Meloncatnya pentol milik Neya

131 16 48
                                    

****

"Gila ya lo?!"

"Kalau gua udah gila-" lelaki itu menggantung ucapannya dengan tangan yang mencekram pundak Alana dengan kuat, "gua bisa dorong lo dari sini dalam sedetik, Alana!" bisiknya yang semakin kuat mencengkram pundak tersebut.

"Agh! Lepasin, dengan sikap lo yang kayak gini. Lo udah termasuk orang gila bodoh!" Gadis itu meringis merasakan sakitnya tangan kekar tersebut. Mata yang semula menatap lawan bicaranya kini membuang ke segala arah.

Tak ada rasa bersalah yang tertanamkan dalam hati lelaki ini. Ia malah terkekeh melihat ekspresi Alana, yang mana gadis itu terlihat ingin menangis. "Haha, nangis aja! Lo. Cewek cengeng Alana. Dan gak pantes buat gua jatuh cinta sama lo?!" ujarnya di iringi senyum miring.

"Emang gila lo! Lepas nggak, sakit.." mata gadis itu terpejam sesaat, sakit namun ia berusaha untuk kuat. Gadis dengan paras wajah ceria itu kini menjadi luntur dengan ekspresinya sekarang.

"Alana, gua mau lo jadi cewek yang masuk ke dalam hidup gua untuk yang pertama kali dan terakhir." ucap lelaki itu dan berakhir pergi meninggalkan Alana yang masih termenung sejenak. Alana berusaha mencerna perkataan lelaki tadi. Apa katanya? Yang pertama dan terakhir?.

"Sialan! Cowo stress, cowok gila, cowok gak bermoral, dan cowok toxic. Enak aja mau jadiin gue cewek lo?! Ogah banget!" gerutu Alana berkali-kali. Ia tidak peduli dengan jabatan sang lelaki tadi, geng motor? Masa bodoh dengan gelar tersebut.

Dilihatnya pundak yang sedari tadi menahan betapa sakitnya kuku jari yang menusuk tanpa permisi. Matanya sedikit melotot melihat bekas kuku jari lelaki tadi, memerah! Satu masalah lagi akan menimpa Alana.

****

Suasana kantin hari ini tidak terlalu ramai, orang yang setiap harinya akan mengantre makanan di stand-stand kini tidak terlihat. Hanya ada beberapa siswa dan siswi yang duduk santai dengan sajian makanan di depan mereka.

"Alana mana sih?" tanya Sea, setelah ulangan selesai tadi, ia dan yang lainnya mengelilingi seisi sekolah hanya untuk mencari Alana. Namun, gadis cantik itu tidak terlihat sama sekali batang hidungnya.

"Masa dia bolos? Gak yakin!"

"Gak mungkin lah. Ntar juga nyari kita," gadis itu masih terlihat sibuk memakan bakso. Neya menatap malas kearah temannya tersebut. "Makan mulu lo! Sekali-kali pikirin juga temen baru lo." sewot Neya membuat Azza menyudahi makannya, ia menatap Neya heran.

"Kok gue? Emang salah kalau gue makan saat lapar?!" ucap Azza sedikit meninggikan nada bicaranya. "Ya gak sih, tapi tau kondisi dikit lah!" balas Neya.

Sea hanya menatap keduannya. Bukan tidak ingin melerai. Namun, mereka sudah sangat sering bertengkar hanya untuk hal sepele seperti ini, bahkan saat suasana terlihat genting mereka masih sempat untuk beradu mulut.

"Kondisi apa? Dia juga bukan anak kecil yang gak tau arah balik! Lagi pula lo kenapa sewot banget sama gue?!" lanjut Azza dengan wajah yang terlihat marah. Neya membalas tatapan tajam Azza, gadis itu juga terlihat marah dengannya. "Alana emang bukan anak kecil, tapi lo tau kan? Dia anak baru disini! Wajar lah kalau kita khawatir, gak kayak lo. Yang gak punya hati,"

Deg...

Sakit, namun Azza memilih untuk tidak menjawab perkataan Neya. Tanpa peduli dengan gadis itu, ia memilih untuk pergi dari sana.

"Mau kemana, Za?" tanya Sea.

"Balik, gak nafsu makan gue."

Azza melangkah pergi dari kantin. Tatapannya menjadi berubah tajam seketika saat gadis dengan seragam sedikit kucel di bagian pundak mendekat kearahnya. "Azza! Sendiri? Yang lain mana, gue nyari di kelas tadi gada?" katanya sembari tersenyum.

ALGARAFITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang