"06". Dinner

117 26 8
                                    

Meja makan yang biasanya diselimuti obrolan ringan nan santai, kini sedikit heboh karena adanya R. Tidak dapat dipungkiri R menjadi salah satu energi tambahan di rumah ini, yang sayangnya itu justru membuat Teon sangat ingin menyumpal mulutnya. Tapi ketika melihat bagaimana ocehan R membuat Licia tertawa lebar dan terpancing untuk berceloteh juga, membuat Teon mengurungkan niatnya. Selagi Licia tertawa dan bahagia, maka Teon akan mengubur niat jahat itu.

"Kau tahu, ada banyak rusa di hutan timur dan mereka sangat damai sebelum para pemburu itu mengacau." Kini Licia mencebik geram. Gadis itu pasti tengah membayangkan wajah licik pemburu yang mengakibatkan rusa di hutannya itu habis sehingga tersisa sedikit.

"Mereka sangat biadab! Mengapa harus mengoleksi tanduk rusa sebagai kesenangan? Memang gila." sambung gadis cantik itu. Dua perempuan di hadapannya sibuk berbincang dan Teon dengan damai mendengarkan. Sepasang netra pemuda itu lekat menatap wajah ceria Licia, pada senyum lebar yang tercipta, dan pipi gembul yang terangkat menggemaskan ketika tertawa. Teon akui dia adalah seorang pengembara yang beruntung karena dipertemukan dengan gadis seistimewa Licia. Istimewa pada pribadinya, tutur katanya, dan perlakuannya pada orang lain. Desir yang muncul di dadanya kembali memberikan sengatan pada cacat di wajahnya, tapi kali ini ia akan menahannya. Sama sekali tak ingin jika nanti erangannya dapat mengganggu perbincangan yang berlangsung hingga membuat Licia berhenti tertawa. 

Teon akan menahannya, sungguh. Sampai cacat hitam di wajahnya sedikit berubah warna menjadi kemerahan dan Licia menyadarinya. Tepat setelah R pamit untuk pergi dengan berjalan keluar hingga tubuhnya memudar, Licia melihat bagaimana cacat hitam di wajah Teon sedikit berubah warna menjadi kemerahan. Teon tak menyadarinya, tetapi wajah khawatir si gadis lah yang menjadi pertanda. Ada masalah. 

"Ada apa, Lice.." wajah Teon tak kalah cemas. Ia bertanya pelan dan Licia mencoba untuk menyentuh kemerahan di wajah Teon. Sialnya, apa yang ia lakukan justru memberikan rasa terbakar hingga Teon tak bisa menahannya kali ini. Ia berlari dengan cepat ke arah belakang rumah, ke arah sungai yang tak jauh keberadaannya. Kini tubuhnya bahkan ikut kepanasan. 

Licia tentu menyusul pemuda itu dan berlari secepat mungkin untuk menggapainya.

Sesampainya di sana, Teon sudah menceburkan diri ke sungai. Seluruh tubuhnya tenggelam. Licia kontan menceburkan diri pula. Gadis itu mencoba berenang dan menggapai Teon. Air yang tak terlalu deras mengalir membuatnya mencapai Teon lebih cepat. Licia meraih Teon melalui bawah ketiak pemuda itu dan mengangkatnya hingga kepala keduanya menyembul ke permukaan. Teon masih sadarkan diri, matanya yang memejam adalah akibat dari tubuhnya yang lemas dan tak bertenaga. Tubuhnya  lemas lunglai, napasnya menderu terburu. Licia membantunya menopang tubuh, memeluk punggungnya dan membiarkan pemuda itu menjatuhkan dagunya pada bahu mungil Licia. Ingin Licia menariknya ke tepian, tapi ia akan membiarkan Teon merilekskan tubuhnya terlebih dahulu.

Teon sama sekali tidak berucap. Licia pun tidak terburu bertanya. Ia mengusap punggung pemuda itu untuk menenangkannya dan meyakinkan Teon bahwa ia di sana untuk membantu. 

"Aku... mmm... panas sekali, tad--tadi." Teon bicara sambil mengusakkan wajah gelisahnya pada ceruk leher Licia. Gadis itu mampu merasakan degub jantung Teon berdetak lebih cepat, menandakan betapa rasa sakit tadi begitu menyiksanya. Licia mampu merasakan dadanya ngilu kala mendengar Teon merasakan sakit itu. 

Licia terus memeluk Teon. Meski merasa kedinginan, Licia tetap mendekap Teon erat. Keduanya terendam di sungai untuk beberapa saat, hingga akhirnya Teon mampu mengangkat kembali wajahnya dari ceruk leher Licia dan berhadapan dengan gadis itu dalam jarak dekat. 

Mata Licia bertumburan tepat dengan sepasang manik mata Teon. 

Dan ... tubuhnya membeku! Ia terpaku hingga tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun.  Licia larut dalam keterkejutannya. Mulutnya menganga tak percaya. Wajah itu .. wajah Teon yang separuh cacat kini tak nampak memiliki cacat sama sekali. Kemana perginya kutukan yang membuat pemuda itu memiliki cacat hitam di wajahnya? Licia tak bisa berkata apapun melihat Teon dalam tampilannya sekarang. Dia sangat terkejut. Apalagi dengan apa yang terjadi padanya selanjutnya. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang