05. Sore Ini di Pinggir Jalan

6 4 0
                                    

Dada Jenna terus naik turun karena hembusan napas kasarnya. Asap kendaraan yang berlalu lalang, kebisingan jalanan, dan matahari yang mulai tenggelam membuat Jenna ingin berteriak saja. Tapi, sebisanya Jenna menahan dirinya agar tidak berteriak di pinggir jalan ini seperti orang gila.

"Argh!" geram Jenna sambil menurunkan standar motor yang sedari tadi ia dorong.

Jenna berjongkok di pinggir jalan sambil menyeka keringat di dahi. Dadanya sudah terasa sesak sekali saat ini. Mermikirkan hari ini tidak ada satupun hal baik yang terjadi membuat Jenna ingin menangis sekarang juga.

Dimulai dari paginya yang terlambat bangun hingga ia terlambat ke kantor. Dilanjutkan dengan bertemu Haikal di jalan dengan pacar barunya. Kemudian ditegur atasan karena dirinya yang tidak fokus. Dan sekarang, motornya mogok dalam perjalanan pulang. Kurang sial apa lagi Jenna hari ini. Akankah ada kesialan lain setelah ini? Kalau ada, tolong beritahu Jenna secepatnya agar ia bisa menghindari kesialan berikutnya.

Sebelum bertambah lelah karena berlama-lama meratapi nasib buruknya hari ini, Jenna kembali bangkit dan lanjut mendorong motornya untuk mencari bengkel. Berlama-lama meratapi nasib tidak akan membuatnya lebih baik, yang harus Jenna lakukan sekarang adalah mencari solusi.

"Ini bengkelnya mana, sih?!" kesal Jenna yang sedari tadi tak kunjung menemukan bengkel. Padahal ia merasa sudah berjalan cukup jauh. "Fix, ini gue sial gara-gara ketemu Haikal. Emang tuh anak emang bawa sial. Nggak dulu, nggak sekarang, sama aja."

Walaupun terus menghembuskan napas kasar, Jenna terus mendorong motornya. Dalam hatinya ada keinginan besar untuk membanting motor ini, tapi Jenna mencoba untuk menahan dirinya. Beli motor mahal cuy, yakali Jenna main banting-banting aja. Jenna tidak sekaya itu untuk melakukan hal yang sangat sia-sia.

"Kak?"

Suara berat laki-laki yang tiba-tiba mengusik gendang telinganya membuat Jenna terkejut dan hampir tumbang. Untung saja laki-laki yang memanggilnya itu dengan sigap langsung menahan motor Jenna yang hampir tumbang.

"Loh? Loh?" bingung Jenna saat mendapati Alif adiknya Cici berdiri di sampingnya dengan helm yang terpasang di kepalanya.

"Motor lo kenapa?" tanya Alif mengabaikan kebingungan Jenna.

"Nggak mau hidup, tadi tiba-tiba mati sendiri," jawab Jenna sambil menurunkan standar motornya.

Jenna menatap Alif yang mencoba memeriksa motornya dan teman Alif yang tetap berada di motornya bergantian. Dalam sejenak, Jenna merasa kesialan yang menimpanya seharian ini bukan apa-apa setelah melihat dua wajah tampan di hadapannya saat ini. Emang ya, apapun masalahnya, cowok ganteng adalah obat.

Setelah memeriksa keadaan motor Jenna, Alif berjalan menghampiri temannya. "Lo duluan aja, gue nolongin dia dulu."

Bukannya mengangguk dan langsung pergi, teman Alif itu malah mengernyitkan dahi dan menatap Alif tidak biasa. Seolah apa yang diucapkan Alif barusan adalah sebuah keajaiban dunia kedelapan. Seolah Alif yang menolong sesama manusia, apalagi seorang perempuan adalah hal yang harus dianggap luar biasa.

"Yakin lo?" tanyanya dengan nada ragu.

"Nggak perlu Lif, gue bisa sendiri kok," interupsi Jenna.

"Udah mau malam, bahaya kalau lo sendirian."

Jenna menatap langit dan sekelilingnya. Dan benar saja, mulai gelap, sekarang jalanan ramai karena orang-orang sedang dalam perjalanan untuk pulang. Di hatinya yang paling dalam, ia sedikit gusar jika harus berjalan sendirian. Tapi, bagian hatinya yang lain juga merasa tidak enak jika harus merepotkan Alif.

Teman Alif menepuk bahu Alif sambil tersenyum nakal. Membuat Jenna langsung mengernyit dan merasa was-was sekarang. Bagaimanapun, dua orang ini adalah laki-laki.

Request JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang