2. Lamaran

1.6K 43 7
                                    























Subuhnya ibu terbangun dan menangis saat melihatku, ibu pasti merasa kecewa dan marah dengan bapak tapi tak bisa melakukan apa apa.

"Udah, ibu ndak usah nangis aku ndak apa apa, ibu kan tau aku kuat jadi ibu ndak usah khawatir ya, jangan terlalu dipikirkan bu nanti ibu bisa drop lagi, aku sudah ikhlas kalo ini memang jalan hidupku" ucapku sambil berusaha terlihat tegar didepan ibu

"Maafkan ibu mbak gara gara ibu kamu harus begini, kalo saja dulu ibu menolak untuk dinikahkan sama bapak pasti semua ini ndak bakal terjadi" ucap ibu

"Ini bukan salah ibu, jangan mikir yang ndak ndak, ini memang sudah jalan takdirku begini jadi ibu ndak usaha nyalahin diri sendiri" ucapku menenangkan ibu

"Sudah sudah ibu jangan nangis lagi, sudah subuh ayo solat subuh sama sama, tak bangunkan Aru sama Gendhis dulu" sambungku

___________________________________________________

Paginya saat kami sedang sarapan, bapak terlihat masuk kedalam rumah lewat belakang, setelah itu bapak langsung duduk dan makan sambil bertanya padaku bagaimana jawabanku, setelah bapak tau jawabanku bapak memintaku untuk bersiap siap segera dan meminta Gendhis dan Aru tidak usah sekolah karena nanti siang juragan janu dan keluarga akan datang untuk melamarku sebelum lusa nanti akan dilangsungkan hari pernikahan.

Saat ini aku sedang dirias oleh mua yang sudah disewa oleh juragan janu untuk mendandani ku, dan ya makanan pun sudah dipesankan oleh juragan janu sendiri, keluarga hanya perlu menyiapkan diri saja.

"Wah juragan janu bejo tenan oleh sampean mbak, wes ayu berpendidikan tinggi pisan" kata mua yang merias ku

( Wah juragan janu beruntung sekali dapat kamu mbak, sudah cantik berpendidikan tinggi lagi )

Aku menanggapinya hanya dengan senyum tipis

Pukul 10 pagi keluarga juragan janu sudah tiba di rumahku, acara berlangsung dengan tenang, ya walaupun aku sempat melihat ibu dan adikku Aru menangis.

Setelah acara semua dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang sudah disiapkan

"Nduk jani itu kang mas e disiapno maem e" ujar ibu dari juragan janu atau sebentar lagi menjadi ibu mertuaku

( Jani itu mas janu disiapkan makannya )

"Oh nggh bu, kulo siapaken riyen" ujarku dengan agak terbata

( Oh iya bu, aku siapkan dulu )

Kemudian aku lekas mengabilkan makan untuk juragan janu, setelah aku kembali untuk memberikan makanannya ke jurangan janu, aku berdiri agak jauh darinya, aku ragu ingin memberikan makanan ini

kemudian bude dari juragan janu yang melihatku dia menegurku "napo ngadek ndek kene, maem e ndang diwehne ning janu kono" ucapnya

( Kenapa berdiri disini, makanannya kasih ke janu sana )

"Ndak berani bude" balasku

( Gak berani bude )

"Oalah kok ndak berani, janu iku bakale dadi bojomu kok gak wani Iki pie to, yowes ayo tak anter kesana" ucap bude

( Oalah kok gak berani, janu nanti bakal jadi suami kamu kok gak berani ini gimana sih, yasudah ayo tak anter kesana )

Aku hanya menanggapi ucapan bude dengan senyuman

"Nu, ikiloh jani arep ngewehi maem gae awakmu, bocahe gak wani mrene dewe mangkane bude terne" ucap bude saat kami sudah sampai didepan juragan janu

( Nu, ini loh jani mau ngasih makanan buat kamu, anaknya gak berani kesini sendiri makanya bude anter )

Istri Ketiga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang