0.3

16 12 0
                                    

Setelah hampir tujuh jam berkendara dari Jakarta ke Tegal, mobil sedan putih yang dikendarai Tio dan asisten Reyghan tiba di depan halaman rumah mantan istrinya.

Tio turun dari mobil setelah Rendy membukakan pintu. Ia sengaja datang ke sana di waktu malam sebab di desa sudah sepi. Semua orang kembali ke rumah masing-masing, hanya ada beberapa pria yang tengah mengopi di warung kecil. Itu tidak masalah dari pada beberapa wanita yang pastinya tidak akan lepas dari bahan gosip.

Rendy mengetuk pintu beberapa kali, setelah itu pintu terbuka dan memperlihatkan sosok wanita derdaster  selutut dengan rambut tergelung tak beraturan.

Tio membeo beberapa saat melihat cinta pertamanya yang telah lama usai tanpa ada kata perpisahan. Begitu pun Eny, melihat mantan suami yang meninggalkannya membuat jantungnya menggebu-gebu. Setelah 17 tahun berlalu, dan pria itu kini berdiri di pintu yang sama seperti waktu pria itu meninggalkannya.

"Kenapa kamu ke sini?" tanya Eny.

"Apa putraku masih hidup?"

"Tentu, meskipun dia tidak dibesarkan oleh ayahnya. Tapi tenang, hidupnya bahagia bersamaku dan panjang umur sampai sekarang," sahut Eny.

Tio menyapu pandangannya lewat pintu yang sedikit terbuka ke ruangan dalam rumah kecil yang dulu ia tinggali. Rumah dengan sejuta kenangan yang sudah menjadi akara masa lalu kelam.

"Aku ingin meminta ke putraku agar dia mau membantu saudara kembarnya yang kritis," ucap Tio.

Eny terkejut mendengar kabar putranya yang diucapkan Tio, sontak ia membuka pintu lebar dan mempersilahkan mantan suaminya masuk ke dalam.

"Ada apa dengan Reyghan?" tanya Eny. Ia teringat, 17 tahun lalu ia bersama-sama Tio menamai kedua putra mereka bersama-sama, dan ketika mereka berumur dua bulan, mereka harus dipisahkan tanpa ada kenangan sebuah ikatan.

"Kondisi Reyghan kritis sekarang."

***

Rayyan menutup bukunya, lalu menata kembali beberapa buku yang berserakan. Ia baru selesai mengerkajakn PR, dan membaca dua mata pelajaran yang akan di pelajari besok.

Rayyan melihat jam di sampingnya, pukul sepuluh malam. Ia menghela napas seraya meregangkan beberapa ototnya yang keram sebab terlalu lama duduk. Punggungnya begitu berat, dan rasanya ia ingin cepat-cepat tidur.

"Rayyan."

Mendengar panggilan sang ibu, Rayyan segera bangkit dan membuka pintu kamarnya yang belum terkunci.

"Ada apa, Bu?" tanya Rayyan.

Eny terdiam beberapa saat, melihat putranya sedikit lama, baru setelah itu ia tersenyum. "Ada tamu di depan."

"Siapa? Gani?" tanya Rayyan penasaran. Kenapa temannya datang jam sepuluh malam?

"Bukan," sahut Eny, ia lagi-lagi menatap Rayyan dari atas sampai bawah. "Ganti celanamu yang lebih panjang."

Tak mau terus bertanya, Rayyan mengangguk lalu kembali masuk ke kamarnya meski rasa penasarannya begitu besar.

Selang beberapa menit, Rayyan ke luar dari kamarnya menggunakan trening panjang. Melangkah cepat untuk melihat siapa yang datang.

Rayyan berhenti ketika melihat dua pria berjas yang satu kelihatan umur empat puluh tahunan, dan yang satunya terlihat masih dua puluhan tahun tengah duduk di ruang tamu. Anehnya lagi, wajah mereka terlihat terkejut melihatnya.

"Apa ibu berhutang ke bank lagi?"

Eny menggeleng. "Cepat salim ke ayahmu!"

Rayyan terdiam, senyum sapanya memudar ketika mendengar ucapan ibunya. "Rayyan ngga punya ayah, kan, Bu?"

"Rayyan," panggil Tio masih tidak percaya dengan pemandangan di depannya. Sama persis dengan Reyghan.

Rayyan mengerutkan keningnya. Ia melihat wajah lesu ibunya, sepertinya wanita paruh baya itu sedikit tidak suka dengan kedatangan dua pria itu.

"Apa Rayyan tahu dia punya kembaran?" tanya Tio.

Eny menggeleng, mereka dipisahkan sejak umur dua bulan. Eny tidak pernah membahas itu. Sudah pasti Rayyan tidak tahu.

"Apa maksudnya kembaran?" tanya Rayyan masih dengan posisi yang sama. Enggan duduk.

"Kamu punya kembaran, Rayyan. Namanya Reyghan. Dia sekarang butuh bantuanmu," tukas Tio.

"Bantuan?"

"Posisinya sedang terancam sekarang. Sebentar lagi ulang tahunnya, dan sekarang dia lagi kritis. Jika dia tidak pulih sampai waktu ulang tahun, dia akan dikeluarkan dari daftar warisan kakeknya," ucap Tio.

"Terus apa hubungannya denganku?" tanya Rayyan. Jika boleh jujur, mendengar ucapan ayahnya, ia merasa kecewa. Selama ini ia hidup susah dan dicampakan, bahkan sering dibully teman-temannya karena dianggap anak haram, dan sekarang pria itu datang hanya untuk membantu saudara kembarnya yang selama ini hidup enak.

"Hanya tiga bulan, ayah mohon bantu ayah dan saudaramu untuk kali ini saja. "

"Apa yang akan kami dapat?" tanya Rayyan dengan merujuk ke padanya dan ibunya. Apa yang akan mereka dapat jika menuruti permintaan pria itu?

"Ayah sudah bernegoisasi dengan ibumu. Jika kamu mau menuruti permintaan ayah, ke depannya, hidup kalian akan ayah tanggung. Bahkan ayah akan membagi hak waris Reyghan denganmu meski tanpa mengungkap identitasmu," sahut Tio.

"Bantulah saudaramu," titah Eny seraya tersenyum. Meski ia tidak pernah merawat Reyghan, tetap saja Reyghan adalah putranya. Mendengar kabar putranya yang sedang tidak baik-baik saja membuatnya khawatir. Jika harus mengorbankan perasaannya demi kehidupan baik kedua putranya meskipun pasti tidak akan mudah melepaskan satu putranya lagi untuk pergi jauh darinya. Ia rela.

"Tapi, Bu ...."

"Hanya tiga bulan, ayah mohon."

"Baiklah," ucap Rayyan meskipun berat harus menjalani kehidupan orang lain. "Tapi sekolahku?"

"Ayah akan kirimkan surat pindah. Setelah tiga bulan kamu akan ayah pindahkan ke sekolah dengan fasilitas tinggi di mana pun yang kamu mau."

Rayyan mengangguk. Mau bagaimana pun, ia tidak bisa memprotes kehendak ibunya. Jika dengan membantu ayahnya ia dan ibunya akan hidup tercukupi nantinya, ia akan melakukan itu berkali-kali.

"Ini asisten pribadimu yang nantinya akan memberikan semua informasi tentang Reyghan. Meskipun kalian kembar, kepribadian kalian pasti berbeda. Jadi, ayah sarankan kamu melakukan apa yang di lakukan Reyghan nantinya," ucap Tio seraya memberikan berkas yang dibawa Rendy tentang beberapa kepribadian Reyghan.

TBC.

REYGHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang