Meski malam telah benar benar larut, sekalipun beban di pundak nya itu terlalu berat, Lisa tetap pulang kerumah. Seberat apa masalah yang ia pikul sekarang. Ia tetap pulang, kembali kerumah itu.
Walau perselingkuhannya telah di bongkar habis oleh sang istri, ia tetap kembali. Ketika ia menyambangi pintu rumahnya. Istrinya telah berdiri menunggunya. Iya, Kim Jennie yang telah ia sakiti lahir dan bathin itu. Lisa menghela nafas, bibirnya langsung berat untuk menyapa. Sebab senyum manis yang selalu menanti kedatangannya itu telah sirna.
"Aku pulang.." Ucap Lisa dengan suara lunak penuh pasrah.
Ia lihat istrinya itu berdiri disana, sang kekasih, dengan wajah pucat dan raut wajah lelah itu. "Ayo bicara" Kata Kim Jennie. Jennie pun tak peduli dengan pandangannya yang masih berkunang, dan tadinya ia pingsan.
Ia masih ingin menuntut jawaban dari Lisa. Jennie bawa Lisa duduk di ruang TV, mereka duduk di sofa, dan Lisa menurut saja.
Lisa tahu Jennie pasti akan membawanya untuk bicara empat mata seperti ini, dan mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk bicara dengan tenang. Jadi, anak tunggal dari Chef berdarah Swedia itu berniat untuk bicara dengan penuh ketenangan.
Tangannya dingin, ujung jarinya sedingin es, ketika ia memulai dialog dengan Jennie,
"Begini.. Boleh aku bicara duluan ?"
"Apa cerai hanyalah solusi yang kamu punya Nini ?" Tanya Lisa pada Jennie. "Aku tak ingin menempuh perceraian sebagai satu satunya jalan untuk kita Jen. Dan kamu tahu aku tidak menginginkannya." Imbuh Lisa lagi.
Jennie, dengan wajah pucat memilih diam. Menatap datar, memperhatikan motif karpet diruang tengah itu. Dipikirannya merasakan alangkah egoisnya Lalisa Manoban. Setelah ketahuan dengan nyata selingkuh, ia malah tak ingin bercerai.
Maunya menyakiti, tapi tak mau kehilangan. Maunya bermain api namun tak ingin terbakar.
Perceraian memang akan menjadi final bagi mereka berdua, namun sebelum itu masih ada hal yang lebih penting dan ingin Jennie temukan jawabannya.
"Sejak kapan itu ?" kalimat yang ia lontarkan pada Lisa. "Sejak kapan kau berselingkuh dengannya ?"
"Kutanya kau sejak kapan ?"
Lisa menggigit bibir, ia mengatup bibirnya kedalam. Karena ia tak ingin menjawab pertanyaan menyakitkan itu.
Pertanyaan Jennie terlalu menyakitkan untuk dibahas. Jennie pun tak akan berhenti selama Lisa masih belum memberi alasan yang yang pasti atas perbuatannya itu.
"Oh, atau aku harus mengganti pertanyaanku padamu?"
"Berapa lama kau membodohi aku Lalisa Manoban ?" Tukas Jennie lagi.
Lisa menghela nafas, Bagaimana caranya ia memberi tahu Jennie soal ini? dan apakah itu harus? Ia beritahu sekalipun, hanya akan berubah seperti minyak pada api.
Kebencian Jennie kepadanya akan membara, mereka tak akan menemukan titik temu yang baik dalam keadaan emosi.
"Tidak, itu bukan seperti itu Nini, aku tidak bermaksud membodohimu" Jawab Lisa
Jennie menyela tiba tiba. "Berhenti memanggilku begitu Lisa. Jangan kau panggil aku Nini lagi"
"Kau telah kehilangan hak. Nini adalah panggilan bagi orang yang sudah menjadikan aku satu satunya cinta dalam hidupnya. Sedangkan kau tidak"
Dada Lisa tercekat, ia tak bisa menjawab, berkali kali ia kedipkan matanya sambil menengadah. Rasa-rasanya ia ingin menangis sekarang.
Kebencian Jennie terhadap dirinya begitu besar, sampai ia tak kuat menahannya sendirian. "Haaahh... aku bisa gila.." Kata Lisa sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan. Pelupuk matanya mulai basah sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA ROTI [EBOOK]
FanficBagiku, pernikahan itu mirip dengan Dua roti sarapan pagi. Dua roti yang berbeda, disatukan, dengan cinta sebagai menteganya. Dan mentega ? Itu bisa habis. Sebenarnya, ada banyak cara untuk menikmati agar Dua Roti ini tetap bersatu. Tapi, Bagaiman...