Chapter 6

77 29 12
                                    

Alletha berjalan ditepian pinggir jalan, Ia menempelkan sebuah brosur pada tiang atau bangunan kosong pinggir jalan, sesekali Ia juga memberikan pada orang-orang yang berjalan berpapasan dengannya.

Brosur itu berisikan penerimaan karyawan baru ditoko bunganya. Temannya, Emma dan Grace yang sudah bekerja pada Alletha semenjak Alletha membuka toko bunga dua tahun yang lalu, memutuskan untuk berhenti bekerja.

Entah sebuah kebetulan atau rencana mereka berdua Alletha juga tak tahu.

Emma beralasan berhenti bekerja karena papanya yang seorang abdi negara dipindah tugaskan ke luar negri, sebagai putri tunggal tanpa seorang ibu membuat Emma memutuskan untuk tinggal bersama papanya.

Sedangkan Grace, Ia mengirimkan pesan pada Alletha subuh tadi dan mengatakan jika neneknya yang berada di Bandung sedang sakit, sebagai cucu yang baik budi Ia memutuskan tinggal untuk sementara waktu bersama neneknya yang hidup sebatang kara dikampung halaman.

Keputusan dari kedua temannya itu tak bisa Ia halagi ataupun cega. Dan mau tak mau, Alletha harus mencari pekerja baru untuk membantu dirinya meng-handle toko bunga yang terbilang selalu ramai itu.

Alletha mendongakkan kepalanya keatas langit, nampak sangat jelas mendung kelabu yang menyelimuti langit Ibu kota pagi ini.

Alletha berjalan menuju kursi pinggir jalan didepan sana, tak terasa langkahnya telah jauh dari toko bunganya.

Alletha mendudukkan bokongnya, melihat tumpukan brosur yang berada di atas pangkuannya. Tanpa disadari brosur milik Alletha itu dijatuhi air dari atas langit.

Matanya beralih memandang orang-orang yang berlari untuk menghindari hujan. Namun dirinya masih tetap stay pada posisi duduknya tanpa ada niatan untuk meneduh dari hujan yang mulai deras itu, membiarkan dirinya dan brosur yang ada pada pangkuan nya basah.

Alletha memejamkan matanya, merasakan kerasnya air hujan yang menghujani dirinya. Hati kecilnya berdoa sesuatu, sesuatu yang selalu Ia doakan saat hujan turun selama tujuh tahun terakhir ini.

Tin...

Alletha membuka matanya, suara klakson dari motor yang berada tepat didepannya mengagetkan nya.

Sudut bibirnya terangkat sempurna saat mendapati siapa cowok manis yang tengah menatapnya saat ini.

"Buruan naik" Perintah cowok itu.

Alletha masih tak bergerak, masih terdiam dengan senyum yang terukir indah diwajahnya.

Cowok yang berada diatas motor retro itu membuka helm yang bertengger diatas kepalanya dan langsung turun dari motornya.

Dirinya merasa heran dengan gadis yang duduk dibangku pinggir jalan yang tengah tersenyum-senyum dan tak beranjak dari posisi duduknya, padahal hujan tengah deras-derasnya.

Ia membuka jaketnya dan memakaikan jaket yang telah basah pada tubuh Alletha yang juga sudah basah kuyup, jaket itu Ia gunakan untuk menutupi kemeja putih polos Alletha yang telah menebus pakaian dalam gadis itu karena hujan yang membasahi nya.

"Ayok" Ajak cowok itu, tangannya menggandeng pergelangan tangan Alletha, namun gadis itu masih tak menghiraukan ajakan dari cowok didepannya, Ia masih anteng dengan posisi duduknya.

"Al ayoo buruan, lo ngapain sih, lo gak liat hujan deras banget gini, ngapain masih duduk disini??" Tanya cowok itu, tangannya menghapus air hujan yang membasahi wajahnya.

"Asad sini" Ucap Alletha, tangan kirinya menepuk-nepuk bagian bangku disampingnya.

Asad, Septhian Asad Darendra, cowok berkumis tipis yang terlihat sangat manis jika tersenyum itu, Ialah sahabat karib Alletha. Mereka telah memulai persahabatan sejak jaman taman kanak-kanak, hingga kini.

ElvanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang