Malam ini Yondra mengajak Gandis untuk makan malam bersama. Di restoran sederhana dengan interior cantik dan bisa dibilang elegan. Yondra mau malam ini jadi spesial demi Gandis. Dia telah berjanji pada ayahnya untuk jadi pasangan yang baik.
Mereka makan dengan tenang. Hanya ada suara dentingan piring dan garpu yang beradu serta alunan live music. Yondra sesekali menatap Gandis yang sedang memakan makanannya dengan tenang.
"Kenapa Lyon?" tanya Gandis tanpa menatap Yondra. Bahkan perempuan itu memanggil dengan nama depannya, yang biasanya orang-orang memanggilnya 'Yondra'.
Gandis meletakan pisau dan garpunya lalu menatap Yondra lekat. Yondra yang ditatap salah tingkah, cowok itu memutuskan untuk buang muka dan menatap sekitar.
"Kenalin aku Gandisha Pamulang, biasa dipanggil Gandis. Anak kedua dari dua bersaudara, 21 tahun,"
Yondra kembali menatapnya ketika Gandis memperkenalkan diri. Cewek di depannya ini tersenyum tipis.
"You're too young for this,"
"You either,"
Yondra mengerjap, lalu ikut memperkenalkan diri. "Lyondra Keenan, biasanya dipanggil Yondra. Anak tunggal, 23 tahun,"
Gandis mengangguk lalu meminum airnya. Yondra menunggu respon lain dari cewek itu tapi Gandis malah melanjutkan makannya.
"Sha?"
Gandis mendongak sambil mengerut. Gak biasanya orang lain memanggil dirinya seperti itu.
"Kenapa kamu nerima permintaan menikah ini? Kamu masih muda banget,"
Lagi-lagi Gandis memberikan senyum. Yondra merinding dengan ketenangan cewek itu.
"Sebelum sakit, Papa selalu cerita sebut-sebut nama Ayah kamu. Sekarang, Papa sakit, Ayah kamu terlalu baik masih mau donor jantungnya untuk Papa. Aku gak ngira persahabatan mereka sekuat ini, karena aku bahkan gak pernah tau gimana Ayah kamu, Lyon."
"Karena itu kamu mau?"
Gandis mengangguk. "Aku mau bukan berarti aku siap. Tapi dijalanin aja, lama-lama juga terbiasa kan,"
Yondra gak sangka pemikiran Gandis ternyata seperti itu. Akhirnya dia tau kenapa Gandis menerima lamaran mendadak di rumah sakit kala itu, padahal mereka baru bertemu.
"Luckyly I don't have boyfriend for now," canda Gandis.
"Well, I dont have girlfriend either so," Yondra mengusap tengkuknya.
Mereka saling bertukar tatap lalu tertawa. Keadaan kembali hening dan tenang. Yondra sangat senang tau perempuan yang dipilih ayahnya adalah perempuan yang lembut dan pastinya cantik. Mengingatkan pada mendiang bundanya yang telah pergi belasan tahun lalu.
Waktu terus berlalu dan hari pun mulai gelap. Jam menunjukkan hampir tengah malam dan sekarang waktunya Yondra dan Gandis berpisah.
Bukan rumah, melainkan rumah sakit. Yondra mengantar Gandis ke tempat dimana papa cewek itu dirawat.
"I had so much fun today. Thanks to you," ujar Gandis tersenyum lembut, sebelum melepas seatbelt.
"It's nothing, Gandis"
"No, aku beneran makasih. Hari-hari aku cuma kuliah dan jagain Papa, aku jarang having fun jadi makasih ya,"
Gandis melanjutkan. "Eh bukan berarti aku gak suka jaga Papa. Emm maksudnyaㅡ"
"Aku paham, Sha. Dan iya, sama-sama. We can have another fun together,"
Senyuman tampan yang ditunjukan Yondra membuat Gandis ikut tersenyum. Rasanya beban-beban di pundak perempuan itu runtuh seketika. Jadi Gandis benar-benar berterimakasih pada Yondra.
"Udah malem, kamu hati-hati ya pulangnya, Lyon" baru Gandis mau membuka pintu mobil, Yondra menahan pergelangan tangannya.
"Tunggu!"
Yondra tiba-tiba memajukan tubuhnya memeluk Gandis. Perempuan itu membeku namun sepersekon kemudian bahunya turun dan membalas pelukan Yondra.
"Kamu sekarang bukan sekedar Gandisha. Kamu calon istri aku. Jadi aku harap kamu gak sungkan untuk berbagi semua keluh kesah, ya. I promised to my dad and you, I'll become a good partner to you,"
Tanpa sadar Gandis menitihkan air mata. Memang sebetulnya berat untuk Gandis menampung segalanya. Hanya dia yang ada di sisi sang papa sekarang. Kakaknya gak bisa selalu ada untuknya karena telah memiliki keluarga sendiri. Gandis jadi merasa harus menanggung semuanya, perempuan itu gak pernah punya sandaran. Dan sekarang Yondra melakukannya. Yondra bersikap sebagai sandarannya. Gandis bersyukur akan itu.
Dengan cepat Gandis mengusap air matanya. "Iya, Lyon"
Yondra menjauhkan tubuh. Lalu menepuk kalung yang baru aja dipasangkan pada leher Gandis.
"Is it for me?" tanya Gandis berbinar.
"Of course- and please don't say 'thank you' again," canda Yondra, Gandis hanya tertawa renyah.
Yondra menyelipkan rambut ke belakang telinga Gandis. Perempuan itu mengerjap canggung.
"Aku anter masuk ya," kata Yondra sambil menepuk pipi Gandis.
Gandis memegang tangan Yondra pada pipinya, lalu menggeleng. "Kamu hati-hati pulangnya," Gandis pun keluar, Yondra menurunkan kaca.
"Aku liatin sampe kamu masuk," ujarnya membuat Gandis menggelengkan kepala geli.
"Yaudah aku masuk ya,"
Orang yang melihat akan mengira mereka pemuda dimabuk asmara. Padahal mereka hanya dua orang dewasa yang berusaha mengenal satu sama lain lebih baik. Entah akan berujung bagus atau tidak. Biar takdir yang menentukan.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT BRIDE | Yoshi, Gaeul
Fiksi PenggemarPeople said Gandis and Yondra are definition of perfect couple. But people don't know what actually happened.