بسم الله الرحمن الرحيم
🥀 Happy Reading 🥀
Sesuai janji, setelah selesai melaksanakan sholat dzuhur tadi, mereka langsung pergi berkeliling pesantren untuk melihat-lihat. Di temani oleh Ummi Hamidah beserta anaknya yang paling kecil. Ummi hamidah dan Kyai Miftah memiliki tiga putra.
Cukup lama mereka berkeliling, kini mereka tengah berada di area dapur.
"Nah, ini dapur untuk kalian masak nanti. Maafnya dapurnya masih di satu tempat, kan sama dapur santri putra," ucap Ummi Hamidah tak enak.
Ya, memang dapurnya masih satu tempat tapi, di tengah-tengah sudah ada pembatasnya jadi aman insyaAllah.
"Iya, Ummi, gapapa kok ini juga sudah cukup," balas Asyiah dengan tersenyum.
Untuk saat ini hanya Asyiah yang berani bicara karena keempat adik kelasnya masih belum berani karena takut salah bicara terlebih mereka baru saja pindah ke tempat baru pasti gaya berbahasanya juga baru bukan hanya itu tapi semua hal disini pasti akan terasa baru bagi mereka.
"Oh iya, untuk bahan masakan sudah ummi siapin di kulkas," lanjut Ummi Hamidah.
"Terima kasih, Ummi, jadi ngerepotin," ucap Asyiah tak enak.
"Gapapa kok," balas Ummi Hamidah dengan tersenyum.
"Ummi, kakak ini ciapa?" tanya seorang bocah laki-laki yang berkisar masih berumur tiga tahunan.
Mendengar pertanyaan itu Ummi Hamidah beserta kelima Santriwati menolehkan pandangannya pada bocah itu.
Ummi Hamidah tersenyum. "Mereka adalah kakak kamu, Sayang," jawab Ummi Hamidah.
"Kakak aku," ucapnya dengan menunjuk dirinya sendiri.
Ummi Hamidah mengangguk. "Iya, Sayang."
Mendengar jawaban dari sang Ummi, Abian bocah laki-laki itu mendekat ke arah Asyiah.
"Accalamualaikum kakak," salam Abian dengan wajah imutnya.
Asyiah mensejajarkan tingginya dengan tinggi Abian.
"Waalaikumussalam anak ganteng," jawab salam Asyiah dengan mencubit pipi gembul Abian gemes.
"Kakak namanya ciapa?" tanya Abian lucu.
"Nama kakak Siti Asyiah, kalau kamu namanya siapa?" jawab Asyiah dengan balik bertanya.
"Nama aku, Abian," jawab Abian.
"Abian, ya." Asyiah mengangguk-anggukan kepalanya. "Abian, mau gak main sama kakak?" tawar Asyiah.
Tanpa ragu dia menganggukkan kepalanya membuat Asyiah menerbitkan senyumannya di balik masker.
Asyiah itu kemana-mana selalu menggunakan masker bukan tanpa alasan ia menggunakannya. Sebenarnya ia ingin memakai cadar namun, ia belum siap jadinya ia memakai masker terlebih dahulu untuk belajar.
"Abian, izin dulu sama Ummi. Baru kita main," pinta Asyiah.
Abian menurut ia menghadap sang Ummi yang tengah menatapnya.
"Ummi, bian mau main boleh ndak?" tanya Abian meminta izin.
"Boleh, tapi, mainnya jangan sampai nyusahin kakak kamu ya," jawab Ummi Hamidah memperingati.
"iya, ciap, Ummi," ucap Abian dengan memberi hormat pada Umminya.
Setelah mendengar jawaban dari anak bungsunya Ummi Hamidah pun pamit pergi terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Dan Takdirku
RomanceBerawal dari di pindahkan oleh sang kyai ke pesantren temannya. Awalnya semua berjalan lancar hingga suatu insiden tak terduga yang mengharuskan Asyiah seorang santriwati yang baru saja pindah menikah dengan Rifky santriwan yang sudah lama berada di...