Prolog #2

471 69 0
                                    

"Really? Daughter of Apollo? Cuma segitu kemampuannya?"

Haechan mendengkus, mengangkat kembali busur panahnya dan membidik sasaran yang dipasang oleh Mr. D di beberapa titik.

"Konsentrasi dan lepas."

"Kamu bisa diam?"

Mark tersenyum meremehkan, satu anak panah dikeluarkan dari quiver, hanya dalam hitungan detik, semuanya menembus titik tengah dari sasaran yang tersebar di beberapa pohon.

"Harusnya, putri Apollo bisa melakukan lebih dari itu."

"Tutup mulut besarmu atau aku akan memanahnya."

"Try me."

Haechan benar-benar membencinya, mengapa pula Mr. D meminta lelaki ini untuk menjadi rekan berlatihnya, kenapa bukan Kak Jaehyun dari Kabin Ares atau Kak Jun-kakaknya sendiri-kenapa harus Mark, si putra Zeus yang sempurna.

"Apakah putri Apollo hanya bisa bernyanyi?"

"Shut the fuck up!"

"Oh, easy, girl."

Busurnya kembali terangkat, menatap dalam-dalam sasaran yang kali ini diyakini akan dibidik dengan baik, tangannya melepas anak panah dengan sedikit dorongan, meluncur bebas hingga tertancap di batang pohon area perkebunan Demeter.

"Lumayan. Masih bisa lebih baik."

Lee Haechan merapal sumpah dalam hati, wajahnya sudah bersemu merah karena marah, belum lagi matahari senja yang menyilaukan mata muncul dari rimbun pepohonan.

"Oke. Kelas hari ini selesai. Sampai bertemu lagi."

Mark mengambil langkah cepat ke kabinnya sendiri, meninggalkan Haechan yang bersungut-sungut mengumpulkan anak panahnya.

Mengapa pula dia terlahir sebagai putri Apollo jika ayahnya itu hanya mewariskan kemampuan bernyanyinya yang di atas rata-rata, bukannya membagi rata antara kemampuan vitakinesis, audiokinesis dan skill bermusik.

Kenapa kemampuan memanahnya selalu saja dicela oleh Mr. D? Dan memaksa Mark untuk melatihnya setiap minggu agar bisa sejajar dengan saudara-saudaranya yang lain.

Haechan benci mengakui ini, tapi dia agaknya sedikit dendam pada sang ayah.

***

"Tapi kemampuanku tidak semenyedihkan itu!" Haechan bersungut saat sesi makan malam selesai dan dia masih menemani Jaemin yang harus mempersiapkan bahan masakan untuk besok pagi bersama demigod dari kabin Demeter.

"Iya aku tau," katanya, masih mengaduk adonan roti dengan baik, "Tapi, kemampuanmu di bawah anak Apollo lainnya."

"Aku benci Mark."

Alis Jaemin terangkat, menatap lurus Lee Haechan yang duduk di atas kabinet, mengabaikan pandangan menusuk Kak Kun yang sibuk menggiling gandum di sudut sana.

"Kau membenci Mark sama saja dengan dibenci satu perkemahan," Renjun ikut menimpali, "Kau tau, dia kesayangan semua demigod."

"Kecuali aku."

Bahu Renjun mengedik tidak peduli, kembali fokus pada roti gandumnya yang sebentar lagi selesai kemudian mereka bisa kembali ke kabin yang hangat untuk beristirahat.

"Hei Cio, lepas dari pengawasan Chenle lagi?" seekor burung hantu terbang landai dan bertengger di bingkai jendela, membuat Haechan melompat dari sana.

Salah satu kemampuan yang dimiliki Jaemin adalah mampu berkomunikasi dengan hewan atau tumbuhan, teman-temannya tidak lagi heran melihat dia bicara sendiri.

"Pokoknya, aku membenci Mark!"

"Ya ya terserah."

Keran air dinyalakan, Kun dan Renjun membilas peralatan memasak mereka sebelum berpamitan dari sana, membiarkan Jaemin dan Haechan yang menutup dapur perkemahan.

"Jadi, besok masih harus latihan?"

"Ya begitulah. Paginya aku akan ke Amphitheater untuk berlatih, sorenya aku harus terjebak dengan Mark LAGI."

Jaemin terkekeh, menarik tangan Haechan untuk keluar karena rotinya sudah selesai.

"Oh ... hai Jeno."

Sesosok pemuda dengan tampan dingin bersandar di pintu dapur, menatap Haechan yang beringsut mundur, sedikit ngeri dengan aura kematian yang menguar begitu pekat dari pria di depannya.

"Kau membutuhkanku?" Jaemin bertanya pelan.

Lelaki itu mengangguk kecil, membuat Haechan terpaksa harus pulang ke kabin tujuh sendirian.

"See you, Haechanie!"

"Yaaaa."

Jalan di perkemahan di malam hari tidak terlalu sepi, beberapa kabin seperti Hermes dan Dionysus masih ramai. Memangnya, kapan sih kabin mereka bisa diam?

Untuk sampai ke kabin tujuh, Haechan harus melewati Big House terlebih dahulu, dia bisa melihat lampu di sana masih menyala terang dan ada chiron yang sedang mondar-mandir.

"Mengintip, eh?"

Haechan terdorong mundur saat tiba-tiba sosok Mark berdiri di sampingnya.

"Kau mengagetkanku, bodoh!"

"Tidak baik menguping dan mengintip, Haechanie."

"Oh, tolong, berhenti memanggilku begitu. Kita tidak terlalu dekat untuk ukuran teman."

Kakinya berjalan cepat, melewati Mark yang entah kenapa sejak Mr. D meminta mereka berlatih bersama, mulai gencar menganggunya.

"Minggir. Apa kau tidak punya kesibukan selain mengikutiku kemanapun?"

"Ya. Aku harus memastikan kau tetap baik-baik saja."

"Agar bisa mengerjaiku saat latihan. Hah! Aku membencimu."

Pintu kabinnya ditutup agak keras, membuat Mark terdorong mundur, pria itu tersenyum kecil, menatap pintu yang terlihat biasa saja di malam hari, tapi jika terkena cahaya matahari maka demigod lain harus memicingkan mata karena silaunya seperti emas murni.

"Jangan lupa besok sore, Haechanie."

"BERISIK MARK LEE!"

***

orpicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang