03 | Sebuah Kabar

342 46 1
                                    

"NING, tolong bacakan jadwal saya hari ini"

Perempuan muda bertubuh mungil  mengangguk patuh dari balik kursi penumpang bagian depan. "Hari ini Bu Ara ada pembukaan outlet baru BeBatik di daerah Jaksel sama seminar pendidikan di Universitas Madya."

"Seingat saya hari ini ada rapat dengan Presiden deh, Ning. Ditunda lagi?" tanganku yang sedari tadi sibuk menggulir layar tablet berhenti sejenak, kepalaku sedikit mendongak kedepan menatap Ningsih.

"Benar, Bu." Perempuan itu mengangguk, "Hari ini Presiden ada kunjungan mendadak ke daerah terdampak bencana di Cianjur. Sampai saat ini juga belum ada konfirmasi penjadwalan ulang dari pihak istana."

"Baik kalo begitu. Terima kasih, Ning" balasku pelan.

Mobil yang kami naiki melaju membelah padatnya jalanan Jakarta. Dari balik jendela, mataku ikut menyusuri hal-hal selintas yang terlewati begitu saja. Kedai makanan yang ramai, tukang parkir yang memberi instruksi, penjual makanan keliling, ibu-ibu yang menggendong anak sambil menenteng belanjaan, tukang becak mangkal, sampai kumpulan pelajar putih abu-abu yang berduyun-duyun berangkat sekolah.

Aku kembali teringat percakapanku dengan Jisell beberapa hari yang lalu.

"Ra, kalo tiba-tiba takdir mempertemukan kamu sama Gandara lagi, apa kamu benar-benar yakin kalo diantara kalian itu cuma ada kenangan 'delapan tahun yang lalu' kayak ucapanmu tadi? Yakin kamu delapan tahun udah bisa merelakan semuanya?"

Aku merenung. Seharusnya bisa.

Buktinya selama ini aku baik-baik saja. Ada begitu banyak hal yang sudah terjadi dihidupku, silih berganti, berproses di setiap detiknya. Bukankah seharusnya semua kejadian itu memang hanya akan menjadi kenangan saja? Yang bila sudah selesai maka tak akan lebih berarti apa-apa?

Selama delapan tahun aku berusaha bangkit, menantang diriku sendiri untuk melakukan hal-hal yang baru dan berbeda. Kepribadianku yang dulu cenderung pasif dan kaku kini sudah jauh berubah. Banyak yang bilang, aku lebih ramah, lebih aktif dan lebih percaya diri. Aku menantang diriku untuk mengambil pendidikan yang berbanding terbalik dengan spesialisasiku, kembali menantang diri dengan menjadi creative designer di BeBatik, mendirikan iSmart dan kini menjadi Staf Khusus. I've changed a lot!

Akan terlihat bodoh bila aku masih stuck di perasaan yang sama di delapan tahun yang lalu. Itu konyol!

"Terkadang, Ra, masalah hati itu nggak bisa itungan-itungan pake logika." 

Aku mendesah kesal. Suara Jisell menyeru kembali dalam ingatan.

Mobil kami berhenti dipersimpangan lampu merah. Dari arah belakang, sebuah sepeda motor menepi disamping mobil dengan sepasang pemuda pemudi berseragam putih abu-abu. Kehadiran mereka tampak begitu kontras diantara para pengguna jalan lainnya. Wajah keduanya tertutup helm dan tangan yang saling terkait.

Pikiranku menerawang begitu saja tanpa bisa kucegah. Kenangan demi kenangan bermunculan tumpang tindih, menyentak keterkejutan bahwa aku masih mengingat semuanya dengan lengkap. 

.. dengan begitu mudah.

[Flashback]

INI PERTAMA kalinya Arawinda keluar mengikuti acara penyuluhan seperti ini. Rasanya gugup bukan main. Bertemu dengan orang-orang baru yang benar-benar asing membuat kepercayaan dirinya bagai melenyap. Apa yang kini dia rasakan  cukup berbeda dengan perasaan saat pertama kali masuk sekolah. Meski konteksnya sama-sama terdampar di tempat yang baru, tapi situasi saat ini lebih .. apa ya? rumit dan mendebarkan. 

Still Fallin' For You | [PINDAH KE FIZZO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang