O6

2.8K 294 12
                                    

Harvian gusar. Ia merasa begitu kaget mendengar jawaban Jordan siang tadi.

Sekarang sudah pukul delapan malam, Harvian masih bingung. Ia tak tau langkah apa yang harus ia ambil, dirinya penuh dengan segala keragu-raguan.

"Dek? Gue masuk ya."

Sosok Angkasa tiba-tiba terlihat, sejujurnya ia sedikit bingung. Tumben sekali sang adik tidak beradu mulut dengan sang ayah di ruang tengah.

Sesaat setelah Angkasa masuk ke dalam kamar Harvian, ia langsung bisa merasakan ada yang tak benar dengan adiknya. Kamar adiknya terlihat lebih acak acakan dari biasanya, apalagi sejak pulang sekolah tadi sang adik sama sekali tak keluar dari kamarnya.

"Lo ada masalah?" Angkasa mendekat, duduk tepat disisi ranjang Harvian.

"Kak..."

Angkasa mengangkat satu alisnya, suara adiknya sedikit serak. Apakah ia menangis? Angkasa tak bisa melihatnya dengan jelas.

Maka berdirilah Angkasa, menyalakan lampu guna menerangi kamar sang adik yang tadi melebur dengan gelapnya malam.

"Hei, kenapa nangis?" Angkasa kaget, ternyata sedari tadi adiknya menangis dalam diam. Wajahnya memerah, Angkasa tak tau sejak kapan adiknya menangis.

Angkasa tak lagi bertanya, ia mendekati sang adik. Mengusap usap kepala Harvian dengan lemah lembut. Bundanya sedang tak ada dirumah, maka ia lah yang menggantikan peran sang bunda sementara.

"Kamu kenapa?" Dirasa Harvian sudah cukup tenang, Angkasa kembali bertanya.

"Kak.. aku bingung." Angkasa bisa melihat netra sang adik yang memang terlihat gelisah melirik kesana kemari.

"Bingung kenapa?"

"Kak, Jordan bilang dia masih sayang aku."

Angkasa mengerutkan dahinya, berpikir kenapa sang adik malah merasa bingung.

"Terus? Perasaan kamu ke dia gimana?"

Harvian melipat bibirnya, ini yang ia bingungkan sehingga tak bisa fokus selama pembelajaran disekolah. Ini yang ia bingungkan hingga ia merasa sakit kepala dan menangis.

"Aku gak tau..."

Angkasa menghela napasnya, sepertinya ia sudah tau alasan sang adik yang nampak uring uringan.

"Aku gak mau jadi keledai bodoh yang masuk kedalam lubang yang sama dua kali." Lanjut Harvian, suaranya masih agak serak.

Angkasa membungkam mulutnya, ia tengah berpikir keras. Apakah ada satu cerita yang terlupakan olehnya hingga sang adik nampak sebegini bingungnya.

"Kak... aku sama Jordan putus gak cuma karena ldr..." Harvian berhenti sejenak, ia membasahi bibirnya, menunjukan betapa ragu dirinya saat ini.

"Tapi?" Angkasa bersuara, sepertinya ini kepingan cerita yang dirinya tak tau.

"Waktu itu, Jordan selingkuh.."

Hening, kamar Harvian benar benar hening. Hanya terdengar deru napas dari kakak-beradik yang ada di dalam kamar itu.

Angkasa kini paham, apa yang membuat sang adik meragu. Ia tak menyangka jika sosok Jordan yang dilihatnya sebagai anak-muda-yang-sopan-dan-bucin ternyata tak sepenuhnya benar.

"Dek, yang kakak tanya itu gimana perasaan kamu ke Jordan." Angkasa tetap mencoba dipendiriannya yang pertama. Ia harus mengetahui perasaan sang adik untuk membantunya.

"Aku, aku... aku masih, aku rasa aku masih punya ruang di hati aku buat dia." Harvian menjawab dengan penuh keragu raguan.

"Tanpa melihat alasan kalian putus, apa kamu mau balikan sama Jordan?"

"Aku mau. Tapi kak, aku masih ragu, aku gak bisa buat lupa gitu aja kak." Harvian rasa kepalanya bisa pecah saking pusingnya memikirkan hal ini.

"Aku gak mau jadi keledai bodoh, kak." Ulang Harvian

"Dek.. kakak gak maksa kamu, semuanya terserah kamu yang penting kamu udah tau perasaan kamu. Kakak gak bisa ngeliat kamu kesiksa dengan cara nolak Jordan padahal kamu pun masih ada rasa sama dia, tapi kakak juga gak mau kamu nerima Jordan dengan rasa ragu yang begitu besar."

"Dek, Jordan mungkin udah merenungi kesalahannya. Jordan mungkin udah berubah untuk jadi lebih baik, Jordan pasti udah tau seberapa besar peran kamu dalam hidupnya dan Jordan pasti udah tau seberapa besar rasa sayangnya dia ke kamu. Makanya dia milih buat ngasi tau kamu tanpa ragu."

"Kalaupun kamu milih untuk nolak Jordan. Kakak akan selalu dukung kamu, kakak akan selalu memihak ke kamu. Kamu gak salah, kakak tau seberapa besar rasa takut yang kamu rasakan."

Angkasa berceloteh panjang, ia kembali mengusap halus kepala sang adik dengan penuh sayang. Apa yang ia katakan kali ini benar benar langsung dari hatinya.

Mungkin sehari hari Angkasa memang agak menyebalkan bagi Harvian. Namun kali ini Harvian sangat bersyukur mempunyai seorang saudara seperti Angkasa.

Dengan cepat, Harvian memeluk tubuh sang kakak. Tanpa memperdulikan jika tubuhnya membuat tubuh sang kakak tenggelam.

"Kak, makasih banyak." Harvian berucap lirih kepada sang kakak.

"Gak perlu makasih, ini memang tugas kakak, Yan. Ngebantu kamu disaat kamu kesulitan."

"Sekarang, kamu tidur aja ya. Kakak tau kamu pasti capek seharian mikirin ini sendiri." Angkasa berujar lembut, sekali lagi ia mengelus kepala sang adik.

Harvian langsung mengangguk, memang tak bisa dipungkiri, ia begitu lelah hari ini.

Tak butuh waktu lama, Harvian sudah tertidur. Membuat Angkasa hanya tersenyum dan pergi keluar membiarkan sang adik beristirahat dengan tenang.

EX - JeongHaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang