"Ma, Jenna pengen nikah," ucap Jenna sembari mengigit apel yang ada di tangannya.
Mama Jenna langsung meletakkan pisau yang ia gunakan untuk memotong daging dan berbalik badan untuk menatap Jenna yang berdiri bersandar pada meja makan. Jelas Mama Jenna terkejut. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba Jenna mengatakan itu. Padahal beberapa hari sebelumnya Jenna masih mewanti-wanti sang mama agar tidak mendesak Jenna untuk menikah. Tapi, apa ini?
"Jenna?" panggil mama bingung. "Jenna nggak lagi hamil, kan?"
Jenna tersedak apel yang sedang melewati kerongkongannya. Ia berjongkok dan terbatuk-batuk sambil memegang dadanya yang sesak.
"Ma!" kesal Jenna yang masih memegang dadanya. "Jangan sembarangan ngomong, nanti kedengeran tetangga malah jadi gosip!"
Mama segera mengambil air minum dan menghampiri Jenna yang masih batuk-batuk. Sambil meringis, mama mengelus punggung Jenna yang kesulitan karena napasnya yang sesak.
"Oh, nggak hamil, ya?" tanya Mama Jenna.
"Mama!" Jenna merengek sambil menghentak-hentakkan kakinya tak terima dengan pertanyaan mamanya sendiri.
Mama tertawa karena si bungsu yang merengek. Padahal niatnya hanya bercanda, Jenna malah menanggapinya berlebihan seperti ini. Mama malah jadi keasyikan menggoda si bungsu kesayangannya.
"Emang Jenna mau nikah sama siapa? Kenapa mendadak gini? Calonnya nggak dibawa ke rumah dulu?" Kali ini mama malah menyerang Jenna dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.
Jenna manarik napas sambil memanyunkan bibirnya. Ia tiba-tiba dibuat tertunduk lesu karena pertanyaan mama. Sekarang Jenna hanya bisa menatap gelas yang airnya sudah sisa sedikit.
"Kenapa jadi lesu gitu?" Mama malah jadi bingung karena Jenna.
"Jenna nggak punya calonnya, Ma."
"Terus, kenapa bilang mau nikah?"
"Jenna kan bilang pengen nikah, bukannnya bakal nikah bentar lagi."
Mama mendorong pundak Jenna pelan kemudian berdiri dan melanjutkan kegiatannya memotong daging. Sebisanya, mama mencoba untuk terus bersabar dengan kelakuan Jenna yang aneh.
"Ma! Baju Jenna jadi bau daging!" protes Jenna saat bunyi talenan yang beradu dengan pisau mengusik gendang telinganya.
"Emang kenapa mendadak pengen nikah gini?" tanya mama mengabaikan protes dari Jenna. Toh, yang mencuci baju Jenna setelah ini adalah mama.
"Temen Jenna di kantor pada mau nikah, Ma. Nah, Jenna punya pacar aja enggak."
"Udah bisa lupain Haikal?"
Pertanyaan Mama langsung membuat lidah Jenna terasa kelu. Mama memang tahu segalanya tentang Jenna. Termasuk alasan Jenna tak kunjung membawa pacar ke rumah.
"Ini lagi usaha, Ma."
"Kalau emang secinta itu, kenapa nggak dimaafin aja?"
Jenna manatap punggung mamanya dengan tajam. Tidak semudah itu untuk Jenna melupakan semuanya. Jenna tak akan pernah lupa bagaimana rasa sakit yang ia rasakan saat itu. Tidak semudah itu untuk memaafkan Haikal. Masa putih abu-abunya terasa kelam karena ulah Haikal.
"Jenna nggak bisa, Ma."
"Kalau emang nggak bisa memaafkan, setidaknya kamu lupain, cari yang baru, terima yang datang, bukan malah nutup diri dan nutup hati."
Jenna bangkit dan meletakkan gelas yang ia pegang di atas meja. Ia berniat untuk pergi saja. Membahas hal ini hanya akan membuka luka lamanya. Ya, walaupun itu mungkin hanya kenangan tidak berarti di masa putih abu-abunya, tapi itu cukup mengganggu Jenna saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Request Jodoh
RomanceTuhan, tolong kasih aku jodoh sekarang. Nggak muluk-muluk, aku mau yang ganteng, baik, dan ber-uang.