Balqis tidak melakukan apa-apa selain menikmati semilir angin dari bibir pantai.
Teman-teman yang dikenalnya, termasuk Via dan Fiona, sibuk menghabiskan siang itu di tengah laut. Keduanya menyelam ke dasar laut, hingga beberapa saat barulah terlihat kembali ke permukaan.
"Naya, beneran ngga mau ikut? Nanti nyesel, loh." Mahesa kembali menawari gadis itu untuk ikut berenang di laut, namun Balqis kembali menggeleng.
"Ngga papa, kakak aja yang main." Katanya singkat. "Beneran, nih?"
"Orang ngga mau ya jangan dipaksa, gimana sih lu!" Alaska menyenggol lengan Mahesa dari belakang yang seketika membuatnya menoleh.
"Serah gue." Ujarnya acuh lalu berlari ke arah laut.
"Qis, aku kesana dulu, ya." Alaska menebar senyuman pada Balqis.
Balqis mengangguk, "Hati-hati."
Balqis hanya menunggu dan melihat yang lain bermain, tak terasa waktu telah menjelang sore. Tepat setelah adzan ashar berkumandang, gadis itu beranjak dari duduknya dan melaksanakan solat. Tak lama kemudian kembali ke tempatnya seperti semula.
Saat ia kembali, Alaska naik ke permukaan dan kembali ke bibir pantai, begitu juga dengan yang lainnya.
Cepak cepak
Bunyi langkah kaki yang basah begitu familiar ditelinga Balqis ketika Alaska berjalan mendekatinya, "Udah solat, Qis?" Tanyanya ketika sampai didepan gadis itu.
Balqis mengangguk, "Buruan solat, Kak. Nanti waktunya habis, loh." Ingat Balqis pada pria itu. "Tenang aja. Ini mau solat."
Lantas pria itu meninggalkan Balqis sendiri, berlari menuju toilet umum terdekat.
Via dan Fiona pun sama, keduanya mendekati pantai dan akan menuju toilet umum. Dari kejauhan terlihat Via yang menarik tangan Fiona agar menghampiri Balqis lebih dulu, namun Fiona justru menariknya ke arah yang berlawanan.
Alhasil gadis Papua itu hanya bisa mengikuti ke mana langkah Fiona membawanya.
Tentu hal itu tak luput dari pandangan Balqis, gadis itu hanya tersenyum sendu melihatnya. Ia tak mengerti, perbuatan apa yang telah ia lakukan hingga membuatnya terlihat salah di mata Fiona.
“Nay.” Panggil mahesa dari sebelahnya. Entah sejak kapan pria itu sudah meluruskan kakinya, menyangga badannya dan duduk anteng di sebelah Balqis.
“Sejak kapan kakak disini?”
“Aduh, sakit banget. Segitu cueknya kamu sampe ga tau aku di sini sejak kapan.” Mahesa meremat dadanya, mendramatisir akting yang dilakukannya.
Balqis terkekeh, “Ya maaf, Kak.”
Mahesa mendengus pelan, lalu menyugar rambut basahnya ke belakang dan mengibaskannya sebentar. Sinar senja membuat rambut panjangnya yang basah terlihat berkilau.
“By the way, udah solat nih? Udah sore, loh.” Mahesa menatap matahari yang kini telah berapa di ufuk barat. “Udah, dari tadi. Dan itu,“ Balqis ikut menatap matahari yang hampir terbenam, “Indah, ya?”
“Iya, indah.”
“Apalagi kalau kita sendiri yang lukis senja itu.”
Mahesa menatap Balqis, “Kenapa bisa gitu?”
“Sebab setiap orang akan menganggap lukisannya adalah lukisan terindah dan lebih indah dari milik orang lain.” “Kalau begitu izinkan kulukis senjamu, Nay.”
Balqis mengernyit heran, “Kenapa senjaku?”
“Karena aku ingin lukisan senja terindah yang kumiliki adalah dirimu.” Manik hitam itu terlihat terlihat memantulkan cahaya senja. Balqis bisa melihat dengan jelas lukisan senja dalam netra gelapnya.
Mereka menikmati senja di tepi pantai, sama seperti pengunjung yang lain. Menikmati deburan ombak seraya menunggu matahari tenggelam.
“Bila aku bilang, tak perlu kau lukis senjaku. Karena tanpa kau lukis, senjaku sudah indah karena ada dirimu, bagaimana?”
“Apakah itu berarti akulah senjamu?”
-o0o-
![](https://img.wattpad.com/cover/328744671-288-k571183.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan Kulukis Senjamu
Teen FictionTerinspirasi dari lagu "Melukis Senja." Hanya berisi potongan cerita. -o0o- "Orang bilang senja itu setia, tapi apa jadinya kalau senja hari itu tak datang?" - Alaska "Berarti lagi ketutupan mendung." - Nayara Balqis "Lo mau ga jadi senja gue? Senja...