Angin berhembus kencang, semilirnya membelai rambutku hingga menari, debur ombak yang berbuih ke tepi pantai, pasir yang halus menyentuh telapak kaki ku ini. Aku berdiri menatap jauh khatulistiwa sejauh aku bisa memandang, ditemani suara ombak yang menembur pantai benar benar menenangkan pikiran.
Seakan aku bicara pada langit dan bumi, hatiku berbisik pada bumi lalu langit yang mengaminkan-nya. Tentang semua keluh kesah yang aku rasakan dalam hidup. Beban yang aku pikul dipundak seakan menenggelamkan aku ke perut bumi. Begitu beratnya sampai aku tenggelam.
Untuk orang yang bukan keturunan kaya, tak punya harta, modal ataupun relasi. Bertahan dalam jahatnya persaingan akan begitu sulit. Aku berdiri dengan kaki ku sekarang dengan usahaku sendiri saja sudah hebat. Bahkan dengan semua kesulitan ini masih ada masalah yang berdatangan.
Tak beruntung dalam karir, tak beruntung pula dalam cinta. Jadi mau kemana harusnya aku bawa hidupku ini. Aku mendengarkan suara laut dari Headphone ditelinga, Michropone yang menangkapnya. Tetapi siapa yang akan mendengar suara yang ada didalam kepalaku sekarang ?
Ribuan suara telah aku dengar, Tawa, tangis, angin, Guntur, kereta, rintik salju, langkah kaki kuda, bahkan suara nyala api diperapian sekalipun, telah aku dengar. Apapun yang berbunyi di atas bumi ini aku telah mendengarkan semuanya. Lalu ? Siapa yang akan mendengarkan suara yang terus menerus bergaung didalam kepalaku ?
Kau lemah, tidak berguna, tidak punya masa depan yang jelas, bukan orang yang pantas, bahkan orang yang mencintai kau Manoban adalah orang yang paling sial didalam hidupnya. Setiap malam aku mendengar itu, Siapa yang akan mendengarkan suara itu juga ?
Setiap hari, dalam seminggu, tujuh harinya, dua belas jam aku berkerja dan hanya dimalam hari aku pulang kerumah. Lalu apa yang aku lakukan setelahnya ?
Aku berpura-pura.
Kalau seandainya ada penghargaan Aktor terbaik melebihi apapun, mungkin aku sudah memenangkannya. Piala Oscarpun masih belum sepadan untuk menghargai aktingku.
Aktor hanya berakting didepan kamera saja, tetapi aku berakting seumur hidup. Tiap saat, tiap detik, dimanapun, bahkan sampai keatas Kasur saat aku hendak memejamkan mata. Aku masih berekting. Kalian tahu apa jenis ekting yang aku lakukan?
Pura pura bahagia, dan baik baik saja.
Hidupku tak lebih dari sekedar ekting. Aktor professional yang berakting sampai 24 Jam.
Lantas apalagi aku menyebutnya ? aku tak bisa berkata yang sebenarnya. Karena aku tak ingin memberitahu orang yang aku cintai dengan semua permasalahanku.
Alasan aku berdiri kuat untuk terus berakting seperti ini karena aku tak ingin melukai hatinya, aku tak ingin menimpali hatinya lagi dengan kesedihan. Seperti yang aku bilang, dengan menikahi aku saja dia beralih menjadi wanita yang sangat sial.
Keluarganya mengutuknya, orang orang membencinya, ia diasingkan, seharusnya dia bisa lebih bercahaya jauh lebih terang dibandingkan dengan sekarang. Alasanku mencintai Kim Jennie karena aku jatuh cinta padanya saat pertama kali melihatnya.
Kim Jennie orang yang bersinar terang, seperti matahari, saking terangnya bahkan kau bisa terbakar. Dia cerdas, pintar, dan kompetitif, itu bahkan belum termasuk dengan rupanya bak dewi dan segala keseksiannya. Aku suka segala hal dari dirinya.
Bagaimana ia teliti, bagaimana ia mengurusku dengan cara yang rapih dan telaten, bagaimana ia memasak dan menghidangkanku makanan yang hangat untuk mengisi tubuhku yang dingin ini. Bagaimana ia menatapku saat bicara, atau mendengarkan aku dengan seksama tiap kali ia bersamaku.
Ia juga pandai dalam berpakaian, suka keindahan, sama seperti dia yang indahnya tak bisa aku utarakan. Belum lagi dengan caranya melayaniku sebagai seorang istri, Banyak orang yang bisa aku cintai didunia ini, Pria ataupun wanita, ada berjuta juta jiwa. Namun tak satupun yang akan seperti Kim Jennie.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA ROTI [EBOOK]
FanficBagiku, pernikahan itu mirip dengan Dua roti sarapan pagi. Dua roti yang berbeda, disatukan, dengan cinta sebagai menteganya. Dan mentega ? Itu bisa habis. Sebenarnya, ada banyak cara untuk menikmati agar Dua Roti ini tetap bersatu. Tapi, Bagaiman...