06. Spellbound

30 7 2
                                        

"ini data-data yang Lo minta..." Kenan meletakkan map berisikan data-data akurat tentang keluarga Ivana di meja Asrar.

Asrar dengan cepat meraih map itu, ia mendongak menatap wajah Kenan yang terlihat datar seperti biasanya.

"Lo baca juga?" Tanya Asrar memastikan.

"Kagak. Gue ngeprint sama nyari nya sambil merem." Cetus nya sembari memperagakan dengan mata yang terpejam.

Asrar berdecak kesal "ngaco Lo, Ken."

Kenan mencibir tak senang, "ngga baca, tapi ada baca sedikit di bagian pertamanya."

"Itu namanya baca juga, tolol." Geram Asrar ingin melayangkan map itu kepada Kenan.

"Ga ya, gue kan masih ngeja." Canda Kenan dengan ekspresi datar.

"Pantesan, nilai bahasa Lo anjlok." Ejek Asrar diiringi tawa hambar.

Kenan menatap Asrar, datar seperti biasanya. Karena malas, Kenan langsung melenggang pergi meninggalkan Asrar yang masih duduk di tongkrongan.

Asrar menatap heran sahabat karibnya itu, "woy! Sensian Lo! Gitu aja marah." Celetuk Asrar namun di hiraukan oleh Kenan.

Lelaki itu berdecak kesal "Ck! Kenan mood swing, kek betina."

Setelah itu Asrar memutuskan untuk meninggalkan tempat tongkrongan, tak lupa dengan map yang sudah terlihat lusuh karena ia menggenggam nya terlalu erat.

Tujuannya kali ini adalah kelas. Beberapa menit lalu ia sempat mengingat kalau jam pertama ada ulangan matematika.

•••

Suasana kelas terlihat kacau, siswa-siswi banyak mengeluh karena di landa materi pelajaran matematika yang terlihat sangat menggiurkan. Kalau kata Aksa, orang sedang kelaparan akut saja bisa langsung kenyang hanya dengan melihat rumus-rumus matematika.

Aksa juga sama hal nya dengan murid yang lain, ia manusia dengan otak pas-pasan yang dengan beraninya memasuki kelas IPA.

"Ya Gusti, capek otak gue!" Keluh Aksa.

Ivana melirik Aksa sekilas, lalu menggeleng heran. Gadis itu tampak belajar dengan tenang di kursinya. Sementara Asrar, jangan di tanya. Lelaki itu langsung tertidur sehabis dari tongkrongannya. Jika ulangan berlangsung maka ia akan berpasrah diri kepada sang mahakuasa.

"Ai, Lo mau roti ngga? Tapi ngga ada selai nya." Tawar Ayla.

"Boleh..." Ivana hendak meraih bungkus roti itu dari tangan Ayla.

Namun belum kesempatan, Aksa sudah lebih dulu merampasnya. Membuat Ayla murka melihat tingkah sahabatnya yang satu ini.

"AKSA!!!"

Namun Aksa menghiraukan Amarah Ayla yang sedang meluap-luap layaknya lava gunung berapi yang siap meledak kapan saja. Memang dasarnya dari dulu mereka tidak bisa akur, jadi seisi kelas tidak terlalu kaget jika mereka sedang beradu mulut sampai terdengar kelas tetangga.

Sementara Ivana melongo melihat apa yang di lakukan oleh Aksa.

Lelaki itu membuka bungkus roti itu dengan beruntal, lalu mengusapkan roti itu pada permukaan buku rumus matematika yang super tebal, dan terakhir memakannya dalam satu suapan dengan lahap.

Ivana mendelik lalu bergidik ngeri "heh! Biar apa coba!" Tanya Ivana.

Aksa melahap roti itu dengan cepat. Ia menoleh ke arah Ivana dengan pipi nya yang menggembung.

"Biar rumusnya masuk ke otak." Cetus Aksa yang terdengar tidak masuk akal.

Ivana mematung tak percaya dengan jawaban Aksa, bagaimana bisa? Seperti tidak ada kata logika. Jika memang segampang itu kan Ivana juga akan mengikuti cara Aksa.

REVENGE|NI-KITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang