Gue duduk termenung menatapi meja kantor yang telah rapi dibereskan dan kosong. Pintu ruang biro dari sini terlihat masih terbuka, gue yang baru hendak keluar malah melamun diam di sini. Karena tiba-tiba teringat lagi sama apa yang Wawan bicarakan soal Naufal yang jadi buron.
Gue memijat pelipis pelan. Setelah dibuat penasaran sama Medina pas di Jepang, sekarang Wawan juga ikutan. Bahkan bukan penasaran lagi, tapi dikasih bocoran langsung.
Sebetulnya gue ingin kayak Mas Jen, berusaha bodo amat sama urusan orang. Tapi karena ini ada kaitannya sama Medina, gue jadi takut.
Kalo semisal Naufal bisa seret-seret Medina gimana?
Yah, meskipun gue gak tahu apakah Medina akan ikut terseret juga atau enggak, tapi yang jelas dia pasti udah tahu semua masalah apa yang melibatkan 'tunangan'-nya itu.
Apalagi setelah Medina minta gue buat nunggu dia, seakan yakin kalau apa yang dia janjikan bakal berhasil. Mungkin soal perasaan gue pernah ragu. Tapi kalo soal ketepatan ucapannya Medina, gue telak percayakan penuh padanya.
"Woy! Gak balik?" teriak seseorang dari luar pintu. Suaranya lantang hingga menggema penuh seisi ruang biro, tentu saja ruangan ini turut jadi korban.
Dia ikut masuk hendak menghampiri dengan ransel besarnya. Dibarengi gue yang telah berdiri ingin keluar.
"Abis siaran sore lo, Mas?" tanya gue pada Rubah Gembul.
Ia mengangguk, "Lo tumbenan amat jam segini belum balik?" saat mengecek jam tangan, rupanya waktu udah mau menunjukkan pukul 7 malam. Gak sadar kalo dari tadi gue udah bengong sendirian hampir dua jam.
"Gak mood balik." singkat gue. Mendadak males bawa motor sendiri. Tapi kalo ditinggal di sini juga gak mungkin.
"Yaelah, gue kira kenapa. Motoran?" dijawab anggukan sekali.
Ia tersenyum miring setelahnya, "Kenapa lo, Mas?“ tanya gue.
"Kagak. Lo abis putus sama Medina malah banyak perubahan, ya. Hobi mancing, naik motor, bengong, melamun sendirian." seraya tertawa kecil seolah apa yang gue lakukan akhir-akhir ini jauh berbeda dengan persona gue.
Cara penyebutan dia memang pas, sih. Akhirnya ada tiga hal baru yang sekarang sedang gue utamakan selain Medina, Medina dan Medina.
Seketika membantah, "Yang kedua gak termasuk, ya. Lagian emang salah kalo gue mau naik motor?"
"Ya enggaklah, Dew."
Lalu sisi bacotnya keluar, "Gue kan selalu melihat, memperhatikan, serta mengamati apa yang terjadi sama teman-teman gue. Elo yang sekarang ngantor naik motor, Jen yang masih suka marah-marah, Sandi yang makin bijak setelah nikah." panjang lebar ia sampai tak sadar kami sudah keluar gedung dan jauh berjalan sampai di depan basement parkiran.
"Dan elo juga yang bentar lagi kawin." sambar gue. Kami berhenti sejenak karena dia tertegun.
Sekedar memberitahu, "Nikah, Dew. Kawin mah setelahnya."
"Iya. Lo kira gue bocah yang gak ngerti ini konteks bercanda apa?"
Dengan tatapan mata segaris gue, Rubah Gembul nampak makin tersipu berlebihan yang bikin gue malah jadi geli dilihatnya.
Kami berpisah di depan parkiran basement karena dia bawa mobil yang terparkir di gedung sebelah. Sedangkan gue berjalan untuk ambil motor dari lantai 2 dan lanjut perjalanan menuju pulang.
Sampai di rumah, gue disambut sama satu mobil putih berukuran sedang yang tak asing di depan gerbang. Garasi rumah cuma bisa muat buat dua mobil dan dua motor aja, satu mobil gue dan satu mobil Papa. Jadi kalo ada tamu yang bawa kendaraan, mentok-mentok cuma bisa diparkir depan rumah aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
[5] BAKMI COUPLE - The Announcers Series ✔
General FictionDua tahun menantikan sang pujaan, Dewantara Prasetya Riza (Dewan) dan Medina pun resmi jadian. Disaksikan dua mangkuk bakmi yang mereka nikmati, mereka saling janji untuk selalu mengasihi sepanjang hari layaknya sepasang kekasih. Namun, Dewan yang...