31 - Anne dan Sian

133 10 18
                                    

"Cepat gunakan ini!" Begitu hampir menginjakkan kaki ke luar dari pintu belakang kedai, Ophelia melemparkan sebuah jubah bertudung cokelat yang mereka pakai pertama kali saat tiba di Desa Peri Ozora.

Karena tidak ada aba-aba, Anne pun segera mengandalkan refleksnya yang untung saja dapat menerima lemparan tersebut dengan baik. Begitu ia sudah mengenakan kain itu dengan sempurna, Ophelia menatapnya lekat-lekat.

"Aku sudah menyiapkan tenda, lampu minyak, alat tidur, serta beberapa peralatan makan dan memasak di dalam tas kembaran butler itu," jelasnya, kemudian segera membuka mulut kembali saat Anne terlihat ingin melayangkan protes, "Kau akan bekerja sama dengannya selama tim kita terpisah. Jadi berhentilah mengeluh. Lagi pula, ini juga salah kalian sendiri."

Oke, bagian terakhir dari kalimat Ophelia sedikit membuat Anne tersinggung. Namun, mau bagaimana? Rekannya itu benar.

Untuk kedua kalinya, Ophelia menarik tangan Anne—yang pertama dilakukan saat gadis itu memberi Anne permen rasa bluberi—dan menggenggamnya erat. "Setelah wanita itu sudah mengantar kalian sampai di pedalaman hutan, aku minta kalian ikuti arahannya nanti," pinta sang Honesto Mixere.

Tanpa pikir panjang, Anne menyanggupi dengan sekali anggukkan. Tidak ada gunanya lagi untuk melawan sekarang.

Setelah itu, Ophelia menuntunnya ke arah kereta pengangkut jagung yang disambungkan dengan kuda hitam. Di atas kuda, Anne menyadari kehadiran Ayase yang juga menggunakan jubah saat manik mereka bertemu.

Selain itu, keadaan di luar memang kacau, Anne akui. Teriakan para warga dan suara langkah kaki mereka yang dengan terburu-buru, tampak menuju hutan.

"Cepat kau masuk!" Ophelia menyibak sebuah selimut karung goni besar di atas kereta yang sudah bergelombang. Setelahnya Anne pun mendapati perawakan Sian sedang bersembunyi pula di sana.

Mereka saling bertatapan dalam diam, tetapi Anne merasa seperti sedang berkomunikasi dengannya. Memecah keheningan, Ophelia yang menepuk punggung Anne beberapa kali segera menyadarkan gadis itu bahwa semakin banyak warga yang berlalu lalang dan itu artinya ia harus segera ikut bersembunyi di bawah selimut karung goni bersama Sian.

* * *

Bunyi sepatu kuda yang beradu dengan tanah penuh bebatuan di dalam hutan serta kereta pengangkut jagung yang ditariknya seolah menggema, tercampur suara hewan malam.

Sepanjang perjalanan, Anne terus menghadap ke arah yang berlawanan dengan Sian. Keduanya tampak tidak memiliki minat untuk saling tatap atau menyalahkan sama sekali.

Lebih tepatnya, Anne masih berada dalam fase syok akibat dihantam oleh berbagai kenyataan berat sekaligus. Keberadaan seorang Legendary Spirit di dalam dirinya dan juga Sian, fakta bahwa ternyata Raja Hendrick tidak mati dan sang ratu berusaha menipu timnya, hingga sekarang ia justru harus berusaha tetap hidup di tengah hutan dengan mengandalkan musuh terbesarnya.

Betapa hidup selalu memberikan Anne kejutan semenjak gadis itu memilih untuk melangkahkan kaki, menyelami tugas besar yang diberikan.

"Hei."

Bisikan suara berat di belakangnya cukup membuat sang Honesto Archer terkejut. Namun, Anne berusaha untuk bersikap setenang mungkin dengan hanya menjawab, "Hm."

"Maaf. Aku memang tidak bisa mengontrol kemunculan Legendary Spirit itu. Sangat sulit," papar lawan bicaranya.

"Iya." Hanya satu kata itulah yang terucap dari lisan Anne.

Selama sepuluh hingga lima belas menit setelahnya, kuda yang dipacu oleh Ayase dalam keheningan .kini berhenti.

"Kita sudah aman. Kalian boleh turun dari sana sekarang," ujar wanita tersebut sembari menapakkan kaki di atas tanah. Ia kemudian meregangkan kedua tangan, merasa lega karena berhasil membawa dua buronan ke dalam hutan tanpa hambatan sama sekali.

KLASIK: Sayatan MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang