07 | Sebuah Alasan [2]

273 52 14
                                    


07 | Sebuah Alasan [2]

.

.

.

[Bab ini masih berisi flashback]

"'Ikhirnyi gui pinyi ilisiin jigii bi-it ngidikitin lii..', Jisell meledekku dengan mereka-ulang perkataan Kak Ganda tempo hari lalu dengan mengganti keseluruhan huruf vokalnya menjadi 'i'. Bibir perempuan itu mencibir tipis dengan ekspresi menyebalkan. "—---oh my god!, dari sekian banyak berita dan gosip yang gue ketahui di seluruh jagad sekolah ini, gimana bisa gue ketinggalan info soal hubungan lo sama Kak Ganda..?!" hebohnya histeris.

"—Elo lho ini, Ra.. bespren gue sendiri, temen sebangku gue sendiri. Astagaaa…"

Aku hanya bisa mendengkus malas. Pasalnya, Jisell bahkan sudah merecokiku sejak awal kedatanganku ke dalam kelas tadi pagi.  "Udah, Sell... Nggak usah berlebihan, aku sama Kak Ganda nggak ada apa-apa..," belaku 

Lagi, Jisell mencibir lagi tak peduli. "'Iki simi Kik Gindi nggik idi hibingin ipi-ipi'—---dari Hongkong.!" 

Matanya berputar malas diikuti gelengan kepala yang berlebihan. Tangannya meraup wajah dengan kasar, "Oh geez, sumpah demi rambut Rapunzel, gue masih nggak nyangka, ini Gandara lo ya, cowok paling diminati kaum betina seantero SMA, gimana bisa ceritanya kenal sama lo, Ra?" 

Tangannya mengetuk-ngetuk meja dengan gemas. Sedari tadi dia bahkan tidak duduk dengan benar dan tenang, ada saja kelakuan yang dibuatnya. 

"Aku nggak tahu," jawabku mengendikkan bahu. Untuk saat ini, tak ada jawaban yang lebih baik dari berbohong.

Jisell menatapku curiga, "Lo nggak aneh-aneh dengan belagak sok pahlawan kayak Geum Jan Di kan, Ra?"

"Maksudnya?" keningku berkerut-kerut.

"Ya sok-sok an ngebantuin siapa gitu yang lagi apes kena hukuman dari Kak Ganda. Biasanya kan kalo difilm-film, cowok kek Kak Ganda tuh gampang tertarik sama cewek yang suka nantangin dia." tuduhnya absurd.

Mulutku melongo mendengar perkataannya, "Astaga, enggak,"

Ada jeda waktu yang cukup lama sebelum akhirnya kepala Jisell mengangguk-ngangguk, menerima sanggahanku, "Lo juga bukan modelan cewek pemberani gitu sih..," ungkapnya jujur. 

Ya kalo dipikir, ada benarnya juga ucapan Jisell, tapi kok ngeselin ya kalo didengar langsung.?

Perempuan itu tampak berpikir lagi, tangannya bertopang dagu dengan khusyuk. "Lo pernah ngebantuin siapa kali gitu di depan Kak Ganda...?, makanya doi jadi klepek-klepek sama lo," kepalanya meneleng ke sebelah, "—---coba lo inget-inget deh, biasanya kalo di drama tuh pas lagi di jalan ato di bus, kalo nggak pas nolongin orang tua, biasanya nolongin hewan. Lo pernah nggak?"

Mataku berkedip pelan. "Wait, nggak ada klepek-klepek segala, Sell. Kak Ganda—---" telunjuk Jisell sigap menutup mulutku. Perempuan itu seakan tidak menerima sebuah pengalihan.

Wah, kuakui kemampuannya menyusun skenario drama benar-benar luar biasa!

Tanganku menyingkirkan jemarinya, "Masak aku mau ngebantuin aja harus liat dulu ada Kak Ganda atau enggak..?, kurang kerjaan banget sih. Lagian kamu tau sendiri kalo aku selalu pulang bareng supir ayah, gimana bisa ceritanya ada adegan naik bus..?"

Masih belum menyerah juga, Jisell  mengetuk-ngetukkan jarinya ke dagu, mungkin memikirkan rancangan skenario yang lain, "Kalian nggak lagi dijodohin kan?" tebaknya horor.

Aku menarik napas, "Nggak usah ngawur," sanggahku

"Ya terus apaan coba.. ?!, otak gue udah buntu." Dia mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. "Bayangin aja nih, gimana bisa ceritanya elo sama kak Ganda—ibarat dua semesta yang berbeda, bisa saling bersatu?, dua kutub yang berseberangan jadi bertemu?, matahari sama bulan saling berdampingan?, mustahil banget gitu!. Kek nggak nemu relevansinya."

Still Fallin' For You | [PINDAH KE FIZZO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang