3. Keikhlasan hati

185 26 0
                                    

-TYPO BERTEBARAN-
❁❁❁

-TYPO BERTEBARAN-❁❁❁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❁❁❁

Senin tiba, Vano dan keluarga kecilnya sudah pulang dari rumah kakek dan nenek sejak tadi malam, begitu juga dengan keluarga Anza, opa-oma, dan gepa-gema.

Rumah mama dan papa. Mama sibuk menyiapkan sarapan dibantu dengan mbak Vika, sedangkan para laki-laki sedang berkumpul di ruang keluarga bermain dengan si kecil Atta. Bang Dava dan Vano memang memutuskan untuk mampir kerumah orang tua mereka dulu sebelum pulang kerumah pribadi masing-masing.

Vano memutuskan membeli rumah sendiri sejak mulai bekerja, karena rumah orang tuanya lumayan jauh dari rumah sakit tempat nya bekerja, jadi dirinya mencari yang lebih dekat. Sedangkan bang Dava yang bekerja sebagai dosen juga memutuskan untuk membeli rumah di dekat kampusnya mengajar, tepat satu bulan sebelum menikah dengan mbak Vika. Baik kembali pada tiga laki-laki dewasa dan batita satu tahun itu.

"Van"

"Ya pa?" Papa tak langsung menjawab.

"Kamu beneran serius kan dengan perjodohan sama Anza?" Tanya papa dengan tegas, dia tidak ingin anaknya hanya bilang terima karena tak enak hati dengan keluarga besar, jangan sampai anaknya menyakiti hati keponakan nya.

Vano mengernyitkan heran, kenapa papa nya tiba-tiba bertanya seperti itu?, selama dirumah kakek memang papa banyak diam. Apa pertanyaan itu yang selama beberapa hari lalu papa nya pendam?.

"Tentu saja Vano serius pa, sangat serius, tanpa paksaan, dengan kemauan hati, dan keikhlasan hati Vano menerima perjodohan ini" Jawab Vano tegas.

"Kenapa papa bertanya begitu?" Tanya bang Dava sambil memangku Atta.

"Tidak, hanya memastikan sekali lagi. Papa tidak mau anak papa menyakiti hati perempuan, karena jika itu terjadi berarti papa gagal menjadi seorang ayah"

❁❁❁

Jika dikeluarga Vano, papa yang memastikan sekali lagi. Dikeluarga Anza, Enzo tidak henti-hentinya bertanya pada mbaknya itu, apakah sudah yakin atau belum dengan keputusannya.

"Enzo, udah sini heh. Jangan di recokin terus mbak mu itu, kalo ngamuk kamu dilempar pake HP nya pun jadi nanti" Lelah melihat si bungsu yang terus mengekori si sulung, ayah langsung menyeret Enzo untuk duduk di teras rumah dengan menikmati teh panas buatan bunda.

"Wallahi aku gak ikhlas klo bang Vano nyakitin kamu mbak!" Teriak Enzo sebelum pintu rumah di tutup sama ayah.

Keduanya pun duduk di kursi yang memang ada di teras. "Diem, nih minum teh" Enzo langsung mengambil cangkir putih tersebut dan meminumnya. "Huahh! Panas panassss"

My Cousin || BluesyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang