0+1||01||NKL

105 7 1
                                    

.
.
.
.

.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.


.
.
.
.
.

Menatap gedung pencakar langit dihadapan-Nya dengan raut gembira. setelah berfikir selama satu detik , aku memutuskan menggunakan waktu luangku untuk mengunjungi lagi tempat ini.

mengembangkan senyum ketika mengingat dulu, ia sangat sering berkunjung kesini bersama sang bungsu, Jidan.

entah itu sekedar main atau ada urusan dengan sang ayah. Gedung dengan 15 lantai tersebut menyimpan banyak sekali kenangan .

Nakala memantapkan kakinya ketika ia masuk kedalam gedung. Beberapa karyawan lama yang mengenal Naka langsung membungkukkan badan, yang dibalas senyum cerah andalan Naka.

"Wajah ganteng gini kalau kaga dipamerin buat apa?" batin Naka bangga.

Alih-alih menggunakan Lift untuk kelantai 15, Naka malah Ingin mencoba menggunakan tangga.

pemikiran bodoh darimana itu? entahlah, Naka hanya ingin mencoba.

Mulai menaiki tangga satu persatu, tak sadar ia sudah sampai kelantai 10. jangan tanya keadaan Naka bagaimana, membawa 2 kantung berisi makanan dan kaki yang seperti ingin lepas.

Mengedarkan pandangan ke sekeliling, ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi asisten ayahnya, om Winar.

Mengedarkan pandangan ke sekeliling, ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi asisten ayahnya, om Winar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah menghubungi sekretaris sang ayah, ia akhirnya hanya bisa menunggu seperti orang dongo di samping lift

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah menghubungi sekretaris sang ayah, ia akhirnya hanya bisa menunggu seperti orang dongo di samping lift.

Emang dasar nya pengen dimanja, sebenernya ia bisa naik lift sendiri. Maklumin, ngga pernah dibelai keluarga selama 2 tahunan.

Nakala melangkah kan kakinya dan menuju ke pintu lift yang tidak jauh dari tempat ia berdiri. Banyak Karyawan yang memandang Naka dengan heran.

"Buset, iya tau gua cakep, tapi ngeliatin nya gitu amat bjir," pikir Naka menenangkan dirinya karena terlalu gugup ditatap lama dengan muka penasaran.

Semakin tidak nyaman karena terus-menerus ditatap, ia mengeluarkan karbondioksida dari mulutnya.

" Ini Om Winar lama banget anjoy? gua disini berasa boti simpenan yang nungguin si seme nya ngejemput tai " ucap Naka dalam hati.

Tak lama kemudian pintu lift di dekat Naka terbuka, netra Naka bersitatap dengan netra gelap om winar.

"Nahkan bener, gua kaya selingkuhan yang mau ngunjungin gadun nya di kantor."

"Naka, kamu gila. Bisa-bisanya kamu mau naik ke lantai teratas pakai tangga darurat." ucap Om winar yang heran dengan naka.

Menghiraukan Perkataan om winar, aku menarik tangannya untuk menuju kearah lift.

"Om tidak dibawakan juga ?" Winar melirik kearah kantung yang kubawa.

"Aman om, Naka bawa sekalian juga buat om," ucap Naka dengan mengangkat 2 kantung yang dibawanya.

Lift terbuka dilantai 15, ruangan ayahku dan juga Om winar. Naka memberikan satu kantung yang berisi sarapan yang aku buat tadi pagi.

"Terimakasih," ucap Winar yang dibalas acungan jempol Naka.

Melambaikan tangan kepada sekertaris ayahnya ketika aku mulai memasuki ruangan sang ayah.

.
.
.
.
.

Nakala membuka pintu ruangan ayahnya, dan langsung disuguhi pemandangan sang ayah yang
sedang sibuk dengan laptop dan berkas yang ada ditangannya.

"Yah, naka bawakan sarapan buat ayah." ucap Nakala yang hanya dianggap angin lalu oleh Yudha, sang ayah.

Nakala yang melihat itu hanya tersenyum maklum, bukannya sudah biasa?

Tersenyum miris, Naka mengedarkan pandangannya untuk memindai ruangan yang di tempati sang ayah.

"Kemana perginya foto keluarga kita yah? "ucap Naka sekali lagi.


"Saya lepas, tidak sudi melihat wajah pembawa sial di keluarga terpajang di kantor saya." balas Yudha tanpa mengalihkan pandanganya dari laptop nya.

"Setidaknya kalau tidak mau wajah naka terpasang disini, ayah bisa pasang foto yang tidak ada wajah naka." akhirnya Naka menyerah.

memilih pergi daripada ia harus terus menerus merasakan sakit akibat sikap acuh sang ayah.

"Naka pergi dulu yah, sarapannya dimakan, Naka susah payah masak pagi pagi, kalau asin berarti tinggal kawinin Naka sama jennie" melangkah kan kakinya keluar dari ruangan tanpa perlu menanti jawaban dari sang ayah.

Apa yang kau harapkan Nakala?.

Meninggalkan ruangan sang ayah dan hanya meninggalkan kesunyian yang tetap tertinggal di dalam ruangan Yudha. Naka tidak sadar saat ia ditatap dengan pandangan yang sulit diartikan oleh sang ayah.

.
.
.
.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.

Nakala•||On Going•||RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang