Pertemuan pertamanya setelah 6 tahun antara dirinya dan juga Rina, tidak banyak yang berubah.
Rina masih menjadi gadis cantik, dengan bulu mata lentik, hidung mancung dan senyum menawan. Yang berubah hanya sosok nya menjadi lebih dewasa di banding beberapa tahun lalu.
Siang itu setelah acara penyambutan yang menurutnya terlalu berlebihan, dia dan keempat sahabatnya tengah asyik mengobrol dengan beberapa rekan dokter.
Hingga sebuah panggilan yang berasal dari dokter yang menjadi rekan Rina, membuat atensi mereka teralih padanya.
Dari sanalah dia tahu bahwa putra Rina tengah terbaring sakit.
Awalnya dia tidak mau ikut, tapi kedua lengan nya di tarik oleh Raditya dan juga Haikal, hingga mau tidak mau dia mengikuti langkah mereka berlima.
Melihat dengan jelas bagaimana cara Rina merawat putranya, bagaimana cara dia menenangkan putranya yang merengek sakit, Jefan merasa bahwa Rina benar-benar berubah menjadi sosok seorang ibu yang terlihat penyayang namun tegas.
Jefan tersenyum getir, tatkala dia membayangkan Sonia melakukan hal yang sama kepada putri kecilnya.
Namun itu hanya angan, Sonia nya tidak seperti Rina, malahan jauh untuk di katakan bahwa Sonia memiliki sedikitnya sifat yang di miliki oleh Rina.
"Kak!" Seruan Juwita berhasil membuatnya langsung menatap sang adik yang saat ini tengah berlari menghampirinya.
"Jangan lari-larian, nanti jatuh." Peringat Jefan yang tahu betul bagaimana sifat ceroboh sang adik.
Juwita cuman meringis. "Kakak mau kemana? Langsung pulang?" Tanya Juwita sembari berjalan beriringan dengan nya.
"Yoay, kakak mulai praktik lusa, hari ini cuman sambutan sama lihat ruang kerja." Jawab Jefan.
"Enak bener," selorohan iri Juwita.
Jefan hanya terkekeh kecil. "Kak, gimana tadi?"
"Hmm?" Alis Najefan menukik bingung.
"Kak Rina? Gimana perasaan kakak pas ketemu kak Rina? Senang atau gimana?"
Jefan menaikan sebelah alisnya dan menatap sang adik dengan ekspresi aneh. "Biasa aja, emang nya kenapa sih kalau ketemu." Ucap Jefan sembari kembali berjalan menuju lift.
"Ya siapa tahu kan." Juwita mengedikan bahu nya ke atas.
"Gak ada gitu-gituan! Kakak sama Rina sekarang murni cuman rekan sesama dokter, gak lebih." Ucap Jefan yang mengerti dengan arah pembicaraan sang adik.
"Kita kan gak bisa mengukur takdir kak, siapa tahu ternyata kakak emang di takdir kan sama kak Rina, kan kita gak tahu." Kata Juwita yang sama sekali tidak di dengar dan di gubris oleh Jefan.
Saat ini Jefan memilih untuk mempercepat jalan nya, dia sudah terlalu rindu dengan putri cantiknya.
Karena fokus utama Jefan saat ini cuman Cecil, tidak lebih.
"Dih batu bener sih Kak Jefan!" Sergah Juwita kesal karena dirinya tetap tidak menggubris dan memilih untuk segera naik lift, bahkan begitu dia naik, dia langsung memencet tombol agar pintu lift langsung tertutup, seolah menyuruh sang adik untuk tidak mengikuti nya lagi.
"Gua sama Rina, gak mungkin bersatu." Gumam Jefan sembari menatap pantulan dirinya dari pintu lift.
●°●°S E C O N D - C H O I C E°●°●
Karina tersenyum lebar begitu melihat putra sulungnya datang ke rumah sakit beserta kedua wanita paruh baya, siapa lagi jika bukan mama Rina dan juga mama dari mendiang suaminya yang juga ikut datang menemani Vano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Choice ✔ JaemRina
FanfictionKehilangan pasangan hidup selama-lamanya membuat Rina memilih untuk hidup demi kedua putra tercintanya, tanpa ingin memulai hidup baru dengan lelaki baru. Namun pertemuan nya dengan seorang gadis kecil, yang terlihat manis namun menyimpan banyak luk...