Tepat di jam 00.15 dini hari, gadis itu tengah meremas kuat handphone yang ada di genggaman nya. Bukan karena tanpa sebab, dia baru saja menemukan hal yang gak seharusnya dia tau, tapi dengan lancang kedua mata nya melihat salah satu notif yang benar-benar di luar dugaan nya.
Satu notif dari sosmed pacarnya muncul, dan itu berasal dari nama yang tidak asing bagi dirinya. Vivian. Nama itu lah yang muncul di bar notifikasi milik nya.
Siapa Vivian? Tidak mungkin orang yang bermasalah dengan pacarnya bukan? Kalaupun memang iya, untuk apa dia menghubungi pacar nya lagi?
Di waktu dini hari itupun, gadis yang sudah penuh amarah itu mencoba untuk melupakan dan tidak memperdulikan siapa orang yang bernama Vivian.
Gadis yang masih terjaga di tengah malam ini bernama Zahra Khaulah. Gadis berusia 19 tahun yang tinggal di kota bandung tanpa kedua orang tua nya.
Baru saja tadi sore dirinya senang karena habis bertemu pacarnya, dan sekarang secara tiba-tiba kesenangan itu berubah menjadi luka.
"Gue tanyain besok aja deh, semoga gak kayak apa yang gue pikirin."
Ara mencoba untuk tidur setelah mengucapkan kalimat itu kepada dirinya sendiri, namun nihil, kedua matanya tidak bisa tertutup. Selang beberapa menit kemudian, dirinya kembali membuka handphone dan melihat foto beserta video nya bersama pacarnya.
Pacarnya bernama Yessica Tamara, atau lebih sering di panggil Chika.
Gadis cantik dengan senyuman manis, kedua bola mata coklat, dan si pemilik gummy smile.
***
"Chika."
"Apa sayang?"
"Ada hal yang kamu sembunyiin dari aku?"
"Gak ada sayang."
Ara menatap lekat wajah Chika, mencoba menyelidik lewat tatapan nya. Sedangkan Chika, gadis itu malah tersenyum bahagia mendapatkan tatapan lekat dari Ara.
"Aku tau kok aku cantik, tapi bisa biasa aja gak natap nya? Degdegan nih." Ujar Chika dengan nada bahagia nya.
Tatapan Ara berubah menjadi dingin, yang awal nya tatapan mengintimidasi sekarang lebih bisa di bilang tatapan malas dan capek. Ara sudah tau semuanya, tapi Ara ingin Chika jujur dan memberitahukan semua hal yang dia sembunyikan kepada dirinya.
Ara mengeluarkan handphone dari saku celana nya. "Boleh tolong di jelasin, maksud dari foto ini apa?" Katanya seraya memperlihatkan salah satu foto yang ia dapat dari orang suruhan nya.
Chika diam. Dia menatap tak percaya kepada Ara, terlebih dengan foto yang Ara tunjukan sekarang ini. Dari mana Ara mendapat nya? Dan kenapa Ara bisa tau? Chika mendadak panas dingin, detak jantung nya berpacu lebih cepat, di tambah rasa takutnya menyerang kala melihat raut wajah Ara yang tidak biasa nya.
"Kamu tenang dulu, aku jelasin dari awal ya?" Ujar Chika.
Ara mengangguk, kemudian kembali menatap wajah Chika.
"Aku tau aku salah, aku minta maaf sama kamu. Di awal bulan november aku selingkuh sama Vivi, tapi aku sama dia gak ada rasa apapun Ra, aku juga gak tau kenapa aku bisa mau nerima dia." Chika mengehela nafas sebentar, lalu kembali melanjutkan kalimat nya. "Tanggal 5 november Vivi deketin aku, aku kira dia cuma mau berteman doang, ternyata dia malah lebih intens dan terus ngasih perhatian lebih ke aku, bener-bener kayak orang yang lagi pdkt."
Kedua mata Ara tidak lepas dari Chika, dia diam dan terus memperhatikan semua gerak gerik Chika, penjelasan yang Chika beripun Ara dengar dengan seksama. Penjelasan itu berhasil membuat Ara kaget, sangat kaget. Chika adalah gadis yang sangat membenci pengkhianatan, apalagi perselingkuhan, dia sangat membenci itu. Tapi sekarang, gadis itu malah melakukan nya.
Chika memberanikan diri untuk menatap Ara, dilihat nya sebentar kemudian kembali menunduk. Kedua mata Ara sudah memerah, pertanda bahwa dia sedang menahan tangisan dan amarah nya.
"Kenapa kamu ngelakuin itu Chik? Kamu gak mikirin perasaan aku atau emang kamu juga tertarik sama Vivi?" Ara mencoba menahan sesak nya. "Aku ada salah apa Chik? Apa ini karna kejadian dulu jadi kamu bales dendam?"
Dengan cepat, Chika menggelengkan kepalanya. "Enggak! Gak ada bales dendam Ara." Paniknya.
"Maaf.." Cicit Chika.
"Lepasin aku Chik."
Chika menahan lengan Ara sambil menatap sendu gadis itu. "Enggak, aku gak mau Ara. Aku minta maaf..."
"Kamu minta maaf karna ketauan Chik, bukan karna kamu nyesel."
"Aku nyesel Ra, aku nyesel. Aku khilaf Ara. Aku mohon jangan kemana mana, sama aku terus ya? Please..."
Ara berdiri, dan melepaskan tangan Chika dari lengan nya.
"Orang selingkuh itu bukan suatu hal yang di sebut khilaf Chik, mereka ngelakuin dengan kesadaran penuh." Ucap Ara. Chika yang mendengar nya benar-benar khawatir, takut, perasaan nya campur aduk sekarang. Dia tidak mau Ara pergi, dia tidak bisa jika harus sendiri tanpa Ara di samping nya.
"Kamu bisa tanpa aku Chik." Chika kembali menggelengkan kepalanya. "Lepasin aku, aku mohon." Lanjut Ara.
Chika ikut berdiri, lalu memeluk tubuh Ara. "Enggak mau.. Aku gak bisa sendiri Ara, aku butuh kamu."
Helaan nafas berat itu berhembus. Ntah seberapa banyak masalah yang sekarang sedang di hadapi oleh Ara, tapi yang pasti gadis itu sudah mencapai di titik terlemah nya.
"Kamu butuh aku untuk apa? Kamu bisa dengan cepat cari pengganti Chik, 3 orang sekaligus."
Kepanikan Chika semakin memuncak, pelukan nya pun semakin kuat. Chika benar-benar menyesal telah melakukan hal yang di bencinya, dan Chika tidak ingin Ara pergi.
"Maaf Ara..." Kali ini isakan dari Chika mulai terdengar, dan itu menjadi salah satu kelemahan bagi Ara.
"Aku janji aku bakal berubah, aku gak bakal ngelakuin hal itu lagi, aku janji Ara... Tolong jangan kemana-mana, temenin anak kecil ini terus, aku mohon."
Sakit. Itu yang Ara rasakan. Dia ingin marah semarah-madah nya kepada gadis yang ada di pelukan nya ini, tapi dia tidak bisa. Ara tau Chika tidak bisa di bentak, dan lebih baik Ara memendam amarah nya sendiri.
"Jangan nangis Chika."
"Aku udah nangis, aku gak bisa tahan tangisan aku."
"Kamu gak akan kehilangan siapapun, aku gak pergi Chik, aku masih disini nemenin kamu. Tapi Ara kamu udah hilang semenjak awal november."
Pecah tangisan Chika saat mendengar omongan Ara barusan. Dan Ara tidak bisa apa-apa lagi selain mencoba menenangkan Chika dengan usapan lembut di kepala nya.
Ara berniat untuk terus menemani Chika sampai gadis itu benar-benar bisa melepaskan dirinya, Ara tidak perduli dengan rasa sakit dan pengkhianatan yang Chika lakukan. Toh dulu juga Ara pernah membuat luka ke Chika. Anggap saja ini karma atau balas dendam.
Rasa sayang Ara ke Chika lebih besar, dan akan sulit juga bagi dirinya kalau memaksakan untuk pergi.
"Aku sayang kamu Ara, aku cinta kamu." Ucap Chika di balik dekapan Ara. "Aku bakal buktiin omongan aku, aku bakal berubah gak akan gitu lagi." Chika mendongkak untuk melihat wajah Ara. "Temenin aku berproses ya Ra? Sama kayak aku dulu nemenin kamu."
Ara mengangguk. "Iya."
"Sekali lagi aku minta maaf udah bodoh, udah nyakitin kamu. Aku minta maaf."
"It's okay."
"I love you Ara."
"Me too."