"Qiss.." Panggil lelaki disebelahnya.
"Hm?" Balqis menoleh pada Alaska, kulit pria itu nampak lebih bersinar ketika bertabrakan dengan sinar senja.
Saat ketiganya keluar dari mushola, matahari sudah mulai terbenam. Langit mulai berkamuflase menjadi warna jingga, mengikuti sinar sang surya yang kian memudar.
“Kita makan, yuk. Disana." Pria itu menunjuk sebuah warung lesehan yang berdiri tepat menghadap ke laut.
“Ayo." Balqis mengangguk. Tanpa sadar Alaska menggenggam tangan Balqis dan seketika membuat Balqis menarik tangannya pelan.
Beruntung kulit mereka tidak sempat bersentuhan karena terhalang kain, sebab Balqis mengenakan pakaian lengan panjang.
Alaska yang merasa berbalik, "Oh? Maaf." Lirihnya. Ia tak sadar menyentuh tangan gadis itu.
"Iya." Balqis menunduk malu. Lalu kembali berjalan menuju warung itu.
"Permisi, Bu? Pesan bakso dua mangkok ya?" Alaska sedikit membungkuk untuk memesan makanan pada penjual bakso itu.
"Oh iya. Tunggu sebentar." Ibu itu bergegas menyiapkan pesanan Alaska, dibantu oleh seorang laki-laki yang kelihatannya adalah suaminya.
"Mau pesan minum apa?" Tanya laki-laki yang membantu ibu itu.
"Mau apa?" Alaska meminta pendapat Balqis, "Es teh aja." Alaska lalu menyebutkan minuman yang diminta
Balqis.
Keduanya duduk di bawah beralaskan tikar. Letak warung ini benar-benar strategis. Selain menghadap pantai, warung ini juga menyajikan pemandangan sunset alias matahari terbenam.
Tak hanya lokasinya yang strategis, makanan yang dijual pun adalah makanan yang diminati banyak orang.
Pelanggan pasti puas, menikmati senja ditemani oleh semangkuk bakso dan sebuah kelapa muda memang salah satu momen terindah bagi semua orang, tak terkecuali Alaska. Hanya saja kali ini minumnya adalah es teh.
"Kak." Balqis mengalihkan atensinya pada Alaska.
"Iya?" Alaska mengangkat kedua alisnya bertanya.
“Makasih, ya.”
“Buat?”
“Yang dulu. Terimakasih sudah menolongku dengan temanku, Vela.”
“Ohhh.” Alaska mengangguk ingat, “Iya, sama-sama.”
Hening, keduanya kembali diam. Sampai pesanan mereka datang dan Balqis kembali bersuara.
“Kak.”
“Hm?”
"Senja itu indah, bukan?" Tanyanya lalu kembali menoleh ke barat, ke arah langit senja.
Hamparan langit berwarna jingga dengan goresan langit putih di beberapa bagian dan ditambah silau sinar mentari yang hampir tenggelam, disertai deburan ombak yang menghantam batu karang, membuat senja itu bagaikan lukisan.
"Hm. Tapi mereka hanya datang sebentar kemudian menghilang.” Alaska ikut menatap fokus objek yang kini dipandang lekat oleh Balqis.
Balqis berbalik menatap Alaska, menatapnya tepat pada manik gelap yang kini berkilau karena sinar senja.
"Tapi dia memberikan kepastian kepada semua orang yang menunggunya. Dia pasti akan datang, bukan? Tidak seperti pelangi yang belum tentu datang setelah hujan."
"Tapi senja tak seindah pelangi." Alaska balik menatapnya.
"Tapi pelangi tak se-setia senja." Balqis memandang Alaska penuh arti.
"Pelangi hanya akan datang setelah hujan. Dan senja? Ia selalu datang setiap hari. Bila tidak datang, itu pasti karena dirinya tertutupi oleh awan mendung." Balqis tersenyum manis.
Alaska membalas senyumnya. Senyum manis yang memiliki arti besar dibaliknya. Alaska tahu, ada maksud tersembunyi dari apa yang gadis itu katakan.
“Kamu tau? Tak semua senja itu setia, dan tak semua pelangi itu indah.”
-o0o-
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan Kulukis Senjamu
Teen FictionTerinspirasi dari lagu "Melukis Senja." Hanya berisi potongan cerita. -o0o- "Orang bilang senja itu setia, tapi apa jadinya kalau senja hari itu tak datang?" - Alaska "Berarti lagi ketutupan mendung." - Nayara Balqis "Lo mau ga jadi senja gue? Senja...