PARENTAL ADVISORY ADVICED <13. Did a lot of cursing here :p
----------
"Pizza delivery!" sebuah sahutan memecah lamunannya.
"Wait a sec. I'm on the backyard," Dare bangkit dari kolam dan baru akan berlari untuk menyambar handuk yang disampirkannya secara sembarangan pada kursi kayu tua di halaman belakang saat-
"Now that's what I called a scenery," si pengantar pizza palsu melirik tubuhnya yang basah kuyup dari ujung rambut sampai ujung tumitnya.
"What the- Shit!" Dare melingkarkan kedua lengan di tubuh bagian atasnya untuk menutupi dadanya yang hanya terbalut sehelai tanktop berwarna putih.
"What the hell are you doing?" mata abu-abunya memelototi pemuda yang sedang melemparkan senyum menggoda itu.
"Missing you too, Dare," pemuda itu meletakkan pizzanya di atas kursi dan meraih handuknya sebelum melangkah mantap mendekatinya.
Pemuda itu melingkarkan handuk untuk membungkus tubuhnya, menyatukan kedua tepian handuk di depan dadanya dan memeganginya.
Kemudian, pemuda itu menunduk untuk menyentuhkan ujung hidungnya padanya, membuatnya terkesiap kaget, tubuhnya mundur menjauh secara otomatis untuk menghindar. Gerakannya terhalang oleh handuk yang membungkusnya.
Stupid towel!
Pemuda itu tak menggubris reaksinya dan hanya menarik handuknya kuat-kuat, sehingga tubuhnya tersentak maju tanpa daya untuk mendekati tubuh si pemuda yang kira-kira lima inchi lebih tinggi darinya.
Dare menelan ludah satu kali sebelum mendongak dan menemui sepasang mata milik pemuda itu. "You shouldn't-"
"I shouldn't what?" pemuda itu menundukan wajahnya lebih dekat untuk meraih bibirnya.
Napas hangat pemuda itu membelai wajahnya, laksana uap yang mengambang naik dari bath tub yang berisikan air hangat, membuainya, menyela tabel periodik kimia yang sedang diulangnya berkali-kali dalam pikirannya dalam rangka menyingkirkan bayangan-bayangan lancang yang menyebabkan tubuhnya gemetaran seperti anak kucing tercebur kolam.
Dare menolehkan wajahnya pada detik terakhir, menyebabkan bibir dan puncak hidung pemuda itu hanya menyentuh pipinya dengan sedikit memaksa.
"What now?" pemuda itu menarik wajah untuk menatapnya. "You promised me, Dare. Remember? I bought you a pizza too, pepperoni and cheese no paprika with extra cheese, right?"
Gosh! Sulit sekali berpikir dengan normal saat seorang pemuda dihadapanmu berusaha untuk menempelkan wajahnya padamu dan mencuri napasmu.
Makian dalam Bahasa Rusia meluncuri benaknya.
Come on, Dare? What are you? A fourteen years old girl? Why on earth did you act like one?
"I know," suaranya tercekat. "I did. But-"
"But what?" pemuda itu menuntut, kembali merendahkan wajah padanya, memakunya di tempat dengan tatapan matanya yang setajam elang. Rambut pemuda itu bergerak seolah menari-nari akibat angin sepoi-sepoi yang bertiup dari utara, menerbangkan helai-helainya untuk jatuh menutupi dahi yang sedang berkerut sempurna, hidungnya yang mancung sangat menarik di wajahnya yang nyaris hanya memiliki satu macam emosi yang sangat liar.
Satu-satunya alasan kenapa para gadis mengejar-ngejarnya dengan mudah, keliaran itu, seperti hewan buas yang siap menerkammu kapan saja kau salah bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN SINNERS (On Hold)
Teen FictionTujuh iblis dalam diri manusia. Tujuh orang pendosa yang menghadapi dunia. Tapi, bagaimana kalau ternyata, ada alasan dibalik kemunculan iblis-iblis ini dalam diri manusia. Bagaimana kalau ternyata, kemunculan iblis-iblis ini sendiri merupakan hasil...