Reverie masih penasaran dengan lingkungan sekolah barunya itu, sehingga pikirannya membawa ia ke pintu perpustakaan. Saat ia membuka pinti itu, mata Reverie seketika terbelalak. Bagaimana tidak? Sekarang, tepat di depan mata Reverie, berdiri seorang lelaki tampan dengan postur tubuh yang tinggi, putih. Kan tau sendiri, si Reverie demen ama cowok tiang.
Dengan terpaksa, ia harus meninggalkan pemandangan indah itu karena bel selesainya istirahat telah berbunyi. Tapi ingat! Bukan Reverie namanya kalau ia belum mendapatkan keinginannya. Sejak tadi ia sudah berniat untuk mengetahui lelaki yang ia lihat barusan. Gengsinya aja yang hiperbola. Alhasil, ia mencoba bertanya beberapa murid yang masih di ruangan itu.
"Permisi,"
"Iya kenapa?" ucap salah seorang dari mereka.
"Eum..kalian liat cowok yang tadi pake hoodie warna item nggak?
"Liat, kenapa? Naksir lo?"
"Loh! Enggak kok, gue cuman mau nanya dia anak kelas berapa ya?"
"Anak kelas IPS 3. Namanya Dirga"
"Owalah, kakel ternyata," desis Reverie "Yaudah makasih ya,"
Reverie langsung naik ke lantai satu, dimana kelasnya berada. Sudah sepuluh menit Reverie berbicara di perpustakaan itu. Untungnya belum ada guru, ia bernafas lega. Setidaknya, ia tidak mendapaykan hukuman untuk mengerjakan soal-soal mematikan.
"Kok lo lama amat sih, Rev? Gak denger bel apa," celetuk Dev
"Gue denger kok. Tadi lagi di perpus, ngobrol bareng temen" jawab Reverie. Ia tak tau nama orang yang ia ajak ngobrol tadi di perpustakaan, daripada si Dev nanya-nanya. Ribet amat.
Kelas dimulai dengan tenang, walaupun suasana meja di belakang rusuh. Gimana ga suntuk? Mata pelajarannya aja ngebosenin. Apalagi kalau bukan Matematika. Sekali lagi, Matematika. Entah siapa yang menciptakan kata itu dan makna dibaliknya.
Tanpa disadari, ternyata lelaki di sampingnya ini sangat serius mendengarkan ocehan guru Matematika-Bu Weni di depan. Reverie yang mendengar satu kalimat dari gurunya saja sudah pengang, apalagi kalimat Matematika!
"Bagaimana? Sudah mengerti sampai disini" Ucap Bu Weni memecahkan keheningan kelasnya.
Tidak ada respons dari siapapun.
"Ada yang mau ditanyakan 11 IPA 2" Ucapnya lagi dengan menekankan kata terakhir dalam ucapannya
Reverie mengacungkan tangan, daripada nanti disuruh ngerjain soal satu buku full, pikirnya.
"Baik. Silahkan sebut nama mu beserta pertanyaannya nak,"
"Saya Reverie. Ingin bertanya tentang metode yang dipakai pada contoh soal nomor tiga Bu,"
"Pertanyaan yang bagus! Ada lagi?"
Setelah merasa cukup dengan satu pertanyaan saja, Bu Weni langsung menerangkan. Reverie yang terpaksa memperhatikan itu memasang muka melasnya. Kok bisa ya, ada guru Matematika di dunia ini? Kata-kata itu selalu terlintas di setiap guru Matematika yang pernah Reverie temui menjelaskan materi.
🏫
Berita baik untuk semua murid, bel pulang sudah berbunyi. Tak terkecuali Reverie, inilah momen yang ia tunggu. Reverie membayangkan bagaimana nyamannya di rumah tanpa ocehan para guru dan sikap jail Dev. Lamunannya seketika buyar saat seseorang membunyikan klakson di belakangnya.
Tiin! Tiinnn!
Bukan apa apa yaa, tapi dia pake mulut dia buat ngebunyiin itu, batin Reverie
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Reverie
Fiksi RemajaKepindahan keluarganya ke Jakarta membuat hidup Reverie Areris berubah seratus delapan puluh derajat. Ini semua karena pekerjaan Jose Areris, ayahnya. % Cerita ini murni dari pemikiran dan imajinasi aku. [FOLLOW DULU YUK SEBELUM BACA] 𓈈 𓈈 𓈈 𓈈 𓈈...