Flashback on
Seorang remaja berusia 14 tahun tengah memasuki ruang kelas yang masih terlihat sunyi dan sepi, Shelva selalu berangkat lebih pagi dari teman-temannya, ia tidak mau mendapatkan kata-kata atau ocehan pedas dari seluruh teman-temannya di saat dirinya berangkat setelah mereka.
Shelva termenung di bangku tempat ia duduk, dirinya memang selalu duduk sendiri, tidak pernah ada yang menemaninya, bahkan gadis itu pun tidak pernah merasakan bagaimana rasanya mempunyai seorang sahabat.
Jam kian berjalan, Salah seorang teman sekelasnya datang lalu berjalan menghampiri Shelva sembari menatap tajam kearahnya.
"Masih ada nyali lo dateng ke sekolah lagi?!!" Lia, perempuan yang selalu saja merundung Shelva, entah apa salah Shelva pada gadis itu, namun ia selalu saja terlihat membenci Shelva.
"Gue gak pernah nyari masalah sama lo li, tapi kenapa lo keliatan sebenci itu sama gue, sebenernya salah gue apa sama lo?" Ucap Shelva dengan kepala yang menunduk, terlihat gadis itu sedang menahan ketakutan.
"SALAH LO ITU BANYAK SAMA GUE SHEL, BANYAKKKK LO SELALU REBUT APA YANG SEHARUSNYA GUE PUNYA, KASIH SAYANG PAPA, JUARA KELAS, DAN ALTA COWOK YANG GUE SUKAIN SHELVAAA, LO REBUT SEMUANYA DARI GUEEE!!!" Ucapan yang keluar dari mulut lia terdengar begitu menyayat di hati Shelva, teriakan dari gadis itu seakan-akan telah menghabiskan seluruh pasokan oksigen dalam ruang kelas yang hanya berisi dua orang itu saja.
"Gue gak pernah rebut apa pun dari lo li, sama sekali gak pernah!!" Shelva membalas ucapan Lia dengan nada yang terlihat parau
"Menurut lo emang gak pernah, tapi menurut gue lo udah rebut semuanya, puas lo Shel, kenapa sih hahh, ibu lo itu harus kerja di rumah gue, di tempat lain banyak Shelva dan kenapa harus rumah gue?" Ujar Lia dengan sedikit terisak. Lia, mulai menangis?
"Maaf Lia, gue gak pernah bermaksud rebut apa pun dari lo, dan untuk masalah ibu gue yang kerja di rumah lo, tenang aja, nanti gue bakal bilang sama ibu buat berhenti kerja di rumah lo, lo gak perlu kaya gini li" Shelva pun merasakan apa yang di rasakan oleh Lia, sepertinya dirinya memang telah benar-benar melukai Lia.
Shelva berjalan keluar kelas sembari menyeka air matanya yang kian meluruh tanpa permisi, tujuan gadis itu adalah toilet.
Sesampainya di toilet ia melihat pantulan dirinya pada cermin yang ada di hadapannya.
"Kenapa harus gue? rasa sakit ini kenapa? Ayah, Shelva kangen ayah, kapan ayah pulang? Shelva di sini nungguin ayah, ayah lagi ngapain di tempat kerja? Kerjaan ayah banyak ya, makanya ayah gak pulang-pulang" Ucapnya sembari terisak membiarkan air matanya mengalir membasahi pipi begitu saja.
Siapa yang tahu jika Shelva adalah gadis yang menyedihkan, teman-temannya dengan seenaknya merundung, mencaci, dan tidak segan-segan memukulnya, mereka tidak pernah tahu apa yang selalu dirasakan oleh gadis yang pelit akan senyum itu.
Iya, Shelva selalu pelit akan senyum, semenjak ayahnya pergi meninggalkannya saat dirinya masih berusia 6 tahun, demi mencari pekerjaan, namun hingga saat ini ayahnya tidak kunjung kembali atau bahkan sekedar menghubungi ia dan ibunya.
Tubuhnya meluruh ke lantai meratapi betapa sialnya hidupnya, dan mengingat betapa kerasnya ibu Shelva bekerja demi menghidupi keduanya.
Seorang remaja yang masih berusia 14 tahun harus merasakan hidup layaknya seperti orang dewasa.
Tidak pernah senyum, tidak pernah bahagia, begitulah kehidupan monoton seorang gadis yang kini tengah duduk di lantai sembari memeluk lututnya.
Flashback off
Bisa kali follow IG aku juga, Xixi😁☝
@salyourfavv_
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reason I Smile
Fiksi Remaja"Gue suka senyum lo" "Tapi gue gak suka senyum" ujar Shelva Alfano Danandyaksa, seorang ketua OSIS yang sangat disiplin dan tegas, mempunyai wajah yang tampan dan selalu menjadi incaran para wanita di sekolahnya SMA BhumiSakti, siapa sangka dirinya...