06. Kita Ngapain?

3 4 0
                                    

Suasana warung makan saat ini membuat Jenna tak berhenti melirik kesana kemari. Semua meja terlihat bising, tapi mejanya dan Alif malah diselimuti keheningan.

Jenna mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke atas meja sembari memperhatikan orang-orang di sekelilingnya, tak terkecuali Alif yang duduk di hadapannya. Tak hanya mengetukkan jari, Jenna juga menggigit bibir bagian bawahnya frustasi dengan keheningan antara dirinya dan Alif. Bukannya apa, Jenna hanya tak betah dengan keheningan seperti ini, sedangkan Alif sedari tadi hanya diam menatap layar ponselnya.

"Lo nggak mau pulang duluan aja?" tanya Jenna ragu-ragu.

Alif melepas pandangan dari layar hp dan beralih memandang Jenna. "Gue pulang pake apa? Lo tanggung jawab dong, anterin gue pulang lah," jawab Alif.

Agak nyelekit bagi Jenna, emang ya, kalau orang pendiam itu sekalinya ngomong bikin sakit hati. Padahal Jenna niatnya baik, tidak mau merepotkan Alif yang kelihatannya lelah. Tapi niat baik Jenna sepertinya disalah artikan oleh Alif.

"Oke."

Jenna tak memiliki niat untuk berbicara lebih banyak lagi. Ini pertama kalinya ia dibuat diam tak bisa bersuara, padahal biasanya ia cerewet pada setiap orang yang sedang bersamanya. Nyali Jenna benar-benar dibuat menciut oleh Alif yang seperti freezer, dingin cuy.

Frustasi karena tak bisa berbicara, Jenna menarik rambutnya dan menangkupkan tangan yang masih memegang rambut ke pipinya. Tak peduli dengan rambutnya yang mulai kusut, Jenna hanya ingin menahan dirinya agar tidak berbicara lebih banyak lagi.

Sadar akan jawabannya yang sedikit menyinggung Jenna, Alif meletakkan hp dan berdeham. Sumpah, ia sama sekali tak berniat untuk membuat Jenna tersinggung.

"Lo marah, Kak?" tanya Alif.

Jenna menyingkirkan tangan dan rambutnya dari daerah mata dan menatap Alif agak lama.

"Marah, ya?" tanya Alif lagi, kali ini dengan perasaan sedikit tidak enak.

Kali ini, Jenna menegakkan punggung dan menurunkan tangan dari wajahnya. "Kenapa harus marah?"

"Jadi, nggak marah?" Alif menjawab pertanyaan Jenna dengan sebuah pertanyaan lagi.

Jenna melirik ke kiri dan kanan kemudian menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan Alif.

"Oh, oke."

Setelah kalimat terakhir yang dilontarkan Alif, keheningan kembali melanda. Saat makanan Alif masih betah tanpa bicara, sedangkan Jenna sibuk sendiri dengan mie rebus dengan asap yang masih mengepul di hadapannya.

"Tomat minggir dulu." Jenna memindahkan tomat ke piring kecil yang dijadikan alas mangkok mie rebusnya. "Daun bawang dieliminasi."

Alif melirik Jenna. Memastikan kalau Jenna sedang tidak berbicara padanya. Tapi, lirikan Alif berubah jadi tatapan dengan durasi yang cukup lama. Ia malah terus menatap Jenna yang sibuk mengaduk mie sambil memisahkan daun bawang.

"Oke, selamat makan Jenna," ucap Jenna pada dirinya sendiri sambil menyuap mie ke mulutnya.

Saat menatap ke arah depan, mata Jenna malah bertemu dengan mata Alif yang masih menatapnya. Jenna membulatkan matanya, sedikit tidak nyaman karena tatapan Alif.

"Apa? Kenapa?" tanya Jenna sambil mengunyah.

"Nggak." Alif memelingkan wajah menatap mangkok mie.

Tak mau mempermasalahkan hal yang tidak penting, Jenna mengangkat bahunya acuh kemudian kembali menyantap mie.

Keheningan kembali menyelimuti mereka. Sampai saat membayar, barulah mereka kembali bersuara. Bahkan, perdebatan mereka cukup panjang untuk memutuskan siapa yang akan membayar.

Request JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang