01. Jenna

27 8 5
                                    

Jenna menyeruput americano dinginnya, sesekali melirik dua sahabatnya yang mengobrol hanya berdua seolah tak menyadari keberadaan Jenna. Terjebak di antara dua orang yang sedang merasakan manisnya kasmaran ternyata sangat menyebalkan. Sedari tadi, Luna dan Cici terus membahas hal kurang dimengerti oleh Jenna. Bisa-bisanya Jenna menghabiskan waktu makan siangnya bersama dua orang ini.

"Bisa nggak, kalian bahas topik yang bisa gue mengerti?" protes Jenna mencoba mengalihkan atensi kedua temannya.

Tapi sia-sia. Pertanyaan Jenna diabaikan dan dua orang di hadapannya ini tetap melanjutkan obrolan mereka yang tidak Jenna mengerti.

"Guys," panggil Jenna sambil mengetuk-ngetuk meja, berharap kedua temannya sadar akan kehadirannya.

"Guys!" Kali ini Jenna memukul meja dengan keras, membuat orang-orang yang sedang menikmati makanan mereka melirik Jenna. Tak terkecuali dua temannya yang sedari tadi mengabaikannya. "Maaf Pak, Maaf Buk, silakan dilanjut lagi makannya."

Jenna menatap dua temannya yang kembali mengobrol seolah tak terjadi apapun barusan. Muak, Jenna menenggelamkan wajah ke lipatan tangannya yang ia lipat di atas meja.

Mentang-mentang mereka berdua mau nikah, yang dibahas Luna dan Cici selalu tentang pernak-pernik pernikahan belakangan ini. Sudah jelas Jenna tidak diajak karena ia belum ada tanda-tanda akan menikah dalam waktu dekat. Jangankan punya rencana untuk menikah, punya pacar saja tidak.

Jenna mencoba menenangkan dirinya untuk tidak marah saat ini. Wajar jika kedua temannya itu sibuk dengan segala pernak-pernik pernikahan. Di usia mereka yang lebih tua dari Jenna, tentu saja mereka sudah didesak oleh umur untuk menikah. Berbeda dengan Jenna yang masih berusia dua puluh dua tahun.

"Kak, bisa nggak, udahan bahas nikahnya?" protes Jenna lagi.

Luna menoleh, melirik Jenna sambil mencibir. "Anak kecil diam aja."

"Gue udah dewasa, ya!"

"Lo masih kecil, Jen," ucap Cici ikut mencibir Jenna.

Jenna memutar bola matanya malas sambil menendang-nendang kakinya asal. Kesal dengan dua orang di hadapannya yang terus membahas topik yang sama tanpa rasa bosan sama sekali.

"Makanya cari pacar, Jen," ucap Luna.

"Iya, mending lo cari pacar, biar ada temen buat datang ke kondangan," ujar Cici ikut membenarkan perkataan Luna.

"Cariin, dong," rengek Jenna.

"Mulai dia rengek-rengek lagi, dasar anak kecil," sindir Cici.

"Dasar tua bangka!" balas Jenna tak mau kalah.

Luna meraih ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana. Setelah beberapa saat, Luna menyodorkan hpnya ke wajah Jenna agar Jenna bisa masuk ke obrolan mereka.

"Jen, menurut lo bagus yang mana?" tanya Luna saat memperlihatkan foto-foto pelaminan dari bebera wedding organizer yang sudah ia searching sebelumnya.

"Malah nanya ke gue!"

Jenna benar-benar kesal sekarang. Jenna memang minta untuk diajak mengobrol. Tapi bukan bahas pernikahan juga dong. Ini Jenna yang jomblo makin merasa ngenes jadinya. Gini amat Jenna dapat teman. Tidak ada pengertiannya sama sekali.

"Tapi kayaknya lo harus mulai mikirin pernikahan deh, Jen. Lagian, lo udah legal buat nikah juga, kan?" Cici bersuara.

"Apaan! Gue aja baru lulus kuliah kemaren!" elak Jenna. Ia merasa masih terlalu muda untuk menikah sekarang.

"Mana tau, jodoh lo udah deket, nikah muda seru loh, Jen. Jangan sampai lo kayak kita, udah keburu dikejar umur baru nikah."

Jenna berusaha mengabaikan omongan kedua teman kerjanya ini. Ia sedang berusaha untuk tidak terpengaruh saat ini. Walaupun sebenarnya Jenna mulai melihat konten parenting, konten nikah, akibat ulah kedua temannya ini. Tapi, Jenna mencoba mempertahankan akal sehatnya untuk tidak menikah terlalu cepat.

Request JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang