mengucap apapun, pemuda itu pun berlalu dan diikuti oleh pesuruhnya tanpa membawa kayu bakar yang tergeletak.

Teon menatap kayu bakar tersebut usai Lou dan pesuruhnya menghilang dari pandangan. "Aku akan menepikannya. Kalau-kalau orang itu kembali dan menagih apa yang coba ia beri."

Helaan napas pelan dari Licia terdengar. Disusul anggukan lemah yang menandakan bahwa seperti itulah seharusnya.

Usai berurusan dengan Lou yang ternyata memang kerap Licia alami, mereka pun kembali masuk.

Licia melanjutkan aktivitasnya yang tertunda, yaitu mandi. Sedangkan Teon akan menunggu di kamarnya sembari beristirahat.

Kala melangkah menuju kamar, Teon melihat tumpukan kayu bakar yang berada di dekat perapian. Tidak cukup banyak hingga ia berpikir untuk menunda istirahatnya dan pergi mencari kayu bakar di hutan.

"Licia, aku akan pergi ke hutan sebentar." Pamitnya, di dekat bilik mandi yang terdengar suara gebyuran air dari luar. Teon pergi dari sana tanpa sahutan balas dari Licia. Ia lantas keluar, pergi ke hutan yang cukup jauh jika berjalan kaki. Berbekal kapak, tali, dan penerangan berupa obor, Teon berjalan ke hutan.

Tidak banyak orang yang ia temui di perjalanan, semenjak senja yang jingga berubah padam. Meski gelap, tapi sama sekali tidak melunturkan semangat Teon untuk mencari kayu bakar. Terbukti setelah setengah jam, ia berhasil mengumpukan sebanyak lima ikat kayu bakar. Melihat banyaknya, Teon rasa sudah cukup untuk persediaan beberapa hari ke depan. Selebihnya, ia mungkin bisa mencari esok hari. Ia harus segera kembali karena takutkan Licia mencari dan di rumah seorang diri.

Juga, udara semakin dingin. Teon tidak memakai pakaian tebal.

Dalam perjalanan pulang membawa lima ikat kayu bakar, ia nampak kesulitan membawa obornya. Sudah separuh jalan dan Teon mengambil waktu untuk istirahat sejenak. Angin bahkan membuat api obornya mati sehingga ia harus berusaha menyalakannya kembali.

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang