🔫🔫 ABR 🔫🔫

10 1 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jangan lupa vote!!
Komen juga!!!!

Esoknya mentari bersinar dengan terik, para penari cilik balet datang ke Vallagon sedikit agak cepat. Pria asing semalam datang kembali dengan satu gadis manis dengan rambut bergelombang bersamanya. Ia mendaftarkan gadis kulit sawo matang itu ke Vallagon, tetapi sedari tadi matanya terus menjalar, seakan mencari seseorang.

"Panggil Aku Tong, walaupun sudah tua, aku pelatih balet di sini." Sang kakek yang tak lain bernama Tong itu memperkenalkan namanya kepada gadis baru.

"Salam tuan Tong, Aku Jezy." Gadis cantik itu tersenyum dan bersikap manis.

"Kalu begitu, Jez, aku pergi dulu." Jez mengangguk lalu pergi ke ruang ganti dan memakai baju balet. Namun, sebelum itu, pria asing membisikkan beberapa kalimat ke telinga Jez.

"Tuang Tong, bisakah aku menginap di asrama Vallagon? Rumahku cukup jauh dari sini."

Tuan Tong mengangguk mengiyakan. Mengantar Jez ke kamar asrama putri. Tuan Tong menempatkan Jez ke kamar Freya, ia cukup paham dan peka dengan situasi sekarang ini. Gadis di hadapannya ini adalah suruhan dari pria asing, untuk mencari tahu keberadaan Freya. Untungnya Freya sudah menceritakan semuanya pada Tong.

"Kamu boleh menggunakan kamar ini. Tapi sayangnya teman kamarmu sedang absen, jadi kamu akan tidur sendiri saat ini."

Tuan Tong kembali mencoba meyakinkan jika gadis bernama Freya itu benar-benar tidak ada di Vallagon.

"Gadis ini, aku mengenalnya. Dia adalah kerabat dari ayahku, dia kabur dari rumah karena ayahnya memintanya berhenti menari balet."

Jez menapakkan raut wajah sedih, entah itu nyata atau kah hanya omongan belaka saja. Setelah membereskan pakaiannya, ia segera menuju ruangan, tepat penari balet di sana berlatih.

Prok! Prok! Prok!
Tiga tepukan tangan itu mampu membuat penari balet di sana menghentikan aktivitasnya, mereka menoleh ke arah tuan Tong, lalu beralih menatap gadis baru di sampingnya.

Tuan Tong tersenyum ke arah Jez, lalu mengangguk. Jez membalasnya dengan anggukan kecil, lalu maju selangkah dan membungkuk dengan anggun memperkenalkan namanya.

"Aku Jezy Sazilia, semoga kita semua bisa berteman baik. Ah, kalian boleh memanggilku dengan sebutan Jez atau Zilia."

"Hay Jez."

"Hay, selamat bergabung Jez."

Beberapa penari balet di sana menyapa Jez hangat. Seperti dugaan Tong, Jez tampak mengamati setiap wajah penari balet di sana. Sepertinya Freya tak akan menari balet di ruangan bersama yang lain. Freya akan disembunyikan oleh Tong, dan merenovasi gudang itu sebagai tempat latihan Freya. Sebab, tuan Tong tahu, gadis itu adalah penggila balet.

Jez melakukan pemanasan, sesuai dengan arahan dari sosok wanita sedikit berumur yang selama ini membantu Tong merawat Vallagon ini. Ia ramah dan baik. Tapi tidak pada Freya.

Jez menuju Barre, tongkat panjang yang menempel di dinding untuk mempermudahkan penari balet itu mengatur keseimbangan. Setelah melakukan pemanasan, sosok wanita yang akrab disapa Dayya itu mengajarkan Jez beberapa gerakan dasar.

First position, Second position, Third position, Fourth position, fifth position, Plie lalu kemudian melakukan tendu dan releve dengan berjinjit. Jez melakukannya dengan baik bahkan terkesan sempurna. Ah, karena Jez memang penari balet pada dasarnya.

Tuang Tong menatap, lalu mengangguk ke arah Dayya. Dayya pun melakukan hal yang sama, detik berikutnya Tong pergi meninggalkan ruangan itu, berniat menuju gudang tempat Freya berada. Tong berhenti tepat di depan pintu kayu Coklat, meraih knock dan memutarnya.

Brakh!

"Freya!"

Tuan Tong berlari ke arah Freya, membantunya naik kembali ke ranjang.

"Apa yang ingin kau lakukan, Freya?" tanya tuan Tong khawatir. Pria tua itu dengan sigap mengecek kondisi Freya.

"Aku ingin menari," jawab Freya sembari memegangi perutnya yang terasa nyeri.

"Jangan keras kepala, Freya! Aku bilang tunggu sampai lukamu pulih total, setelahnya terserah kau mau menari sampai pingsan, aku tidak perduli."

Tuan Tong kembali lagi menunjukkan ekspresi tak suka pada Freya, padahal jelas, jika sorot matanya sangat menyayangi gadis itu.

"Bukan karena lukaku! Tapi karena kakek tidak pernah ingin aku ikut lomba menari balet di kota baru!" Freya menatap tuan Tong dengan tatapan kesal.

"Aku memang tak akan membiarkanmu ikut lomba itu! Apa kamu ingin tertangkap dengan mereka? Bukannya kamu ingin membalaskan dendam kedua orang tuamu?"

Freya bergeming, benar juga apa yang dikatakan oleh kakek tua itu. "Tapi kakek tak bisa menghentikanku untuk tetap menari." Freya menarik selimutnya hingga menelannya habis.

"Setelah kau pulih, aku sendiri yang akan mengajarkanmu balet." Tuan Tong pergi meninggalkan Freya. Ia juga tak lupa mengunci gudang, takut jika salah seorang murid baletnya melihat keberadaan Freya.

Sudah 28 hari berlalu, kini Freya jauh lebih baik. Ia juga sudah membuka jahitannya pada hari ke 14. Tapi luka itu meninggalkan bekas luka yang mampu mengingatkannya setiap tragedi mengerikan yang ia alami beberapa Minggu yang lalu.

Freya melakukan pemanasan mengunggunkan pinggir ranjang sebagai barrer. Ia hanya kembali melakukan gerakan dasar, dan melompat kecil. Melakukan gerakan itu dengan anggun dan penuh perasaan. Namun, semakin lama, tarian balet Freya semakin cepat, dikuasai oleh perasaan amarah, hingga membuat dirinya kelelahan fisik dan juga batin.

Pintu gudang terbuka, menampilkan sosok pria tua dengan pakaian formal dengan pita putih di antara kancing atas bagian leher. Ia mendekat ke arah Freya, dengan satu sangkar burung, dengan beberapa burung kecil di dalamnya.

"Jangan terlalu memaksakan dirimu, tari yang hebat memerlukan istirahat yang cukup!"

Tuan Tong berujar tanpa menoleh, melewati Freya begitu saja, menuju tumpukan dos Leotard dan Pointe shap, sepatu balet dari satin dan sol yang bisa ditekuk, dan ujung jari yang terbuat dari kanvas, serat hessian, kertas dan lem.

Freya mendekat, ke arah tuan Tong yang sedang sibuk menggeser dos-dos itu. Tampak tak ada yang menarik, tetapi setelah tuan Tong mengangkat satu tehel itu, mata Freya membulat sempurna. Ia terpaku untuk beberapa saat.

"Aku akan memberikannya untukmu, setidaknya kamu tak akan mati konyol."

Tuan Tong mengangkat satu boks itu dengan susah payah, menaruhnya tepat di hadapan Freya. Ia meraih tangan Freya dan menariknya untuk ikut duduk. Freya masih bergeming, menatap benda-benda di hadapannya tak percaya.

"Siapa sebenarnya kakek?" tanya Freya pada akhirnya, ada rasa takut di benaknya saat ini. Namun, rasa penasarannya jauh lebih besar.

"Fokus saja pada tujuanmu, jangan penasaran dengan hal yang tak berhubungan denganmu!" Tuan Tong mencoba mengalihkan topik pembicaraan dengan memberikan satu buah pistol pada Freya.

Tangan Freya gemetar hebat, tatapannya terpaku pada satu buah pistol yang berada di tangannya saat ini, pistol nuata.

"Kamu harus terbiasa, dan mulai sekarang aku akan mengajarimu cara memakainya." Tuan Tong menatap gadis itu lekat. "Sebelum menemui kenalan ayahmu itu, kau harus benar-benar sudah siap. Sebab, tak ada yang tau orang sekelilingnya siapa!" sambung Tuan Tong, ia menghela nafas panjang.

"Kehidupanmu kedepannya akan benar-benar berubah Freya."

.
.
.
.
.
.
.
.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Ballerina's Revenge Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang