9

68 10 0
                                    

Happy reading,

Hari ke-9,

Rachel merasa ada yang tengah disembunyikan Sang Ayah darinya, sejak tadi malam ia merasa Alian tampak gelisah. Bahkan baru kali ini Rachel melihat Sang Ayah tidak memiliki semangat dalam melakukan aktifitas.

"Ayah baik-baik aja, kan?"

Alian mengulum senyum tipis. Ia menepuk beberapa kali pucuk kepala Rachel, lalu mencubit pelan pipi anak kesayangannya.

"Ayah baik, kakak jangan khawatir. Ayah gak kenapa-kenapa," ujar Alian.

"Tapi kakak merasa ada yang salah," ujar Rachel membalas perkataan Sang Ayah.

"Salah gimana?" tanya Alian.

Rachel menarik napas lalu menghembuskannya dengan gusar. "Ayah gak lagi sembunyiin sesuatu dari kakak, kan? Soalnya kakak ngerasa ada yang salah sama Ayah. Perasaan kakak bilang kalau Ayah lagi ada masalah," kata Rachel.

Alian sempat tercekat beberapa detik sebelum pada akhirnya ia terkekeh. Alian menarik hidung Rachel, gemas.

"Harus berapa kali Ayah bilang sama kakak kalau Ayah baik-baik aja. Ayah sama sekali gak ada masalah," ujar Alian berusaha meyakinkan Rachel.

Sebagai seorang Ayah tentu saja Alian tidak mau membuat putri kesayangannya jadi kepikiran. Alian tidak mau Rachel merasa sedih. Alian hanya selalu ingin melihat senyum yang terpatri indah di wajah Sang anak. Alian sama sekali tidak pernah ingin melihat ada air mata yang membasahi wajah cantik Rachel.

"Hari ini Ayah mau ke tempat bengkel yang ada di depan jalan. Nanti kamu berangkat sekolah bareng sama Ayah aja, ya? Ayah ingin sekali-sekali nganterin anak cantik Ayah," ujar Alian pada Rachel yang tengah menatap kedua matanya.

"Boleh?"

Rachel mengangguk singkat, ia tersenyum lebar mendengar penawaran Alian.

"Boleh banget. Kakak senang kalau Ayah mau anterin kakak ke sekolah," ujar Rachel dengan sangat jujur.

"Kenapa, Yah?" Rachel bertanya setelah melihat sorot sedih yang dipancarkan Alian.

"Maafin Ayah ya, kak. Ayah gak bisa seperti Ayah teman-teman kakak," ujar Alian merasa bersalah.

"Maksud Ayah?"

"Ayah cuma bisa anterin kakak pakai sepeda. Gak seperti teman-teman kakak yang lain, yang dianterin sama Ayah mereka pakai motor, bahkan ada yang pakai mobil." Alian menatap sendu kedua mata bening Rachel.

Jika bisa Alian akan menukar kebahagiaannya untuk Sang anak. Alian rela di sisa hidupnya ia tidak pernah mendapat kebahagiaan, asalkan kehidupan Rachel bisa berwarna.

Rachel adalah sumber kekuatan untuk Alian. Jika bukan karena Rachel, sudah pasti Alian tidak akan pernah ada di dunia ini lagi.

"Yah..." Rachel menggenggam erat kedua tangan kasar Alian. Ia bahkan mencium punggung tangan itu dengan senyuman yang begitu tulus yang terpatri di wajah cantiknya. "Kakak gak pernah peduli Ayah anterin kakak naik apa. Karena yang terpenting kakak bisa dianterin sama Ayah."

"Ayah tau gak kalau kakak itu senang banget bisa jadi anak Ayah," ujar Rachel dengan mata berbinar. "Kakak bangga mempunyai cinta pertama seperti Ayah," ujarnya lagi.

"Ayah itu segalanya buat kakak," kata Rachel bersamaan dengan ciuman singkat yang ia berikan pada kening Sang Ayah.

Alian tidak sanggup lagi menahannya, ia menarik tubuh kurus Rachel dan mendekap Sang anak dengan cukup erat. Alian sangat menyayangi Rachel melebihi dirinya sendiri.

KING IN HEART (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang