Alana cantik untuk yang ke-tiga

151 7 6
                                    

Haii teman-teman... Happy Reading....

Waitt wait wait! Sebelumnya buat kamu yang cuma baca cerita ini doang ngga vote... Kamu keterlaluan sih:v apalagi sampe masukin cerita ini di readinglist mu! Soo, setidaknya kamu beri vote cerita ini satu aja gapapa.

~~~~><~~~~

Pagi yang cerah di awali dengan yang manis-manis. Seperti halnya dengan lelaki yang sedang menatap pantulan dirinya dari cermin panjang di depannya. Ia menatap dirinya cukup lama, memandang betapa suram masa mudanya.

"Andai gua punya orang tua." monolognya, ia menatap jam dinding di kamarnya. Jarum jam menunjukkan pukul 06.30 menit, masih ada kesempatan untuk berangkat ke sekolah agar tidak terlambat.

Lelaki itu berjalan dengan tegap dan menuruni anak tangga satu persatu dengan langkah kaki lebar. Baju yang di keluarkan, slayer yang terikat di lengannya, dan rambut yang tidak ia rapikan. Seorang wanita paruh baya menatap cucunya itu dengan tatapan sendu.

"Rafi... makan dulu, Nak!" katanya sembari menata meja makan yang telah penuh dengan macam-macam makanan.

Algarafi tak menggubris wanita itu, ia lebih memilih meneguk air putih yang di bawakan oleh Bibinya.

"Algar! Setidaknya kamu hargai saya sebagai Nenekmu!" ujar wanita itu berjalan menghampiri Algarafi. Ia memeluk sang cucunya dari belakang, namun sang empu menolak secara kasar. Algarafi menepis kasar tangan wanita paruh baya tersebut.

"ALGARAFI! SAYA YANG MERAWAT KAMU!" bentak wanita itu dengan mata yang berkaca-kaca, Algarafi tersenyum miris mendengar kalimat yang lolos dari bibir wanita paruh baya tersebut.

"Saya tidak pernah meminta anda untuk merawat saya. Bukankah anda sendiri yang ingin sekali merawat saya? Sampai-sampai anda menghancurkan keluarga saya! Drama anda sudah selesai, Nona Arnandya. Jadi, jangan mengungkit apa yang sebenarnya menjadi hak saya!"

Langkah lebarnya menjauh dari wanita paruh baya itu. Ia tidak peduli bahwa ucapannya akan menyakiti hati wanita tersebut.

"Lano... lihat anak kamu sekarang."

****

Algarafi menancapkan pedal gasnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Suara klakson saling bersahutan karena ulah lelaki tersebut yang ugal-ugalan dalam berkendara. Lelaki itu terlihat tidak peduli dengan sekitarnya, problem di rumah tua tadi membuat dirinya ingin sekali mengakhiri hidupnya. Andai, ia punya orang tua, kalimat itu terus saja menghantuinya.

Lampu merah membuat lelaki itu berhenti, ia tetap akan mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Walaupun dalam keadaan genting seperti ini. Matanya tidak sengaja melirik ke samping, menampilkan gadis dengan rambut hitam pekat yang terurai. Gadis kemarin, ya Algarafi masih ingat dengan gadis itu.

"Cantik." batinnya.

Perhatiannya teralihkan saat melihat lelaki yang memboncengi gadis itu. Lelaki itu seumuran dengannya, sepertinya ia pernah lihat. Tapi dimana? Entahlah semakin pusing memikirkan hal yang tidak perlu di pikirkan. Tunggu saja, gadis cantik itu akan menjadi miliknya.

Lampu menyala hijau, menandakan sudah diperbolehkan untuk jalan bagi pengendara bermotor maupun mobil. Saatnya berkebut lagi bagi Algarafi. Menyusuri kota Jakarta di pagi hari dengan pikiran yang kacau, membuat hati sedikit tenang. Walaupun banyak pengendara lainnya yang membuat mata sepet.

Tak perlu membutuhkan waktu berjam-jam. Delapan menit sesudahnya lelaki ini sudah berada di pekarangan sekolah, tepatnya tempat parkir milik inti aodra. Tidak terlihat seperti biasa, tempat parkir yang akan ramai dengan candaan receh dari inti aodra kini terlihat sepi. Tak ada satupun dari mereka namun, ada motornya.

ALGARAFITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang